Akan tetapi semua itu tak terlihat di kediamannya Bagas. Pekarangannya memang sudah seperti kolam air berwarna kopi susu. Namun setelah menaiki tangga teras rumahnya semua kering.
Pun ketika saya dipersilahkan masuk oleh Bagas. Semua barang-barang masih tersusun rapi di tempatnya.
"Yang Rp 450 jutanya itu worth it banget. Sisanya (125 juta) harus bisa lebih efisien. Perawatan pascabanjir juga lebih kecil. Palingan pakai sapu lidi," tutur Bagas.
Meski rumahnya sudah ramah air, Bagas ternyata masih punya mimpi agar ruamhnya benar-benar ramah lingkungan. Ia berniat membangun panel surya dan vertical garden agar rumahnya hemat energi dan asri.
Baca juga: 4 Pasien di RSUD Pasar Minggu Dalam Pengawasan Terkait Virus Corona
Bahkan, ia juga punya angan-angan untuk membangun sistem pengolahan limbah air di rumahnya itu.
"Kepengennya itu nanti air cuci, air mandi jadi dibikin pengolahan lagi bisa juga dipakai minum buat flush dan nyiram tanaman kalau kayak gitu kan lebih irit lagi," ujar Bagas.
Semua itu ia lakukan agar menerima fakta bahwa kawasan Kelapa Gading dulunya merupakan kawasan rawa-rawa yang selalu basah. Ketimbang pusing protes sana sini, pria ini lebih memilih untuk mencari solusi.
Pertemuannya dengan arsitek yang sepemikiran pun memantapkan langkahnya membangun rumah ramah air dan merasakan manfaatnya sampai saat ini.
"Beliau itu (Yu Sing) bilang gini 'Kalau buat rumah itu manfaarkan kondisi yang ada di sekitar. Kalau lingkungan kita itu banyak airnya, jangan dimusuhin karena airnya juga enggak akan kemana-mana,'. Dari situlah kami ketemu dan jadilah rumah saat ini," ujar Bagas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.