Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merajut Toleransi dan Keberagaman di Kelenteng Pan Kho Bio

Kompas.com - 25/01/2020, 17:14 WIB
Audia Natasha Putri,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

BOGOR, KOMPAS.com - Wihara Maha Brahma, Pulo Geulis, Babakan, Kota Bogor terkenal dengan sejarah dan toleransi beragamanya.

Wihara itu dulunya bernama Kelenteng Pan Kho Bio. Pada masa Orde Baru, nama berganti jadi Wihara Maha Brahma. Namun tetap saja tempat itu lebih dikenal dengan nama lamanya.

Kelenteng Pan Kho Bio tidak berbeda dengan kelenteng lainnya, yaitu sebagai tempat beribadah penganut Konghucu.

Uniknya, di kelenteng itu terdapat makam dan petilasan para penyebar agama Islam di kerajaan Pajajaran, salah satunya adalah Raja Surya Kencana.

Baca juga: Sejak Pagi, Kelenteng Tertua di Tangerang Boen Tek Bio Dipadati Umat

Di bagian belakang Kelenteng Pan Kho Bio, terdapat ruangan memanjang dengan dua batu besar petilasan Embah Sakee dan Eyang Jayaningrat.

Di sisi kanan kelenteng, terdapat petilasan Eyang Prabu Surya Kencana dengan dua patung kepala harimau hitam, patung harimau putih kecil, dan sebuah arca kura-kura berukuran besar.

Bersebelahan dengan petilasan, terdapat makam Embah Imam, leluhur penyebar agama Islam pada zaman Kerajaan Pajajaran.

Di kelenteng itu, tak hanya ada ibadah umat Konghucu saja, tetapi sering juga ada pengajian umat Islam pada malam Jumat.

Hal itu menjadi bentuk toleransi yang telah ditanamkan masyarakat Pulo Geulis sejak lama.

"Setiap malam Jumat, mereka mengadakan tawasulan atau pengajian di sini, tepatnya di belakang kelenteng," ujar Chandra, pengurus Kelenteng Pan Kho Bio saat ditemui Kompas.com, Rabu (22/1/2020) lalu.

Chandra menambahkan, selain pengajian rutin setiap malam Jumat, ada juga tradisi sedekah maulid dalam menyambut Maulid Nabi. 

Ia berujar, warga Pulo Geulis berusaha untuk meningkatkan toleransi beragama agar tercipta kesatuan dan saling menghormati sesama.

Tak hanya penganut Konghucu yang mendatangi kelenteng itu. Umat beragama Islam banyak yang datang berziarah di makam Embah Imam, leluhur penyebar agama Islam.

"Pluralisme di sini sudah kami pertahankan sejak lama. Kami berharap, kebiasaan ini menjadi bentuk toleransi antar beragama. Walaupun berbeda, kalau kita bersatu pasti akan indah," tambah Chandra.

Selain tradisi sedekah maulid, terdapat juga tradisi cio ko (sembayang arwah), yaitu tradisi menyeberangkan dan mendoakan arwah-arwah yang meninggal agar bisa menuju alam yang lebih baik.

Tradisi itu diisi dengan membagi-bagikan sembako sebanyak 1000 kantong kepada warga yang kurang mampu. 

Baca juga: Mengenal Wihara Pan Kho Bio, Kelenteng Tertua di Bogor yang Pernah Jadi Tempat Istirahat Prabu Siliwangi

Kelenteng itu juga selalu mengadakan acara buka puasa bersama setiap tahun. Namun, untuk tahun ini, acara buka puasa bersama diganti dengan membagi-bagikan takjil kepada masyarakat sekitar sebagai bentuk menyambut Ramadhan.

"Selain bagi-bagi takjil, saat malam Imlek kami juga open house dengan memanggil tukang bubur, tukang mie bakso, atau tukang soto. Lalu kami bagikan ke warga sekitar sini," ujar Chandra.

Ada tempat salat di Kelenteng Pan Kho Bio

Petilasan Raja Pajajaran, yang ada di Vihara Mahabrama atau dikenal sebagai klenteng Pan Kho Bio terletak di Pulo Geulis, Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Tengah.KOMPAS.com/Muhammad Irzal Adiakurnia Petilasan Raja Pajajaran, yang ada di Vihara Mahabrama atau dikenal sebagai klenteng Pan Kho Bio terletak di Pulo Geulis, Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Tengah.

Kelenteng yang didirikan tahun 1703 itu sudah menerapkan toleransi sejak lama.

Kelenteng itu sesungguhnya tak berbeda dengan kelenteng pada umumnya. Namun, jika ditelusuri, di kelenteng itu ada ruangan khusus, berukurun kecil dan bercat hijau yang terletak bagian belakang kelenteng. 

Ruangan itu ruang shalat. Ruangan dibangun tahu 2007 dan sengaja dibuat untuk para peziarah yang datang ke petilasan leluhur keluarga Kerajaan Pajajaran, yaitu Eyang Sakee dan Eyang Jayaningrat serta makam Embah Imam. Ketiganya merupakan tokoh penyebar agama Islam pada masa Kerajaan Pajajaran.

Di dalam ruangan tersebut terdapat dua buah batu besar yang dipercaya sebagai tempat petilasan Eyang Sakee dan Eyang Jayaningrat. Dalam ruangan itu juga terdapat alat shalat, Alquran serta sejadah yang menghadap ke kiblat.

"Kelenteng ini pernah menjadi tempat peristirahatan Raja Siliwangi dan tempat berkumpulnya para penyebar agama Islam sejak zaman kerajaan Pajajaran," kata Abraham Halim, pemerhati sejarah Kampung Pulo Geulis.

Bram menegaskan, prinsip yang diusung kelenteng itu dan warga Pulo Geulis merupakan sesuatu yang indah, yang menampilkan kebersamaan dalam perbedaan.

"Bersatu di sini bukan berarti campur aduk. Ibarat air dan minyak, bisa ada dalam satu wadah," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Megapolitan
Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Megapolitan
Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Megapolitan
Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Megapolitan
Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Megapolitan
Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Megapolitan
Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Megapolitan
“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

Megapolitan
Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Megapolitan
Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Megapolitan
Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Megapolitan
Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Megapolitan
Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Megapolitan
Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Megapolitan
Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com