JAKARTA, KOMPAS.com - Enam aktivis Papua yang terlibat kasus pengibaran bendera bintang kejora pada Agustus 2019 lalu menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (3/2/2020).
Adapun agenda sidang itu adalah pemeriksaan saksi.
Salah satu saksi yang dihadirkan yakni pelapor pengibaran bendera bintang kejora di Istana pada Agustus 2019 lalu, Adek Erfil Manurung. Adek ini adalah ketua Laskar Merah Putih.
Di hadapan hakim, Adek mengatakan, ia membuat laporan ke polisi adanya pengibaran bendera bintang kejora itu pada 28 Agustus 2019 saat aksi unjuk rasa di depan Taman Pandang Istana Merdeka.
Baca juga: Tolak Eksepsi Enam Aktivis Papua, Jaksa Sebut Pengacara Tidak Paham Sistematika Hukum
Ia melaporkan adanya pengibaran bendera bintang kejora lantaran saat itu banyak diperbincangkan.
"Waktu itu ada aksi massa dengan pengibaran bendera bintang kejora yang sudah viral. Lalu saya di Youtobe memang benar viral, makanya saya laporkan ke polisi," ujar Adek saat bersaksi di PN Jakpus, Senin ini.
Adek mengatakan, laporannya terkait pengibaran bendera bintang kejora itu agar pihak kepolisian menindak tegas mereka yang mengibarkan bendera itu.
Ia menilai bendera bintang kejora itu tak seharusnya dikibarkan. Sebab Indonesia sudah memiliki bendera merah putih.
"Laporan itu saya meminta agar polisi menindak tegas bintang kejora, tidak menerima hal seperti itu di depan istana. Saya aktivis laskar merah putih sejak tahun 2000. Gerakan membela masyarakat cinta NKRI maka kita lakukan hal seperti itu (laporan)," ucap Andre.
Baca juga: Hakim Tolak Eksepsi Enam Aktivis Papua
Saat itu, Andre mengatakan, dirinya telah membawa beberapa barang bukti, seperti video youtobe dari salah satu media online.
Setelah barang bukti lengkap dibawa, laporannya akhirnya diterima polisi.
Setelah itu akhirnya enam aktivis Papua itu ditahan dan dibawa Polda Metro Jaya.
Adapun enam aktivis Papua yang terjerat kasus pengibaran bendera Bintang Kejora di Istana Negara, Jakarta, didakwa melakukan perbuatan makar.
Mereka didakwa dengan tiga berkas perkara. Perkara empat terdakwa menjadi satu berkas, yaitu Paulus Suryanta Ginting, Charles Kossay, Ambrosius Mulait, dan Isay Wenda.
Baca juga: Sempat Ditegur Hakim, 2 Aktivis Papua Tetap Pakai Koteka di PN Jakpus
Sementara, terdakwa Anes Tabuni dan Arina Elopere masing-masing satu berkas perkara terpisah.
Dalam surat dakwaan, menurut jaksa penuntut umum, perbuatan makar mereka dilakukan pada bulan Agustus 2019 lalu, saat demonstran di depan Markas Besar TNI Angkatan Darat dan di depan Istana Negara.
Oleh karena itu, enam aktivis ini dinilai melanggar Pasal 106 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 110 ayat 1 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.