Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ikatan Ahli Arkeolog Protes Revitalisasi dan Pemanfaatan Monas untuk Formula E

Kompas.com - 20/02/2020, 19:25 WIB
Ryana Aryadita Umasugi,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Revitalisasi dan pemanfaatan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat mendapat tentangan dari sejumlah pihak termasuk dari Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI).

IAAI memprotes Pemprov DKI atas revitalisasi dan pemanfaatan situs cagar budaya itu yang dilakukan tanpa prosedur yang sesuai peraturan perundangan.

Ketua IAAI Wiwin Djuwita Ramelan menilai, Pemprov DKI telah melakukan kesalahan dalam proses penataan ulang Monas dan Kawasan Medan Merdeka karena tidak mengkaji peraturan yang ada seperti Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 25 Tahun 1995 Tentang Pembangunan Kawasan Medan Merdeka.

Selain itu, menurut dia, Pemprov DKI juga tak mengkaji peraturan soal revitalisasi situs cagar budaya yang juga diatur oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dalam pasal 80-81.

"Mengingatkan bahwa Kawasan Lapangan Merdeka bukan sekadar lahan kosong tetapi diatur secara khusus dan ketat karena memiliki nilai-nilai penting. Kawasan merdeka adalah situs tempat Monumen Nasional lambang kegigihan rakyat Indonesia melawan penjajah serta monumen peringatan pengingat dan penyemangat bagi generasi mendatang," kata Wiwin dalam keterangan tertulis yang diperoleh Kompas.com Kamis (20/2/2020).

Baca juga: Revitalisasi Monas: Dari Ditolak Istana Negara, Mangkrak, hingga Kembali Berjalan

Ia juga keberatan karena pengajuan perizinan kepada Komite Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka utamanya Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) dilakukan setelah sudah dilakukan revitalisasi sisi selatan Monas.

Maka IAAI mendesak Komisi Pengarah situs cagar budaya tersebut untuk menghentikan izin kepada Pemprov DKI atas pemanfaatan yang telah dikeluarkan sebelumnya.

"Mendesak agar Pemprov DKI Jakarta segera menghentikan proses pembongkaran Kawasan Cagar Budaya Lapangan Merdeka yang dapat mengakibatkan kerusakan lebih besar," kata dia.

Tak hanya masalah revitalisasi, pihaknya juga menentang kawasan Monas sebagai perlintasan mobil balap Formula E yang dinilai cacat administrasi.

Baca juga: Megawati Singgung Anies Baswedan: Kenapa Formula E Harus di Monas?

Wiwin menegaskan bahwa kawasan Monas dan Lapangan Merdeka sudah ditetapkan sebagai cagar budaya melalui SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 475 Tahun 1993.

Kemudian, pada tanggal 25 April 2005 melalui Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (PerMenBudPar No. PM.13/PW.007/MKP/05).

"Mengajak kepada masyarakat agar bersama-sama menghormati dan menjaga situs-situs lambang perjuangan bangsa," tutupnya.

Proyek revitalisasi Monas yang sempat dihentikan sementara kemudian dilanjutkan setelah mendapat izin dari Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka.

Revitalisasi ditargetkan rampung akhir Februari 2020.

Sementara terkait rencana balapan Formula E, Tim Ahli Cagar Budaya menolak digelar di Monas dengan alasan Monas adalah area yang sakral.

Presiden ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri juga mengkritik soal rencana menggelar event balapan mobil listrik Formula E di Monas, Jakarta pada 6 Juni 2020.

Megawati menegaskan, Monas merupakan cagar budaya yang dilindungi, maka sudah semestinya pemerintah melindungi kawasan tersebut. 

Megawai mempertanyakan, mengapa Gubernur DKI Anies Baswedan tak mencari tempat lain selain Monas.

"Kenapa sih, mau bikin Formula E kenapa sih harus di situ? Kenapa sih enggak di tempat lain? Kan begitu. Peraturan itu ya peraturan," kata Megawati.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Megapolitan
Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Megapolitan
“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

Megapolitan
Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Megapolitan
Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Megapolitan
Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Megapolitan
Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Megapolitan
Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Megapolitan
Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Megapolitan
Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Megapolitan
Perampok Pecah Kaca Mobil Kuras Dompet, iPad hingga iPhone 11 Pro Max

Perampok Pecah Kaca Mobil Kuras Dompet, iPad hingga iPhone 11 Pro Max

Megapolitan
Maling di Sawangan Depok Angkut 2 Motor Lewati Portal Jalan

Maling di Sawangan Depok Angkut 2 Motor Lewati Portal Jalan

Megapolitan
Pedagang Pigura di Jakpus 'Curi Start' Jualan Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Jakpus "Curi Start" Jualan Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketua DPRD DKI Pertanyakan Urgensi Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

Ketua DPRD DKI Pertanyakan Urgensi Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

Megapolitan
Gugatan PDI-P atas KPU ke PTUN Tak Bisa Pengaruhi Hasil Pemilu 2024

Gugatan PDI-P atas KPU ke PTUN Tak Bisa Pengaruhi Hasil Pemilu 2024

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com