Dia merupakan rekan NK saat bekerja di perusahaan kosmetik di Tangerang.
Tersangka MF berperan memproduksi kosmetik ilegal menggunakan bahan-bahan kimia yang dijual bebas di pasaran.
"Perannya dia yang produksi, dia yang mengetahui formula untuk membuat bahan-bahan yang dipakai untuk misalnya obat toner, krim malam, krim siang. Dia kan belajar pernah bekerja di perusahaan kosmetik," ujar Yusri.
Selanjutnya, tersangka ketiga berinisial S berperan mendistribusikan produk kosmetik ke toko-toko kosmetik dan dokter kulit yang bekerja di klinik kecantikan di daerah Jakarta.
Yusri mengungkapkan, pelanggan kosmetik ilegal tersebut adalah dokter kulit yang membuka klinik kecantikan di Jakarta.
Kosmetik yang diedarkan terdiri dari toner, krim siang, krim malam, dan pembersih wajah. Berdasarkan keterangan para tersangka, tercatat 20 dokter kulit yang menerima kosmetik ilegal itu.
Selain itu, kosmetik tanpa nama itu juga diedarkan ke toko-toko kosmetik. Nantinya, toko kosmetik yang akan memberi nama atau merk pada kosmetik itu.
"Menurut keterangan yang bersangkutan, mereka melempar ke toko kosmetik di Jakarta. Bahkan konsumennya ada dokter yang memang menerima barang ini, yakni dokter kulit," ungkap Yusri.
Kanit 1 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Kompol Kresno Wisnu Putranto mengatakan, para tersangka biasa menawarkan kosmetik secara door to door kepada para dokter kulit.
"Kita baru mendapat informasi beberapa tempat dan ini mau kita dalami mereka dapat dari mana. Mereka sih ceritanya door to door menawarkan hingga akhirnya dapat pelanggan," ungkap Kresno.
Baca juga: Industri Kosmetik Ilegal di Depok Raup Keuntungan Rp 200 Juta Per Bulan
Sejak didirikan pada tahun 2015, tersangka MF memproduksi kosmetik dengan cara mencampur bahan-bahan kimia tanpa takaran yang sesuai.
Tresno mengungkapkan, tersangka NK dan MF mengetahui bahan dasar pembuatan kosmetik saat bekerja di perusahaan kosmetik.
Selanjutnya, mereka membeli bahan-bahan dasar pembuatan kosmetik itu dari toko bahan kimia di Jakarta.
"Jadi, mereka sebenarnya tahu bahan bahan apa yang digunakan, cuma bahan-bahan yang digunakan itu kan tetap ada takarannya. Dari takaran yang sudah dibuat itu kan harusnya diuji di BPOM, apakah ini sudah layak atau belum," ungkap Kresno.
"Untuk bahan (dasar produksi kosmetik), sementara ini kami masih melakukan uji laboratorium dan hasilnya belum keluar. Sementara yang sudah jelas tindak pidananya adalah mengedarkan kosmetik tanpa izin edar," lanjutnya.
Dari hasil produksi kosmetik ilegal itu, tersangka bisa meraup keuntungan hingga Rp 200 juta dalam sebulan. Industri kosmetik ilegal itu baru bisa menarik minat banyak konsumen sejak pertengahan tahun 2019.
"Mulai pertengahan tahun 2019 mulai ramai konsumennya karena tersangka mulai mencari-cari konsumen yang lain. Peredarannya setiap hari, bahkan selama sebulan keuntungannya hampir Rp 200 juta," ujar Yusri.
Atas perbuatannya, ketiga tersangka dijerat Pasal 196 subsider Pasal 197 Juncto Pasal 106 Undang-Undang 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Ancamannya kurungan penjara selama 10 tahun atau denda sebesar Rp 1 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.