JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel menilai tangisan terdakwa kasus pembunuhan suami dan anak angkat, Aulia Kesuma, punya niatan lain dan tidak tulus.
Dia menilai tangisan di ruang sidang itu sebuah kepalsuan untuk menarik simpati dari hakim.
Pendapat itu muncul karena dia menilai tangisannya bukan berasal dari heart (hati) melainkan dari head (kepala).
Baca juga: Aulia Kesuma Menangis di Ruang Sidang, Keluarga Pupung: Air Mata Buaya
Tangisan dari hati merupakan sebuah bentuk penyesalan yang tulus dari seseorang akan hal tertentu.
“Jika tangisan dari head, maka berat ringannya hukuman menjadi persoalan penting. Jelas, dia berharap tangisan akan berbanding terbalik dengan hukuman. Semakin bombay, semoga hukuman semakin ringan,” kata dia saat dihubungi Kompas.com, Selasa (11/2/2020).
Selain itu, faktor latar belakang terdakwa sedikit banyak dapat menentukan tulus atau tidaknya sebuah tangisan dalam persidangan.
“Jika yang menampilkan ekspresi serupa adalah terdakwa 'kelas bawah', kita cenderung percaya akan keotentikan ekspresi emosional tersebut,” kata dia.
“Jika hakim punya pola respon yang sama dengan kita, maka boleh jadi hakim akan tidak bersimpati bahkan sinis terhadap terdakwa ‘kelas atas’ yang memeragakan ekspresi nelangsa di ruang sidang,” tambah dia.
Dia yakin, tipu daya tangis Aulia Kesuma tidak akan bekerja kepada hakim.
“Simak saja putusan nantinya. Adakah hakim mengatakan ‘terdakwa menunjukkan penyesalan’? Dugaan saya tidak akan ada kalimat semacam itu,” tutup Reza.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.