JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah seniman mengaku kecewa dengan adanya kebijakan revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM) yang dinilai bersifat komersial dan merugikan para seniman.
Apalagi, konsep tersebut tidak pernah didiskusikan dengan para seniman.
"Kebijakan revitalisasi TIM saat ini termasuk cacat prosedural karena tidak pernah dibicarakan dengan seniman sebelumnya," ujar Exan Zen, salah satu seniman yang ditemui Kompas.com pada Jumat (28/2/2020) sore di depan Taman Ismail Marzuki.
Exan menjelaskan, sebenarnya ia tak mempermasalahkan revitalisasi TIM. Namun, dia menolak salah satu bagian revitalisasi TIM yang membangun hotel bintang lima setinggi tujuh lantai karena dianggap komersialisme.
Baca juga: Proyek Revitalisasi TIM Dibawa ke Senayan, Anies Klaim Tak Cari Untung hingga Dimoratorium
"Desain awal revitalisasi TIM itu mengikuti desain Anggra Martin, pemenang sayembara TIM tahun 2007. Sedangkan desain yang sekarang dirombak total dengan adanya pembangunan hotel bintang lima. Berarti kan esensi dari TIM itu sudah hilang," ujar Exan.
Exan menambahkan, selain bersifat komersial, kebijakan revitalisasi TIM tidak konsisten karena kebijakan yang berubah-ubah.
"Pertama, dibilang mau dibuat hotel bintang lima, terus sekarang ingin dibuat wisma seni, tetapi dengan fasilitas bintang empat. Lalu, Gubernur DKI ngomong Gedung Graha Bakti Budaya (GBB) sedang diperbaiki, kenyataannya malah sudah rata dengan tanah. Jadi, apa yang diucapkan ya tidak sesuai," ujar Exan.
Dengan dihancurkannya Gedung Graha Bhakti Budaya (GBB), dia menilai ini sudah melanggar peraturan karena GBB merupakan cagar budaya yang harus dilindungi.
Baca juga: Sanggah Anies, Ketua DPRD DKI Sebut Bohong jika Revitalisasi TIM Tak Ada Keuntungan
Kebijakan revitalisasi ini sangat berpengaruh terhadap aktivitas para seniman.
Budi Karmanzo, salah satu pelukis, berkata bahwa ia tak mempermasalahkan revitalisasi TIM, tetapi sebaiknya ada konfirmasi mengenai proyek revitalisasi ini kepada para seniman agar mengetahui kebijakan revitalisasi.
"Kan revitalisasi TIM ini tiba-tiba aja, kami (seniman) tidak diberitahu sebelumnya,” ujar Budi.
Budi berujar, revitalisasi TIM ini tidak melibatkan para seniman dan Pemprov DKI tidak membicarakan sebelumnya.
Ia menilai bahwa kebijakan revitalisasi ini sudah merusak rumah seniman. Budi khawatir dengan adanya kebijakan revitalisasi ini, nantinya rumah bagi para seniman untuk berekspresi akan habis.
Baca juga: Rapat di DPR Bahas Revitalisasi TIM, Gubernur Anies: Bukan untuk Cari Keuntungan
"Yang di Kuningan sudah habis, GOR Sumantri sudah jadi plaza festival. Taman Ismail Marzuki nanti dibangun hotel. Nanti kan lama-lama rumah kebudayaan seni habis kalau kayak begini,” ujar Budi.
Dengan adanya kebijakan revitalisasi ini, para seniman tidak bisa pentas karena Gedung Graha Bhakti sudah tidak ada. Sampai saat ini, Pemprov DKI belum menyediakan tempat alternatif bagi para seniman untuk berkarya.
“Belum ada. Makanya, sekarang kami pentas di Gedung Kesenian Jakarta untuk sementara dan kita harus bayar kalau di sana,” kata Budi.
“Tempat kita benar-benar diapresiasi itu hanya di TIM saja. Kalau TIM dihancurkan, kita mau diapresiasi di mana lagi? Tidak ada lagi tempat untuk kita untuk berekspresi lagi,” tambah Budi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.