JAKARTA, KOMPAS.com - Biasanya pemakaman umat Muslim akan diiring-iringi lantunan dzikir dan shalawat.
Keluarga besar berombongan mengantarkan jenazah ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Namun, suasana itu tak terasa di Pemakaman Pondok Ranggon, Jakarta Timur, Kamis (19/3/2020) pekan lalu.
Suasana terasa sepi, hanya tiga orang beserta para penggali kubur yang hadir.
Hari itu adalah hari meninggalnya pasien salah satu pasien positif Covid-19, Mama dari Eva Rahmi Salma.
Baca juga: Sandiaga Yakin Kasus Covid-19 di Jakarta Jauh Lebih Banyak jika Tes Masif Dilakukan
Semua berawal dari diagnosa rumah sakit di Grogol, Jakarta Barat, yang menyebutkan sang Mama menderita tifus pada 10 Maret 2020.
Namun, setelah diputuskan untuk dirawat inap, keesokan harinya gejala yang dirasakan Mama Eva mulai berbeda.
"Saya curiga kok sesak, mama enggak pernah ada masalah dengan paru gitu kan, terus juga batuk juga, demam masih tinggi. Makanya saya lapor ke dokter jaga, kok sepertinya saya curiga apakah ini Corona," kata Eva saat dihubungi Kompas.com, Kamis (26/3/2020).
Dokter rumah sakit langsung membuat laporan ke Dinas Kesehatan agar pasien melakukan swab test.
Butuh sekitar lima hari hasil dari swab test itu keluar. Selama waktu tersebut, pasien dipindahkan ke kamar isolasi sederhana yang dimiliki RS Grogol.
Baca juga: Cerita Warga yang Ingin Rapid Test Covid-19, Hanya Berujung Konsultasi
Pada masa-masa itu Eva masih diperkenankan mendampingi mamanya yang kesakitan.
"Saya setiap hari datang saya lap-in, saya bantuin Mama juga ke kamar mandi itu awalnya. Ternyata habis itu dokter tahu saya dilarang karena kan kalau kamar mandi harus lepas oksigen dan sedangkan Mama ternyata sesak banget emang enggak bisa lama-lama untuk dilepas. Saya yang nyuapin Mama juga kadang suka batuk di depan saya," ucap Eva.
Setelah lima hari, ternyata benar mamanya Eva dinyatakan positif Covid-19.
Masalah belum berhenti di situ. Mereka masih harus tertahan di rumah sakit tersebut karena seluruh rumah sakit rujukan penuh.
Eva terus berusaha berkomunikasi dengan pihak rumah sakit dan Dinas Kesehatan agar mamanya bisa segera diisolasi dan mendapatkan perawatan yang sesuai.
Baca juga: Jalanan Jakarta Lengang, Anies Apresiasi Masyarakat yang Berdiam di Rumah
Dua hari setelahnya, akhirnya mamanya Eva mendapatkan tempat di RSUP Persahabatan, Jakarta Timur.
Awalnya, ia sedikit bisa bernapas lega karena orang yang melahirkannya itu bisa dirawat optimal.
Namun, ternyata kondisi pasien yang sudah berusia 67 tahun ditambah penyakit tifus yang masih diderita membuat imunitas mamanya Eva terus menurun.
Kabar duka itu datang pada Kamis dinihari, sekitar pukul 02.45 WIB. Mamanya Eva menghembuskan nafas untuk terakhir kalinya.
"Kita diinfokan bahwa itu harus segera dimakamkan. Jadi mereka sudah mengkafani. Dikafankan terus di wraping plastik, terus dimasukin peti, terus dikasih plastik lagi. Sampai seketat itu," ujar Eva.
Baca juga: Prosedur Urus Jenazah Pasien Covid-19, Dimasukkan ke Peti hingga Disemprot Disinfektan
Berdasarkan informasi yang ia dapat, bahwa jenazah masih bisa membawa virus Corona hingga berhari-hari.
Hal itu lah yang mendasari Eva melarang keluarga besar hadir di pemakaman sang mama.
Namun, tetap harus ada keluarga yang ikut mengantar ke liang lahat. Eva kemudian mengambil risiko untuk tetap ikut dalam pemakaman itu.
Suami Eva dan adiknya yang paling kecil ikut mengantar ke pemakaman.
"Sedih rasanya nggak ada orang yang bisa melihat, nggak ada iring-iringan dzikir segala macam dari pelayat, cuma bertiga itu. Sedih banget rasanya " kata Eva dengan suara yang bergetar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.