Karena itu, TGUPP harusnya diisi oleh orang-orang yang kompeten, bukan sebaliknya.
"Sangat kontraproduktif menurut saya, karena bukan memberi ruang kepada orang-orang terbaik di DKI Jakarta, tapi malah jadi tempat penampungan orang-orang yang gagal dalam melaksanakan program-program pembangunan," kata dia.
Menurut Trubus, keberadaan orang yang tidak kompeten justru akan melemahkan TGUPP. Apalagi, kinerja TGUPP selama ini tidak menonjol.
"Ini harus dievaluasi, TGUPP ini kan anggarannya sangat besar. Kinerja selama ini juga enggak menonjol-menonjol amat, terutama banyaknya persoalan yang melilit Pak Gubernur, mulai dari KUA-PPAS 2020, APBD, sampai persoalan revitalisasi Monas, Formula E, banjir. Ini kan harusnya semuanya TGUPP mengambil peran besar di situ," ucap Trubus.
Pemprov DKI bantah TGUPP tempat pembuangan
Kepala BKD Chaidir membantah TGUPP menjadi tempat pembuangan para pejabat yang tidak kompeten dan non-job.
Chaidir mengatakan, Kelik sebenarnya memiliki keahlian. Hanya saja, Kelik tidak bisa memenuhi target kinerja yang sudah disusun secara sistematis.
"Kan hanya kinerjanya, beliau (Kelik) padahal punya keahlian, mampu, kalau kinerja kan kaitan dengan sistem," kata Chaidir.
Sementara itu, Firmansyah, Lutfi, dan Yuandi menjadi anggota TGUPP imbas dari restrukturisasi organisasi di tubuh Pemprov DKI.
Firmansyah dan Lutfi menjadi anggota TGUPP karena SKPD yang mereka pimpin dibubarkan. Dua SKPD itu digabung menjadi Biro Umum dan Administrasi.
Sementara Yuandi bergabung menjadi anggota TGUPP karena BPRD diubah nomenklaturnya menjadi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).
Pejabat Bapenda harus dijaring melalui seleksi terbuka atau lelang jabatan. Karena itu, Yuandi ditempatkan di TGUPP.
Menurut Chaidir, keempat mantan pejabat DKI itu bisa mengikuti seleksi terbuka untuk jabatan tertentu ketika BKD membuka proses seleksi.
BKD saat ini masih berkoordinasi dengan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk membuka seleksi terbuka untuk sejumlah jabatan.
"Karena perampingan organisasi, mereka menunggu di sini (TGUPP), nanti begitu dibuka ada seleksi terbuka lagi, dia daftar, boleh," ucap Chaidir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.