JAKARTA, KOMPAS.com - Wali Kota Depok Mohammad Idris sempat melontarkan wacana membangun transportasi publik berbasis rel atau monorel di Depok.
Ternyata, wacana tersebut berawal dari ide pakar desain tata kota asal Italia.
Ketika itu, sang pakar bertandang ke Universitas Indonesia, Depok dan melewati Jalan Margonda Raya yang terkenal dengan kemacetannya.
"Dari situ dia kepikiran untuk membangun transportasi monorel," kata Idris usai melantik Forum Anak Kota Depok di Balai Kota Depok, sebagaimana dikutip Warta Kota, Rabu (29/1/2020).
Baca juga: BPTJ Pastikan Monorel yang Hendak Dibangun di Puncak Tidak Gunakan APBN
Singkat cerita, kata Idris, omongan sang pakar terdengar oleh Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Bambang Prihartono.
Bambang lantas membuka omongan terkait pemikiran sang pakar itu ke Kepala Dinas Perhubungan Kota Depok Dadang Wihana.
"Menurut pakar itu, secara kasat mata (membangun monorel) sangat mungkin. Ya kalau begitu dilakukan saja feasibility study nya," tutur Idris.
Dari situ, diundanglah pakar-pakar dari UI, transportasi, dan lainnya termasuk sang pedesain LRT dan dilakukan feasiblity study dari ujung ke ujung.
Dengan menilai kesiapan dari segala bidang seperti kontur tanah, kelembaban, dan lainnya.
"Akhirnya pak Bambang melapor ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Nah, Kemenhub lihat, wah unik nih kalau kota punya LRT," kata Idris.
"Akhirnya, kita ekspos. Jadi, belum tentu diterima karena memang PSN (proyek strategis nasional) nya belum ada," imbuh Idris.
Baca juga: Sekda DKI Sebut PT Adhi Karya Setuju Tiang Monorel Dibongkar
Pengajuan usulan ini pun dikatakan Idris, dilakukan lantaran Pemerintah Kota Depok mau merevisi Peraturan Daerah (Perda) terkait Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang tahun ini akan dilaksanakan.
Jika proyek ini benar-benar terlaksana, Pemkot Depok akan memanfaatkan separator sebagai penyangga didirikannya monorel.
Namun demikian, median separator yang kini menjadi kewenangan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) membutuhkan kajian lebih lanjut.
"Karena median separator ini kan ruang terbuka hijau (RTH), jadi, harus ada aturannya. Jadi, ini semua masih panjang (prosesnya)," ujar Idris.