JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar psikologi forensik Reza Indragiri menilai ada anomali pada kasus-kasus aborsi salah satunya kasus klinik aborsi Paseban yang diungkap oleh Polda Metro Jaya.
Reza menyampaikan aborsi adalah sebuah tindakan pembunuhan berencana terhadap bayi.
Namun kenyataannya ada perbedaan konsekuensi terhadap orang yang membunuh bayi dalam kandungan dengan yang di luar kandungan.
"Pembunuhan berencana diancam sanksi maksimal hukuman mati, sedangkan aborsi cuma dihukum maksimal 10 tahun," kata Reza dalam keterangan tertulisnya Senin (17/2/2020).
Baca juga: Klinik Aborsi Ilegal di Jalan Paseban, Aktivitas Tak Dicurigai dan Dikira Klinik Anak
Ia lantas mengutip ungkapan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus yang menyebutkan mayoritas kasus aborsi disebabkan oleh kehamilan di luar nikah.
Sedangkan, hubungan seks di luar nikah bukanlah sebuah perkara pidana. Dalam KUHP, zina hanya bisa dikenakan kepada orang yang sudah menikah dan berselingkuh.
Sementara jika pasangan yang berhubungan badan belum menikah maka statusnya vakum hukum.
"Karena itu masalah ini seharusnya masuk dalam KUHP revisi dan RUU PKS," tutur Reza.
Menurut dia, itu merupakan contoh anomali lain dalam kasus aborsi.
Baca juga: Warga Sebut Klinik Aborsi di Paseban Pernah Digerebek Polisi
Ia juga mengkritik Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak yang hanya gencar mengampanyekan pencegahan pernikahan dini.
Reza mempertanyakan seberapa gencar kementerian tersebut mengampanyekan bahaya seks di luar nikah yang bisa berujung ke aborsi.
Dalam undang-undang, aborsi juga diperkenankan pada kehamilan akibat pemerkosaan.
"Kita berempati terhadap korban perkosaan, tapi kita juga berbagi derita dengan bayi yang dikandung korban. Haruskah bayi-bayi itu dihapuskan sebagai bentuk bantuan kepada korban perkosaan?" ungkap Reza.
Menurut dia, seharusnya perlakuan buruk terhadap korban dan bayinya lah yang harus dihapuskan.
Sebelumnya diberitakan, Polda Metro Jaya mengungkap klinik aborsi ilegal di daerah Paseban, Jakarta Pusat pada 11 Februari 2020. Sebanyak tiga tersangka ditangkap yakni MM alias Dokter A, RM, dan SI.
Baca juga: Aktivitas Klinik Aborsi di Paseban Tidak Membuat Warga Curiga
Dokter A alias MM merupakan dokter lulusan sebuah universitas di Sumatera Utara. Dia merupakan dokter yang belum memiliki spesialis bidang. Dia berperan sebagai orang yang membantu para pasien untuk menggugurkan janinnya.
Tersangka lainnya yakni tersangka RM. Dia berprofesi sebagai bidan dan berperan mempromosikan praktik klinik aborsi itu.
Sedangkan, tersangka SI merupakan karyawan klinik aborsi ilegal itu. Dia juga residivis kasus praktik aborsi ilegal.
Klinik aborsi ilegal di daerah Paseban, Jakarta Pusat meraup keuntungan hingga Rp 5,5 miliar selama beroperasi selama 21 bulan. Tercatat 1632 pasien telah mendatangi klinik aborsi ilegal itu dengan rincian 903 pasien telah menggugurkan janinnya.
Atas perbuatannya, ketiga tersangka dijerat Pasal 83 Juncto Pasal 64 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dan atau Pasal 75 Ayat (1), Pasal 76, Pasal 77, Pasal 78 UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan atau Pasal 194 Jo Pasal 75 Ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Juncto Pasal 55, 56 KUHP. Ancaman hukuman lebih dari 10 tahun penjara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.