JAKARTA, KOMPAS.com - Berbicara soal masyarakat keturunan Tionghoa di Jakarta, tentunya tidak bisa lepas dari kawasan pertokoan di Glodok, Jakarta Barat.
Tepatnya di Jalan Perniagaan atau orang hingga kini masih menyebutnya "Patekoan".
Ya, di sana seakan sudah menjadi perkampungan masyarakat keturunan Tionghoa di Jakarta.
Dikutip dari buku "Waktu Belanda Mabuk Lahirlah Batavia" yang ditulis Alwi Shahab, kawasan Jalan Perniagaan atau Patekoan ini memiliki sejarah yang panjang.
Kawasan Patekoan sudah dikenal sejak zaman kolonial Belanda. Pada Mei 1619, Gubernur Batavia (kini Jakarta) JP Coen menjadikan kawasan Patekoan sebagai perkampungan masyarakat Tionghoa.
Baca juga: Merawat Keberagaman dan Kebaikan Lewat Tradisi Patekoan di Glodok
Sejumlah kapitan China atau pemimpin etnis China di Batavia pun tinggal di kawasan itu. Di Patekoan, sejumlah kapitan China dijadikan penasehat resmi pemerintah kolonial Belanda di Pengadilan.
"Seperti Souw Beng Kong, kapitan China pertama (diangkat Oktober 1619) memiliki kapal, mengurus tempat perjudian, pembuatan uang tembaga, serta mengawasi rumah timbang bagi semua barang orang Tionghoa," tulis Alwi dalam bukunya.
"Souw juga anemer (kontraktor) pertama di Batavia. Wakilnya, Jan Con, adalah seorang yang membangun masjid di Kampung Belek, Jakarta Barat," tulis Alwi.
Baca juga: Mengenal Patekoan di Glodok, Tradisi Menyuguhkan Teh Gratis Setiap Hari
Nama kawasan "Patekoan" sendiri muncul dari kisah Kapitan China ketiga bernama Gan Djie.
Gan Djie menggantikan Kapitan China kedua bernama Phoa Beng Gan yang terkenal karena membangun sungai (kanal) yang kini diapit Jalan Hayam Wuruk dan Jalan Gajah Mada.
Sebelum menjadi kapitan China ketiga, Gan Djie merupakan pemuda China yang datang ke Jawa, tepatnya di Gresik, mengikuti kakak laki-lakinya.
Di sana dia membantu kakaknya berjualan hasil bumi. Dia berjualan dengan memikul dagangannya dari desa ke desa lainnya. Di sana pula dia bertemu dengan seorang gadis Bali yang kemudian menjadi istrinya.
Baca juga: Mengenal Souw Beng Kong, Pemimpin Pertama Etnis Tionghoa di Batavia
Berkat kerja keras dan kerajinannya, beberapa tahun kemudian, Gan Djie sukses dan menjadi saudagar besar di Gresik.
Pada 1659, Gan Djie meninggalkan Gresik dan hijrah ke Batavia. Di Batavia, dia tinggal di sebuah rumah di kawasan Patekoan.
"Di Batavia dia (Gan Djie) berniaga hasil bumi. Karena sifatnya yang baik dan suka menolong, dalam waktu singkat dia menjadi salah seorang terkemuka di pemukimannya yang baru," tulis Alwi.
Saat Kapitan China kedua Phoa Beng Gan mengundurkan diri pada 1663, Gan Djie diangkat menjadi penggantinya. Dia dilantik oleh Gubernur Batavia saat itu Jenderal Joan Maetsuyker dan resmi menjadi Kapitan China ketiga.
Baca juga: Asal Usul Etnis Tionghoa di Bekasi, Berawal dari Pemberontakan di Batavia
Di saat sedang menjalani aktifitas sehari-hari menjadi kapitan China ketiga, Gan Djie dan istrinya, Nyai Gan Djie kerap melihat pedagang keliling berteduh di depan kantornya untuk beristirahat.
Mereka beristirahat karena udara yang begitu panas. Mereka juga kerap kehausan dan sulit mendapatkan air minum. Sebab, saat itu penjual air minum belum banyak.
Melihat hal itu, Nyai Gan Djie mengusulkan kepada suaminya agar menyediakan air teh di depan kantornya untuk para pedagang keliling yang kehausan.
Gan Djie pun menyetujui usul istrinya tersebut. Kemudian, tepat di depan kantor kapitan, meja-meja kecil diletakan dan di atasnya ditaruh gelas-gelas berisi air teh untuk pedagang yang kehausan.
Baca juga: Mengenal Sejarah di Museum Pustaka Peranakan Tionghoa
Supaya tidak cepat habis dan memenuhi kebutuhan air para pedagang yang kehausan, maka ditaruh lah tiap pagi dan sore delapan teko berisi air teh di atas meja-meja kecil itu.
"Persediaan air itu akhirnya menjadi suatu ciri untuk memudahkan bagi warga mencari kantor officer Tionghoa itu. Demikianlah, orang lalu mengatakan, dimana ada pat-te-koan di situlah tempat tinggalnya Kapitan Gan. Lambat laun menjadi Patekoan," tulis Alwi.
Pada 1666, Gan Djie meninggal dunia. Pemerintah Belanda kemudian meminta Nyai Gan Djie mengisi jabatan suaminya.
Menurut David Kwa, yang menulis sinopsis cerita ini dalam pementasan di Museum Sejarah Jakarta, Minggu (21/8/2005), kediaman Kapitan China Ketiga Gan Djie di Patekoan tidak diketahui keberadaannya.
Adapun pada tahun 1960-an, kawasan Patekoan diganti namanya menjadi Jalan Perniagaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.