JAKARTA, KOMPAS.com - Bisnis kematian mungkin menjadi hal yang tabu bagi sebagian orang.
Namun, bagi yang menggeluti bisnis ini, kematian seseorang bisa mendulang keuntungan yang lumayan besar meski harus meraup untung dari duka orang lain.
Namun, perlu ditegaskan, tidak ada yang salah dengan bisnis ini.
Salah satu model usaha yang berbau dengan kematian adalah penjual bunga untuk ziarah di sekitaran Tempat Pemakaman Umum (TPU).
Baca juga: Pemkot Bogor Relokasi Makam yang Terdampak Longsor
Kompas.com pun berkesempatan bertemu dengan salah satu penjual bunga pertama di kawasan TPU Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur.
Agus Eka Jaya, (38) selaku toko pemilik toko bunga “Eka Jaya” mengaku sudah menekuni usaha yang digeluti ayahnya sejak tahun 1999.
“Kita termasuk toko pertama yang berjualan di sini. Dulu belum seramai ini (jualan bunga). Semua masih pohon bambu,” kata dia saat ditemui di Jalan Raya TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur, Sabtu (7/3/202)
Mungkin, di awal tahun 2000-an, berjualan bunga di sekitaran TPU Pondok Ranggon belum lazim dilakukan.
Sebab, ketika Agus dan keluarga memutuskan untuk berjualan bunga, komentar miring pun berdatangan.
“Awal-awal buka diketawain sama tetangga, ngapain jualan bunga? Karena kan orang asli sini enggak mau jualan seperti ini,” jelas Agus.
Lambat laun, usahanya pun semakin besar. Pelan-pelan dia merambah berjualan bunga per ikat atau bucket, bunga papan, berjualan batu nisan, kain kafan, hingga kadang menghias acara pernikahan dengan bunga.
“Nah lama-lama yang lain pada bermunculan tuh pedagang pedagang lain,” ucap dia.
Baca juga: Suka dan Duka Maulana, Penjaga Makam Terluas di Jakarta Barat
Hingga saat ini, dia sudah mempunyai toko tetap dengan beragam koleksi bunga.
Sama seperti dunia usaha pada umumnya, Agus pun punya masa di mana usahanya naik maupun turun.
Dua bulan berkah bagi Agus adalah ketika Lebaran dan Natal. Sebab, di dua momentum tersebut, banyak warga yang ziarah ke makam keluarga.
“Kalau Lebaran dan Natal kita bisa nonstop seharian. Selalu ada yang datang,” kata dia.
Mereka yang datang sudah pasti mengincar bunga untuk ditaburkan ke makam.
Normalnya, Agus menjual bunga tersebut seharga Rp 5.000 per kantong kresek. Untuk ukuran yang agak besar, dia biasa menjual seharga Rp 15.000 sampai Rp 20.000.
Namun jika memasuki bulan-bulan tersebut, Agus harus menaikkan harga karena mengikuti pasar.
Itu baru untuk penjualan bunga yang ditaburkan di pemakaman. Belum lagi untuk penjualan bunga hidup.
Warga umumnya membeli bunga hidup untuk dijadikan hadiah ucapan selamat ulang tahun, ucapan selamat ketika wisuda, atau dekorasi pesta pernikahan.
Harganya bunga per tangkai yang dijual pun variatif.
Untuk bunga mawar per tangkainya biasa dijual sebesar Rp 10.000. Sementara bunga Aster dan Sedap Malam seharga Rp 5.000 per tangkai.
Baca juga: Bisnis Batu Nisan di Ciputat, Pemesannya Orang Biasa hingga Pejabat
Sedangkan yang paling mahal ada bunga Lily dan Anggrek Bulan yang harganya bisa mencapai Rp 50.000 per tangkai.
Untuk bunga bucket, Agus hanya mengikuti keinginan dan budget pelanggan.
“Kalau misalnya pelanggan maunya yang Rp. 100.000, berarti dapat bunganya ini, ini, dan ini. Jadi itu harga bunganya saja. Kalau ada hiasan pita atau tisu yang agak besar paling nambah biaya itu saja,” terang dia.
Maka tidak heran jika omzet perbulannya tidak menentu, berkisar Rp 15 juta sampai Rp 25 juta per bulan
Namun, di sisi lain, Agus harus menjaga kesegaran bunga yang ada di toko.
Hal tersebut perlu dilakukan lantaran bunga hidup hanya bertahan empat sampai lima hari.
Di hari pertama, Agus akan memotong tangkai bunga tersebut dan merendamnya di dalam air.
“Hari pertama bunga pasti langsung dari petani, kita langsung memotong tangkai bawahnya asaja terus kita kasih air untuk penyerapan air di bunganya seniri. Kalau hari kedua, daun-daun sudah layu ya kita beresi, kita bersihkan,” terang dia.
Dedaunan yang sudah layu diharapkan tidak bersentuhan dengan daun lain. Sebab, daun yang semula masih segar akan ikut layu.
Tidak hanya soal bunga, dia juga menceritakan fenomena untung rugi di bidang penjualan batu nisan.
Harus diakui, penjualan batu nisan tidak selaris manis bunga.
Dia mengatakan, umumnya keluarga akan berpikir untuk membuat batu nisan ketika 100 hari atau 40 hari setelah anggota keluarganya dimakamkan.
Maka dari itu, dalam sebulan, hanya ada satu dua orang yang datang minta dibuatkan batu nisan.
Baca juga: Bisnis Kematian, Peti Jenazah untuk Mereka yang Kaya hingga Papa
Harganya berkisar Rp 600.000 hingga Rp 800.000 dengan bahan dasar batu nisan granit dan marmer.
“Cat pun jadi perhatian khusus kami ya. Karena kan itu cat enggak bisa sekali untuk batu nisan. Takutnya jika panas tidak cukup panasnya pun akan pudar dalam satu sampai dua tahun. Makanya kita kasih tempo dua minggu untuk buat batu nisan karena proses catnya itu,” terang dia.
Di balik puluhan juta yang dia panen perbulannya, Agus sadar bahwa ada keluarga yang berduka dari setiap uang yang dia mabil.
Namun apa mau dikata, itu adalah konsekuensi bisnis yang sudah dia geluti puluhan tahun.
Bisnis yang selama ini membuat ngebul dapurnya.
Dia mengaku mempunyai tanggung jawab moral dalam menjalankan bisnis tersebut. Maka dari itu, dia berusaha rutin memberi bonus kepada setiap pelanggan yang datang kepadanya.
Misal, jika ada pelanggan yang ingin membeli paket berupa kain kafan, bunga, payung, gayung untuk prosesi penguburan dengan harga Rp 600.000, Agus selalu menambahkan sesuatu untuk keluarga yang membeli paket tersebut.
“Biasanya kalau paket dapat bunga cuman berapa, air mawar berapa. Itu selalu kita tambahin beberapa kantong bunga, tambahin yang lain. Kita niatin untuk berbagi dan turut berbela sungkawa,” beber dia.
“Sebenarnya ini rahasia kita ya, tapi enggak apa-apa kita buka supaya menginspirasi orang lain. Bahwa sebenarnya yang kita dapat harus dibagikan lagi ke orang lain,” kata dia.
Bahkan tanggung jawab moral tersebut berujung kepada niatan Agus dan keluarga membangun panti asuhan di kawasan Purworejo, Jawa Tengah.
Pesantren itu pun sudah beroperasi selama delapan tahun.
“Alhamdulillah, dari tanah kosong kami menyisihkan harta kami untuk membangun pesantren, membangun mushala. Dan saat ini kami sedang menyisihkan uang untuk membangun asrama putri dan itu pondok yatim di sana,” terang dia.
Dia meyakini, keuntungan yang selama ini dia dapat tidak lain merupakan berkat doa anak-anak yatim yang mereka rangkul selama ini.
Perasaan senang dan haru kerap dirasakan Agus jika namanya dan keluarga disebut dalam doa yang dipanjatkan anak yatim.
“Kalau kami main ke sana dan mendengar mereka menyebut nama kami dalam doa itu kayak apa ya, di situlah keindahannya, tidak bisa dibayar rasa senang itu,” ucap dia.
Baca juga: Bongkar Bisnis Prostitusi di Puncak, Polisi Amankan 2 Muncikari dan PSK
Dari tindakan ini, Agus menunjukkan bahwa dia sadar betul untung yang dia dapat berasal dari orang sedang berduka karena ditinggalkan sanak keluarga.
Maka dari itu, dia berusaha menebus rasa sedih dengan merawat anak-anak yang sudah ditinggalkan orang tuanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.