Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilema Pesta Adat Pernikahan Batak di Tengah Merebaknya Virus Corona

Kompas.com - 18/03/2020, 17:07 WIB
Walda Marison,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wabah Covid-19 yang disebabkan oleh virus corona terus menyebar di Indonesia, khususnya di Jakarta dan sekitarnya.

Data yang dirilis pemerintah, Rabu (18/3/2020), sudah ada 227 kasus Covid-19 di Indonesia.

Selasa kemarin, pemerintah mengumumkan ada 172 kasus positif. Jadi, ada tambahan 55 kasus baru.

Dari angka tersebut, sebanyak 11 orang sembuh dan 19 pasien meninggal.

Baca juga: UPDATE: Jumlah Tambah 55, Total Pasien Positif Covid-19 Ada 227 Kasus

Pemerintah sudah mengeluarkan sejumlah imbauan untuk mencegah penyebaran virus corona semakin meluas.

Warga diminta menghindari keramaian yang berpotensi terjadi penyebaran virus corona.

Work from home (WFH) atau bekerja di rumah dan social distancing atau menjaga jarak antara yang satu dengan yang lain semakin gencar disosialisasikan.

Warga diminta tidak keluar rumah jika tidak ada urusan mendesak.

Meski demikian, pemerintah tidak bisa melarang kegiatan warga yang melibatkan banyak orang.

Faktanya, di Jakarta dan sekitarnya, acara pernikahan masih berlangsung dan bakal tetap berjalan di tengah merebaknya virus corona.

Baca juga: UPDATE: Pasien Covid-19 Meninggal Jadi 19 Orang, 12 di DKI

Meski demikian, ada calon pengantin yang membatalkan atau menunda resepsi dan hanya menggelar pernikahan secara agama.

Namun, pesta adat dalam pernikahan Batak yang biasa digelar setiap akhir pekan tetap berjalan.

Pesta-pesta adat Batak tetap berjalan pada Sabtu pekan lalu di Jakarta dan sekitarnya. Sementara pesta adat pada Sabtu pekan ini, rencananya tetap akan digelar.

Pesta adat Batak lazimnya dihadiri hingga ribuan orang, digelar setelah acara pernikahan secara agama.

Prosesi adat berjalan sejak siang dan biasanya berakhir pada petang, bahkan hingga malam.

Selama prosesi adat berlangsung, kontak fisik antarmanusia biasa terjadi. Bersalaman, duduk berdekatan ketika makan, berbaris rapat ketika hendak memberikan ulos kepada pengantin, dan lainnya. Social distancing tidak terjadi.

Tentu, kondisi tersebut rentan terjadi penyebaran virus corona. Pasalnya, tidak bisa diketahui apakah ada orang yang membawa virus tersebut atau tidak.

Terlebih lagi, di antara mereka yang hadir termasuk dalam kelompok paling rentan terinfeksi, yakni orang yang berusia lanjut (lansia) dan orang yang memiliki kondisi medis kronis, seperti memiliki penyakit jantung, diabetes, dan paru-paru.

Sulit ditunda atau dibatalkan

Ketua Umum Tambunan Pagaraji Sedunia, Russel Tambunan, mengatakan, sulit untuk mengundurkan waktu pesta adat atau membatalkan acara.

Undangan yang telah disebar serta persiapan yang sudah rampung menjadi alasan utama.

"Masalahnya pesta Batak enggak bisa direncanakan tiga bulan. Enggak ada pesta Batak (dipersiapkan) tiga bulan, minimal enam bulan, rata-rata satu tahun," jelas dia, Rabu.

Baca juga: Anies: Pencegahan Penyebaran Covid-19 Tak Bisa Dikerjakan Pemerintah Sendiri

Alasan itu yang membuat keluarga kedua pengantin tetap menggelar pesta adat pada beberapa pekan lalu. Begitu pula dengan rencana pesta adat dalam waktu dekat.

Alasan lain pesta tetap berjalan karena melihat data pasien corona di banyak negara.

Faktanya, kata Russel, jauh lebih banyak pasien yang sembuh. Alasan itu yang membuat orang-orang Batak tak terlalu khawatir.

"Sekarang di luar negeri kan sudah banyak yang sembuh. Kita juga tahu kalau ada yang suspect juga dari 100 persen yang meninggal sekian persen, jadi semua orang tahu itu," ucap dia.

Meski demikian, dia mengakui bahwa ada perhatian khusus selama acara berjalan di tengah merebaknya virus corona.

DIa menekankan perlu adanya perhatian kesehatan masing-masing orang. Semua orang Batak yang mengetahui situasi saat ini harus benar-benar menjaga kondisi tubuh dengan baik.

"Harus punya kesadaran bersama. Kalau dia merasa badannya tidak fit, ya enggak usah ke pesta. Yang penting jaga kesehatan, stamina, dan ikuti imbauan pemerintah," ujar dia.

Selain itu, penyelenggara pesta perlu melakukan pengecekan suhu tubuh dan menyediakan pembersih tangan.

Russel memberi contoh pesta adat yang diikutinya pekan lalu. Tamu yang suhu tubuhnya di atas 37,5 derajat celsius tidak diizinkan masuk.

"Kalau pengecekan suhu (hasilnya demam) sudah pasti kena suspect walaupun belum tentukan corona. Sebaiknya jangan disuruh masuk. Kayak di pesta adat yang saya gelar kemarin. Tamu pesta ada beberapa disuruh pulang karena suhu badan," terang dia.

Komunitas adat didorong patuh

Komunitas adat di Indonesia didorong agar patuh pada segala imbauan pencegahan penyebaran Virus Corona.

Baca juga: Komunitas Adat Didorong Patuh Imbauan Pencegahan Penyebaran Covid-19

Peran mereka penting untuk mencegah penyebaran Covid-19 tidak semakin meluas.

Peneliti Ahli Utama bidang Kebudayaan LIPI, Alie Humaedi, mengakui imbauan yang disampaikan pemerintah sedikit bertentangan dengan kultur masyarakat adat Indonesia pada umumnya.

Imbauan tersebut diantaranya social distancing atau menjaga jarak antara yang satu dengan yang lain serta menghindari kerumunan.

Dia menilai, hampir dalam setiap keseharian kita selalu bersinggungan dengan orang lain, terutama dalam acara adat.

"Nah secara umum dalam siklus kehidupan dan ritual, upacara siklus kehidupan baik kelahiran, kematian, perkawinan hampir menuntut kolektivitas atau komunalitas," kata dia saat dihubungi Kompas.com, Rabu (18/3/2020).

Namun dalam keadaan ini, diperlukan kesedian setiap individu untuk mencari strategi untuk menjalankan budaya kolektifitas, namun tidak menganggu keinginan orang lain untuk tetap hidup sehat.

Alie menekankan upaya ini bukan berarti mengubah substansi budaya seutuhnya.

"Caranya apa? Ya mungkin caranya tetap dengan kebiasaan upacara siklus kehidupan tetap dilakukan seperti pernikahan, kelahiran dan acara adat lain tetapi kemudian ada keadaban publiknya. Satu, menggunakan masker. Dua, menggunakan hand sanitizer. Tiga, mengambil jarak dulu. Jadi tetap acara itu berlangsung," terang dia.

Kesehatan harus utama

Di beberapa komunitas adat, kondisi kesehatan bukan menjadi fokus utama. Sehat atau sakit, bahkan hidup atau mati seseorang diyakini merupakan urusan Yang Maha Kuasa.

Apapun akan dilakukan demi menjalankan acara adat.

Alie melihat pola fikir seperti itu memang jadi pengangan hidup setiap masyarakat adat. Namun, terkadang bertentangan dengan dunia medis.

"Pandangan soal sakit penyakit selalu berujung kepada Tuhan, sesuatu Yang Maha Kuasa. Ini yang kemudian di satu sisi bertolak belakang dengan dunia medis, dunia klinis bahwa sakit dan penyakit itu bisa diciptakan oleh pribadi oleh lingkungan dan sebagainya," jelas dia.

Pada akhirnya, akan ada pertemuan pola pikir yang terjadi di masyarakat, yakni yang bersifat transenden (berbau ketuhanan) dan Profan (pemikiran yang tidak bersangkutan dengan agama).

Dalam hal ini, para individu atau tokoh adat harus mencari cara untuk menengahi pola fikir yang saling bertabrakan ini agar terciptanya keselarasan dalam masyarakat.

"Jadi saya tetap berpegang bahwa sakit dan penyakit saya asalnya dari Tuhan. Tapi ketika saya berhadapan dengan komunalitas, maka saya harus menghargai yang lain. Nah ini yang harus diangkat," terang dia.

"Misalnya di kampung saya. Walaupun ada larangan kerumunan ada larangan pengajian massal, tetap aja pengajian. Tetapi kemudian ada nilai yang dibangun jika sakit dan penyakit urusan Allah. Namun saya harus jaga kesehatan orang lain dengan cara-cara berikutnya," tambah dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Megapolitan
Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Megapolitan
Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Megapolitan
Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Megapolitan
Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal 'Fogging' buat Atasi DBD di Jakarta

Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal "Fogging" buat Atasi DBD di Jakarta

Megapolitan
April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Megapolitan
“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

Megapolitan
Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Megapolitan
Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Megapolitan
Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Megapolitan
Nasib Tragis Bocah 7 Tahun di Tangerang, Dibunuh Tante Sendiri karena Dendam Masalah Uang

Nasib Tragis Bocah 7 Tahun di Tangerang, Dibunuh Tante Sendiri karena Dendam Masalah Uang

Megapolitan
Resmi, Imam Budi Hartono Bakal Diusung PKS Jadi Calon Wali Kota Depok

Resmi, Imam Budi Hartono Bakal Diusung PKS Jadi Calon Wali Kota Depok

Megapolitan
Menguatnya Sinyal Koalisi di Pilkada Bogor 2024..

Menguatnya Sinyal Koalisi di Pilkada Bogor 2024..

Megapolitan
Berkoalisi dengan Gerindra di Pilkada Bogor, PKB: Ini Cinta Lama Bersemi Kembali

Berkoalisi dengan Gerindra di Pilkada Bogor, PKB: Ini Cinta Lama Bersemi Kembali

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com