DEPOK, KOMPAS.com - Direktur Wahid Institute Yenny Wahid buka suara soal polemik pemulangan warga negara Indonesia (WNI) yang sempat hengkang ke Irak-Suriah bergabung dengan ISIS.
Secara khusus, Yenny bicara soal dilema yang dialami pelbagai negara di dunia soal pemulangan warga mereka yang notabene eks ISIS.
"Memang masalahnya, semua negara kesulitan menentukan harus diapakan warga negaranya yang kemudian pergi dengan ISIS. Banyak negara juga bingung ketika menentukan kebijakan," jelas Yenny kepada wartawan di Balai Poernomo Prawiro, FISIP Universitas Indonesia, Senin (17/2/2020) siang.
Baca juga: Wakil Ketua MPR Minta Pemerintah Pertimbangkan Pemulangan WNI Eks ISIS
Dilema tersebut semakin membingungkan jika pokok persoalannya ialah pemulangan anak-anak warga eks ISIS.
Sebab, dari total 689 WNI yang hengkang ke Irak dan Suriah, tak semuanya merupakan kombatan yang angkat senjata buat ISIS. Banyak yang merupakan istri dan anak para kombatan itu.
Dari sudut pandang pro, Yenny menegaskan bahwa negara harus melindungi anak-anak. Paradigma ini berlaku luas di kancah internasional, termasuk Indonesia.
"Indonesia karena sudah meratifikasi konvensi tentang hak anak-anak, memang di satu sisi negara harus memberikan perlindungan kepada anak-anak," jelas Yenny.
Dengan paradigma ini, negara perlu melihat anak-anak eks kombatan ISIS ini sebagai korban.
Pasalnya, anak-anak ini tidak sedang memilih sendiri jalan hidupnya, melainkan diboyong oleh orangtua mereka yang ikut tempur di Irak dan Suriah.
Baca juga: Anggota Wantimpres: Tak Dipulangkannya WNI Eks ISIS Legakan Rakyat
Paradigma ini menjadi dasar argumen untuk mendesak perlakuan negara terhadap anak-anak mesti dibedakan dengan perlakuan terhadap orang dewasa.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan