JAKARTA, KOMPAS.com - Ancaman banjir yang terus menerus datang membuat salah seorang warga Kelapa Gading mencari solusi model rumah yang tepat.
Lelah fisik hingga banyak mengeluarkan biaya akibat banjir menjadi alasan Bagas Sweta Bhaskara mencari dengan sabar arsitek untuk membangun rumah impiannya yang mampu berkawan dengan air.
Hingga pada suatu waktu dia bertemu dengan seorang arsitek bernama Yu Sing.
Yu Sing memperkenalkan konsep hunian bagi kawasan rawan banjir. Menrut arsitek ini, air jangan dimusuhi. Manusia lah yang harusnya berkawan dengan air.
Baca juga: Seluruh Akses Menuju Kelapa Gading Terendam Banjir
Konsep ini diyakini pula oleh Bagas hingga akhirnya dia memutuskan merenovasi rumah menjadi rumah panggung dan berbagai komponen rumahnya yang dibuat seramah lingkungan mungkin.
Hasilnya, pada banjir awal tahun lalu, rumah Bagas tak ikut kebanjiran meski jalanan depan rumahnya banjir sekitar 50 cm.
Kisah inspiratif Bagas ini menjadi berita terpopuler di Megapolitan Kompas.com.
Simak empat berita populer yang sudah kami ringkas untuk Anda:
Bagas Sweta Bhaskara merupakan salah satu warga yang jadi saksi semakin parahnya banjir Kelapa Gading.
Ia mengaku sudah tinggal di Kelapa Gading sejak tahun 1982 bersama dengan keluarga besarnya.
"Jadi kami sekeluarga tinggal di sini sama Bapak Ibu itu tahun 1982-an. Dulu kita di tengah agak tinggi. Belum banyak bangunan-bangunan. Masih rawa-rawa dan sawah semua," kata Bagas saat ditemui di kediamannya.
Baca juga: Baru Kering Kemarin, Permukiman di Pegangsaan Dua Kelapa Gading Kembali Kebanjiran
Saat itu pun banjir sudah sering menggenangi kawasan Kelapa Gading.
Namun, kala itu, saat musim hujan, banjir hanya menggenangi jalanan tak sampai ke kediaman.
Perlahan, kawasan Kelapa Gading mulai jadi sasaran pembangunan.
Warga menguruk tanah basah Kelapa Gading untuk membangun rumah, toko, dan mal-mal seperti yang terlihat di hari ini.
Pembangunan-pembangunan itu pula yang membuat banjir Kelapa Gading semakin sering terjadi dan semakin tinggi.
Baca juga: Minta Anies Tak Tenggelamkan Kelapa Gading, Warga Tuntut Dana Banjir Dikembalikan
Sekitar tahun 2002-2003, banjir besar menenggelamkan Kawasan Kelapa Gading. Air yang semula jarang sampai masuk ke rumah Bagas, lain cerita di hari itu.
"Koleksi buku dulu sekitar 20-30 persen rusak lah. Rak buku, kan bagian bawahnya itu tertutup nah dari situ udah kenak banjir," ucap Bagas.
Saat itu lah mulai muncul ide untuk meninggikan rumah. Tapi, ide yang muncul hanya meningkatkan rumah menjadi beberapa lantai untuk mengamankan barang-barang.
Baca juga: Kenapa Banjir di Kelapa Gading Lama Surut? Ini Penjelasan Pemprov DKI
Sayangnya, di saat Bagas tengah mengumpulkan dana, banjir kembali menerjang rumahnya pada tahun 2005.
Setelah saat itu, Bagas melakukan solusi sementara dengan menaikkan barang-barang yang gampang rusak apabila terendam air ke loteng.
Hal itu ia lakukan karena masih terbatasnya dana untuk merenovasi rumah.
Sekitar tahun 2015, Bagas sempat bekerja di daerah Kalimantan yang cukup sering terendam banjir.
Dari situ ia terkagum melihat permukiman rumah warga yang didominasi dengan bangunan rumah panggung.
Dari sejumlah inspirasi itulah Bagas memantapkan hati untuk merenovasi rumahnya menjadi rumah panggung.
Baca juga: Pulomas dan Kelapa Gading Banjir, Pemprov DKI Bantah Tutup Pintu Air Sunter
Rencana membangun rumah panggung ternyata tak semudah yang dipikirkan Bagas meski sejarahnya rumah-rumah tradisional di Indonesia kebanyakan rumah panggung.
Arsitek-arsitek yang kebanyakan ditemui Bagas kebanyakan mengusulkan dirinya untuk membangun rumah kekinian dengan gaya minimalis serba beton. Bagas tentu menolak arsitek-arsitek tersebut.
Ia ingin rumahnya bisa ramah bagi lingkungan terutama air.
Sampai suatu ketika, saat Bagas tengah mencari inspirasi di Gramedia, ia menemukan sebuah buku berjudul "mimpi Rumah Murah" karya seorang arsitek bernama Yu Sing.
Bagas pun mencari informasi tentang pria yang ternyata berbasis di Pandegalang Jawa Barat.
"Akhirnya ketemu, dia itu bilang gini 'kalau bangun rumah itu, manfaatkan yang ada di sekitar. Kemudian buatlah seramah mungkin dengan lingkungan termasuk kalau lingkungan kita banyak potensi airnya manfaatkan itu, jangan dimusuhin'," ungkap Bagas.
Terpikat dengan pemaparan Yu Sing, akhirnya ia sepakat untuk menggunakan jasa arsitek itu untuk mendesain rumah panggung impiannya.
Terinspirasi dari berbagai rumah panggung di daerah-daerah, bukan berarti bentuk rumah Bagas terlihat kuno. Rumahnya justru terlihat kekinian dengan gaya minimalis tapi tetap ramah lingkungan.
Baca selengkapnya di sini.
NF (15), pelaku pembunuhan bocah yang mayatnya disimpan di lemari, tengah jalani pemeriksaan kejiwaan di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (9/3/2020).
Kepala Tim Dokter Kejiwaan RS Polri Kramat Jati Henny Riana mengatakan, masa pemeriksaan kejiwaan NF setidaknya akan berlangsung selama 14 hari.
NF ditangani oleh sejumlah tim dokter kejiwaan yang telah dibentuk pihak RS Polri Kramat Jati.
Baca juga: Remaja yang Bunuh Bocah 5 Tahun di Sawah Besar Terinspirasi Film Chucky
"(NF dirawat) di salah satu ruangan, kita perlu isolasi, karena dalam menangani kasus ini, bukan ruangan biasa. Ruangan khusus untuk psikiatri forensik. Kita baru pemeriksaan tahap awal, mulai dari pendekatan sebagai dokter dan terperiksa dalam hal ini pasien," kata Henny di lokasi, Senin.
Adapun tujuan pemeriksaan kejiwaan NF dilakukan guna memastikan apakah NF mengalami gangguan kejiwaan atau tidak.
NF sebelumnya membunuh bocah yang merupakan tetangganya sendiri, APA (5).
Baca juga: Periksa Orangtua Pelaku, Polisi Selidiki Keseharian Remaja Pembunuh Bocah di Sawah Besar
Peristiwa pembunuhan tersebut terjadi di daerah Sawah Besar, Jakarta Pusat, Kamis (5/3/2020). Pembunuhannya tergolong sadis.
Sikap pelaku pembunuhan yang mengaku tidak menyesal juga mendapatkan sorotan dari publik.
Kepada polisi, pelaku mengaku terinspirasi dari film-film horor yang kerap ditontonnya.
Baca selengkapnya di sini.
Ratusan mahasiswa Universitas Gunadarma melancarkan aksi long march dalam rangka unjuk rasa, Senin (9/3/2020).
Mereka berjalan kaki dari Kampus E di Kelapa Dua, Cimanggis, selama kurang lebih satu jam sebelum tiba di titik aksi Kampus D, Jalan Margonda Raya.
Pantauan Kompas.com, mahasiswa peserta demo rata-rata mengenakan jaket almamater dan menguasai nyaris seluruh badan jalan.
Baca juga: Duduk Perkara Ribuan Mahasiswa Universitas Gunadarma Demo Kampusnya Sendiri
Akibatnya, Jalan Komjen Jasin atau Raya Kelapa Dua dan Margonda Raya dilanda kemacetan lebih dari 200 meter selama aksi long march berlangsung.
Aksi unjuk rasa ini menuntut pihak Universitas Gunadarma agar membenahi aneka sistem perkuliahan serta perbaikan fasilitas.
Para mahasiswa tampak membentangkan aneka spanduk protes, seperti "sistemku tak sebagus gedungku", "ada yang berantakan tapi bukan kamarku, melainkan kampusku", "jangan digulung karena kami sedang minta tulung".
Baca selengkapnya di sini.
Jagat hiburan tanah air kembali digemparkan dengan tersangkutnya artis peran Ririn Ekawati dalam kasus dugaan penyalahgunaan narkoba.
Ririn berurusan dengan polisi dari Satresnarkoba Polres Metro Jakarta Barat karena kedapatan mempunyai beberapa pil Happy Five bersama dengan asistennya ITY dan DN rekannya.
Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol Audie S Latuheru pun mengonfirmasi penangkapan artis tersebut dan masih memeriksanya hingga kini.
Baca juga: Bantah Asisten, Ririn Ekawati Mengaku Tak Konsumsi Happy Five
Akan tetapi usai menjalani tes urine, Ririn dinyatakan negati konsumsi narkoba.
Namun, artis ini tetap diwajibkan menjalani serangakain uji laboratorium lain terkait narkoba di Lido, Bogor.
Saat ditangkap di Setiabudi, Jakarta Selatan, Ririn bersama dua orangnya. Salah satunya adalah asisten Ririn.
Polisi juga mengamankan sejumlah alat bukti puluhan butir pil happy five.
Baca selengkapnya di sini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.