JAKARTA, KOMPAS.com - Bentrok antara kelompok ojek online (Ojol) dengan dua mata elang terjadi di Jalan Pemuda, Kelurahan Rawamangun, Selasa (18/2/2020) sore.
Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Arie Ardian Rishadi mengatakan, bentrok dipicu aksi mata elang yang merebut motor satu Ojol karena menunggak bayar cicilan.
"Ada orang yang mengaku pemegang kuasa resmi dari pihak leasing, datang mengambil sepeda motor. Dikerumunin lah debt collector ini sama Ojol," kata Arie di Mapolrestro, Jakarta Timur, Selasa (18/2/2020), seperti dikutip Tribun Jakarta.
Baca juga: Polisi Minta Masyarakat yang Kendaraannya Dirampas Paksa Pihak Leasing untuk Melapor
Meski membantah adanya perkelahian, dia membenarkan terjadi perselisihan antara puluhan Ojol dengan dua mata elang.
Tak lama keributan, jajaran Polres Metro Jakarta Timur tiba di lokasi membubarkan perselisihan dan membawa dua mata elang tersebut.
"Dua pelaku sudah kita amankan ke Polres, satu saksi dari pihak Ojol juga kita bawa ke Polres. Sekarang masih pemeriksaan," ujarnya.
Pantauan wartawan TribunJakarta.com pukul 17.47 WIB, puluhan pengemudi Ojol tampak menggeruduk Polrestro Jakarta Timur karena tak terima perlakuan mata elang.
Meski diguyur hujan, mereka tetap setia menunggu keterangan lebih lanjut dari pihak Polrestro Jakarta Timur atas kasus yang menimpa rekannya.
"Sekarang saya mau ke TKP dulu, memastikan situasi di sana sudah aman. Dari rekan-rekan Ojol juga sudah datang ke Polres," tuturnya.
Untuk diketahui, pihak leasing tidak diizinkan secara hukum menarik paksa unit. Hal itu ditegaskan kembali dalam putusan Mahkamah Konstitusi pada Januari 2020 lalu.
Mahkamah Konstitusi memutuskan perusahaan kreditur (leasing) tidak bisa menarik atau mengeksekusi obyek jaminan fidusia seperti kendaraan atau rumah secara sepihak.
Baca juga: Putusan MK: Leasing Tak Boleh Lakukan Penarikan Sepihak, Harus lewat Pengadilan
MK menyatakan, perusahaan kreditur harus meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri terlebih dahulu.
"Penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri," demikian bunyi Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020.
Kendati demikian, perusahaan leasing tetap boleh melakukan eksekusi tanpa lewat pengadilan dengan syarat pihak debitur mengakui adanya wanpretasi.
"Sepanjang pemberi hak fidusia (debitur) telah mengakui adanya “cidera janji” (wanprestasi) dan secara sukarela menyerahkan benda yang menjadi obyek dalam perjanjian fidusia, maka menjadi kewenangan sepenuhnya bagi penerima fidusia (kreditur) untuk dapat melakukan eksekusi sendiri (parate eksekusi)," lanjut MK.