"(Kami) tidak diberi tahu juga," kata Mundardjito.
Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana kemudian menjelaskan soal itu. Iwan mengungkapkan, yang dimaksud dengan dengan rekomendasi itu adalah rekomendasi yang dikeluarkan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, bukan oleh TACB.
"Surat rekomendasi itu tidak dikeluarkan oleh TACB maupun oleh TSP (Tim Sidang Pemugaran). Rekomendasi itu surat yang dikeluarkan hanya dari Kepala Dinas Kebudayaan," ujar Iwan di Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis.
Menurut dia, rekomendasi diterbitkan Dinas Kebudayaan DKI atas dasar penilaian tim sidang pemugaran dan tim ahli cagar budaya.
Ia mengibaratkan ketika rumah akan dipugar atau diperbaiki maka TSP dan TACB akan diminta nasihat. Namun untuk pengerjaan hanya dilakukan Dinas Kebudayaan.
"Jadi rekomendasi sekali lagi hanya keluar dari kepala Dinas Kebudayaan," kata dia.
Dengan demikian, Iwan menuturkan Ketua TACB DKI Jakarta Mundardjito sudah pasti tidak tahu menahu soal surat rekomendasi pelaksanaan Formula E di Monas yang diterbitkan pihaknya.
"Pak Mundardjito itu memang tidak boleh mengeluarkan rekomendasi, ya memang dia tidak tahu. Bukan menyarankan memang dia sebagai anggota tim ahli cagar budaya. Jadi jelas saja ditanya Pak Mundardjito enggak tahu," ujar dia.
Urusan rekomendasi penggunaan tempat pemugaran harusnya merupakan rekomendasi Tim Sidang Pemugaran (TSP).
Ketua TSP DKI Jakarta Bambang Eryudhawan mengakui, timnya memberikan rekomendasi kepada Dinas Kebudayaan dan Gubernur DKI Jakarta untuk menggunakan Monas sebagai lokasi balap Formula E.
Menurut Yudha, TSP hanya memberikan rekomendasi. Namun izin tetap dari Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka khususnya Kementerian Sekretariat Negara (Setneg).
"Tim pemugaran enggak pernah kasih izin, yang ada adalah rekomendasi. Izin bukan dari kami, izin tuh dari Setneg. Jangan salah. SP (sidang pemugaran) itu memberi rekomendasi, catatan," kata Yudha, Kamis.
TSP memberikan rekomendasi, Monas digunakan sebagai arena balap Formula E asal harus dijaga dan dipulihkan kembali serta tak merusak cagar budayanya.
"Sebenarnya, resminya rekomendasi, rekomendasinya itu jika dilakukan di sana (Monas), maka seperti yang ada di Roma, Paris itu harus bisa dipulihkan lagi. Itu kan namanya pemanfaatan, boleh dong, tapi harus dipulihkan," ucap dia.
Yudha bilang, Monas sebagai situs cagar budaya tak masalah dimanfaatkan termasuk sebagai area balap.
Selama masih dalam koridor yang benar, tak akan dipermasalahkan serta didukung oleh TSP.
"Ini sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, tapi kan cagar budaya ada pemanfaatnya, enggak cuma dilindungi tapi dikembangkan. Pemanfaatan ini bisa macam-macan jangan sampai berlebihan," lanjutnya.
"Tiba-tiba misalnya taman Monas dijadikan pasar loak, ya jangan. Yang prestisiuslah kegiatannya. Selama sifatnya temporer ya bagus, manfaatkan. Masalahnya apakah ada indikasi merusak lingkungan. Itu kan harus dihindari," ujar Yudha.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.