Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keluh Kesah Tenaga Medis di Balik Perjuangan Melawan Covid-19

Kompas.com - 26/03/2020, 05:45 WIB
Walda Marison,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tenaga medis kini menjadi garda terdepan negara dalam menangani wabah Covid-19.

Tangan-tangan merekalah yang merawat pasien dari berstatus orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), hingga pasien positif Covid-19.

Merekalah para tenaga perawat yang rela menutup kesempatan berkumpul dengan keluarga di rumah demi berjibaku dengan penderita Covid-19.

Baca juga: 165 Tenaga Medis di Bekasi Door-to-Door untuk Rapid Test ODP dan PDP Covid-19

Hari demi hari, siang berganti malam, tiada henti melayani mereka yang terus berdatangan.

Apakah mereka tidak takut tertular? Siapa bilang.

Mereka justru menyimpan kekhawatiran besar karena menjadi pihak yang paling rentan tertular.

Namun apa daya, rasa takut itu harus dihindari.

Mereka harus pintar menyembunyikan wajah takut dibalik masker mereka seraya membangun senyuman saat melayani pasien.

Bagi mereka, tugas lah yang paling utama.

Itu juga yang dikatan dokter berinisial M. M adalah dokter yang bertugas di salah satu Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di kawasan Jakarta.

Walaupun rumah sakit tempat dia bekerja tidak dijadikan rujukan pelayanan pasien Covid-19, namun rumah sakitnya cukup sering menerima ODP, PDP, bahkan pasien positif Covid-19 untuk dirujuk ke RS rujukan yang ditunjuk pemerintah.

“Selama 20 tahun saya menjadi dokter, baru kali ini saya mengalami hal sepeti ini,” kata M ketika ditemui Kompas.com, Rabu (25/3/2020)

Walau M adalah seorang dokter, bukan berarti M tidak merasakan takut atas wabah ini.

Dia tahu persis jika virus ini akan dengan mudah menggerogoti tubuh manusia berusia yang lanjut.

Baca juga: Rawat Pasien Covid-19, Tenaga Medis Diusir dari Kos hingga Harus Menginap

Ditambah jika manusia itu mengidap penyakit lain yang berpotensi menurunkan sistem imun tubuh.

Sejenak M berkaca. 

M baru saja terbebas dari kanker payudara beberapa tahun silam.

Dia takut kondisinya sebagai penyintas kanker itu akan mempermudah virus corona masuk ke dalam tubuhnya.

“Kadang saya juga takut juga ya, usiaku sekarang 46 tahun cuman kan dulu punya cancer, jadi aku juga berfikir haduh gimna yah ini,” ucap dia.

Bukan hanya itu, M juga ketakutan ketika virus tersebut nyatanya sudah manjalar ke teman-temannya sesama dokter.

Bahkan ada yang meninggal dunia. Namun M enggan menyebutkan nama-nama mereka.

“Saya juga sedih senior-senior saya juga sudah banyak yang kena. Makanya kadang-kadang saya juga hati kecil takut juga,” ucap dia.

Rasa khawatir tidak berhenti di dirinya saja.

Anak dan suami dirumah pun juga ikut jadi perhatiannya. Dia tidak mau pulang kerumah membawa penyakit dan menularkanya kepada keluarga.

Maka dari itu, setiap hendak pulang ke rumah, dia rela mandi di rumah sakit demi memastikan dirinya bersih dari virus.

“Sampai di rumah pun saya usahakan jaga jarak dengan orang rumah,” ucap dia.

Namun terlepas dari itu, M hanya bisa berserah kepada Tuhan.

Ia percaya jika yang maha kuasa akan selalu melindunginya beserta keluarga.

Namun M juga meyakini Tuhan juga memberikan dia akal dan pikiran untuk tetap menjaga diri, bukan hanya berserah belaka namun abai kepada kondisi sekitar.

“Harus punya hikmat, punya pikiran. Karena kan iman tanpa perbuatan adalah mati, sama saja seperti itu saja,” terang dia.

Baca juga: Transjakarta Prioritaskan Tenaga Medis, Bisa Naik Bus Tanpa Antre

Fasilitas yang kurang

Banyaknya pasien yang berdatangan membuat M dan para tenaga medis lain harus bekerja keras.

Melayaninya pun tidak sembarangan.

Para dokter dan petugas yang lain harus menggunakan alat pelindung diri (APD) yang lengkap, dari ujung kaki hingga ujung kepala.

Terlebih jika ada beberap pasien mereka yang dinyatakan sebagai PDP. Dengan cepat mereka harus menyediakan ruangan isolasi.

Tidak jarang mereka kekurangan ruang isolasi untuk menampung PDP.

Mau tidak mau, ruangan apapun disulapnya menjadi ruang isolasi.

“Kita sebenarnya hanya punya tiga ruang isolasi, satu ruangan itu berisi satu orang. Karena terdesak kita harus ambil keputusan buat ruangan lain. Seperti IGD kita sekarang jadi ruang isolasi,” katanya.

Selain kurangnya ruang isolasi, M  juga mengalami permasalahan lain yakni kurangnya APD.

Mereka setiap harinya harus memakai APD lengkap selama masuk ke dalam ruang isolasi.

Ketika keluar ruangan isolasi, mereka harus melepaskan APD tersebut dan mengganti dengan yang baru.

Baca juga: Tenaga Medis Disebut Lebih Butuh Tes Corona Ketimbang Anggota DPR

Belum lagi jika mereka keluar masuk ruang isolasi dalam satu hari. Tidak terhitung berapa APD yang dihabiskan.

Maka dari itu, M menugaskan satu orang petugas medis berada di dalam satu ruangan isolasi.

Nantinya petugas itulah yang merawat pasien di dalam ruangan selama seharian.

M pun memberikan arahan kepada petugas tersebut dari balik kaca, sesekali masuk ke dalam.

“APD kita nggak boleh yang biasa saja, harus yang sama pakai coverall. Lalu petugas enggak boleh keluar masuk, jadi dia harus tetap di ruangan tersebut. Keluar masuk lagi harus memakai ADP yang baru,” ucap dia

Lambat laun persediaan APD pun menipis. Walaupun pada akhirnya pemerintah  memberikan bantuan APD kepada rumah sakitnya.

"Memang saya dengar ada bantuan APD dari pemerintah dalam jumlah banyak. Tapi kita kan ada banyak RSUD se-DKI, bayangkan saja rumah sakit rujukan sebegitu banyaknya enggak mungkin lah kami berharap banyak. Paling puluhan sampai ke kita,” kata dia.

Hal itulah yang membuat beberapa petugas medis juga mulai berjatuhan karena sakit.

Di tempat M sendiri ada dua petugas medis yang mengalami gejala Covid-19. Akhirnya mereka dipulangkan untuk mengisolasi diri di rumah selama 14 hari.

“Tenaga medis akhirnya berkurang. Ya berkurang sekali.” Jelas dia.

Imbauan untuk tetap di rumah

Setelah beberapa hari menangani pasien ODP, PDP dan sebagian positive Covid-19, M menyadari betul pentingnya imbauan pemerintah kepada masyarakat untuk tetap tinggal dirumah

Semakin banyak yang tetap tinggal dirumah, maka emakin mudah mengkontrol peredaran virus corona.

Baca juga: Pemprov DKI Perpanjang Kegiatan Belajar di Rumah sampai 5 April 2020

Namun, nampaknya tidak semua masyarakat mengerti akan hal ini.

Kesal dan jengkel begitu dirasakan M lantaran kerap melihat warga yang selalu berkeliaran di luar rumah.

“Begini ya. Bagi saya, semua orang itu adalah ODP, masih dalam pemantauan. Oke kalau kamu tidak terjangkit, tapi bagaimana kalau kamu ini carrier? Kamu mungkin tidak terancam, tapi keluarga kamu terancam, orang lain terancam,” kata dia.

M juga pernah merasa geram dengan salah satu pasiennya yang positif Covid-19.

Pasien ini rupanya enggan menuruti anjuran dokter untuk diisolasi di rumah sakit karena merasa tidak mengalami gejala apa-apa.

Bahkan, setelah diperiksa bukannya mengisolasikan diri di rumah, dia lebih memilih berjalan-jalan keluar rumah.

“Kan kita juga minta puskesmas sama RT dan RW pantau dia. Pasien ini malah keluar-luar rumah,” tutur M.

Walaupun pada akhirnya pasien tersebut mau diisolasi di rumah sakit, tetap saja perbuatanya sempat membuat M jengkel.

“Jadi apa dong daya kami jika masyarakatnya saja seperti itu? Abai akan imbauan?” jelas dia.

Belakangan dia baru mengetahui alasan pasien ini tidak mau mengisolasikan diri lantaran mendapat pandangan miring dari lingkungannya.

Statusnya sebagai positif Covid-19 rupanya cukup membuatnya tersudut di lingkungan sosial.

“Makanya seharusnya orang seperti itu harus tetap di-support. Jangan juga dikucilkan,” terang dia.

Dia berharap masyarakat bisa mengerti tanggung jawab yang diemban para tenaga medis saat ini.

Tidak begitu perlu memberikan bantuan yang dan sebagainya.

Bagi M dan teman-teman medis lainnya, masyarakat tetap berada di rumah saja sudah cukup membantu kerja mereka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kronologi 4 Warga Sipil Dianiaya Oknum TNI di Depan Mapolres Jakpus, Bermula Pemalakan Ibu Tentara

Kronologi 4 Warga Sipil Dianiaya Oknum TNI di Depan Mapolres Jakpus, Bermula Pemalakan Ibu Tentara

Megapolitan
Polisi Amankan 4 Remaja yang Bawa Senjata Tajam Sambil Bonceng 4 di Bogor

Polisi Amankan 4 Remaja yang Bawa Senjata Tajam Sambil Bonceng 4 di Bogor

Megapolitan
Wacana Sekolah Gratis, Emak-emak di Pasar Minggu Khawatir KJP Dihapus

Wacana Sekolah Gratis, Emak-emak di Pasar Minggu Khawatir KJP Dihapus

Megapolitan
Pemprov DKI Bakal Libatkan BRIN dalam Pengembangan 'Food Estate' di Kepulauan Seribu

Pemprov DKI Bakal Libatkan BRIN dalam Pengembangan "Food Estate" di Kepulauan Seribu

Megapolitan
Mengenang 9 Tahun Kematian Akseyna, Mahasiswa UI Berkumpul dengan Pakaian Serba Hitam

Mengenang 9 Tahun Kematian Akseyna, Mahasiswa UI Berkumpul dengan Pakaian Serba Hitam

Megapolitan
Pengeroyokan Warga oleh Oknum TNI di Depan Polres Jakpus Mencekam, Warga Ketakutan

Pengeroyokan Warga oleh Oknum TNI di Depan Polres Jakpus Mencekam, Warga Ketakutan

Megapolitan
'Update' Kecelakaan Beruntun di Gerbang Tol Halim Utama, Total 9 Mobil Terlibat

"Update" Kecelakaan Beruntun di Gerbang Tol Halim Utama, Total 9 Mobil Terlibat

Megapolitan
Oknum TNI Diduga Keroyok Warga Sipil di Depan Polres Jakpus, Warga: Itu Darahnya Masih Ada

Oknum TNI Diduga Keroyok Warga Sipil di Depan Polres Jakpus, Warga: Itu Darahnya Masih Ada

Megapolitan
Polda, Polri, dan Kejati Tak Bacakan Jawaban Gugatan MAKI Terkait Desakan Tahan Firli Bahuri

Polda, Polri, dan Kejati Tak Bacakan Jawaban Gugatan MAKI Terkait Desakan Tahan Firli Bahuri

Megapolitan
Oknum TNI Aniaya 4 Warga Sipil di Depan Mapolres Jakpus

Oknum TNI Aniaya 4 Warga Sipil di Depan Mapolres Jakpus

Megapolitan
Ketua DPRD Kota Bogor Dorong Pemberian 'THR Lebaran' untuk Warga Terdampak Bencana

Ketua DPRD Kota Bogor Dorong Pemberian "THR Lebaran" untuk Warga Terdampak Bencana

Megapolitan
Dua Karyawan SPBU Karawang Diperiksa dalam Kasus Bensin Dicampur Air di Bekasi

Dua Karyawan SPBU Karawang Diperiksa dalam Kasus Bensin Dicampur Air di Bekasi

Megapolitan
Soal Urgensi Beli Moge Listrik untuk Pejabat, Dishub DKI: Targetnya Menekan Polusi

Soal Urgensi Beli Moge Listrik untuk Pejabat, Dishub DKI: Targetnya Menekan Polusi

Megapolitan
Jadwal Buka Puasa di DKI Jakarta Hari Ini, 28 Maret 2024

Jadwal Buka Puasa di DKI Jakarta Hari Ini, 28 Maret 2024

Megapolitan
Gagal Rekonstruksi karena Sakit, Gathan Saleh Dibawa ke Dokter

Gagal Rekonstruksi karena Sakit, Gathan Saleh Dibawa ke Dokter

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com