JAKARTA, KOMPAS.com - Tenaga medis kini menjadi garda terdepan negara dalam menangani wabah Covid-19.
Tangan-tangan merekalah yang merawat pasien dari berstatus orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), hingga pasien positif Covid-19.
Merekalah para tenaga perawat yang rela menutup kesempatan berkumpul dengan keluarga di rumah demi berjibaku dengan penderita Covid-19.
Baca juga: 165 Tenaga Medis di Bekasi Door-to-Door untuk Rapid Test ODP dan PDP Covid-19
Hari demi hari, siang berganti malam, tiada henti melayani mereka yang terus berdatangan.
Apakah mereka tidak takut tertular? Siapa bilang.
Mereka justru menyimpan kekhawatiran besar karena menjadi pihak yang paling rentan tertular.
Namun apa daya, rasa takut itu harus dihindari.
Mereka harus pintar menyembunyikan wajah takut dibalik masker mereka seraya membangun senyuman saat melayani pasien.
Bagi mereka, tugas lah yang paling utama.
Itu juga yang dikatan dokter berinisial M. M adalah dokter yang bertugas di salah satu Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di kawasan Jakarta.
Walaupun rumah sakit tempat dia bekerja tidak dijadikan rujukan pelayanan pasien Covid-19, namun rumah sakitnya cukup sering menerima ODP, PDP, bahkan pasien positif Covid-19 untuk dirujuk ke RS rujukan yang ditunjuk pemerintah.
“Selama 20 tahun saya menjadi dokter, baru kali ini saya mengalami hal sepeti ini,” kata M ketika ditemui Kompas.com, Rabu (25/3/2020)
Walau M adalah seorang dokter, bukan berarti M tidak merasakan takut atas wabah ini.
Dia tahu persis jika virus ini akan dengan mudah menggerogoti tubuh manusia berusia yang lanjut.
Baca juga: Rawat Pasien Covid-19, Tenaga Medis Diusir dari Kos hingga Harus Menginap
Ditambah jika manusia itu mengidap penyakit lain yang berpotensi menurunkan sistem imun tubuh.
Sejenak M berkaca.
M baru saja terbebas dari kanker payudara beberapa tahun silam.
Dia takut kondisinya sebagai penyintas kanker itu akan mempermudah virus corona masuk ke dalam tubuhnya.
“Kadang saya juga takut juga ya, usiaku sekarang 46 tahun cuman kan dulu punya cancer, jadi aku juga berfikir haduh gimna yah ini,” ucap dia.
Bukan hanya itu, M juga ketakutan ketika virus tersebut nyatanya sudah manjalar ke teman-temannya sesama dokter.
Bahkan ada yang meninggal dunia. Namun M enggan menyebutkan nama-nama mereka.
“Saya juga sedih senior-senior saya juga sudah banyak yang kena. Makanya kadang-kadang saya juga hati kecil takut juga,” ucap dia.
Rasa khawatir tidak berhenti di dirinya saja.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.