Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karantina Wilayah Dianggap Lebih Efektif jika Dimulai dari RT dan RW

Kompas.com - 30/03/2020, 15:46 WIB
Vitorio Mantalean,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sosiolog Universitas Indonesia (UI), Imam Prasodjo menganggap bahwa karantina wilayah sebaiknya diawali dari lingkup atau komunitas terkecil, seperti kampung, RT, dan RW.

Fenomena ini mulai bermunculan di beberapa wilayah di Indonesia, ketika warga secara sadar memilih mengarantina lingkungan tempat tinggal mereka sendiri guna mencegah masuknya wabah Covid-19, sembari menanti langkah pemerintah yang tak kunjung terang.

Imam menganggap, langkah ini nantinya lebih efektif, karena masyarakat di dalamnya saling menyadari kebutuhan masing-masing.

Baca juga: Ketua DPRD DKI Minta Anies Jamin Kebutuhan Warga Menengah ke Bawah jika Karantina Wilayah Diterapkan

"Kalau aku sih, jangan langsung wilayah dalam arti besar. Kita bisa mulai dari tingkat komunitas RT dan RW, disiapkan masyarakatnya bahwa kita akan membuat isolasi ketat," kata Imam saat dihubungi Kompas.com, Senin (30/3/2020).

"Harusnya masyarakat sendiri yang melarang dan masyarakat sendiri yang membantu warga warga yang betul-betul kepepet," ia menambahkan.

Tentu saja, isolasi ketat ini bukan berarti arus keluar-masuk lingkungan tempat tinggal sepenuhnya dikunci.

Harus tetap pergerakan keluar-masuk untuk berbagai kebutuhan vital seperti logistik, serta diskresi untuk warga yang terlilit keperluan mendesak, misalnya berobat.

Baca juga: Pelindo Tunggu Arahan Pemerintah Terkait Rencana Karantina Wilayah di Jakarta

Imam menjelaskan, mula-mula komunitas RT dan RW harus satu pemahaman dulu soal pentingnya karantina wilayah dari Covid-19, dimulai dari penyadaran oleh tokoh kunci.

Langkah ini bertujuan agar setiap penghuni merasa bahwa karantina wilayah tidak dianggap sebagai keputusan sepihak pemerintah, melainkan memang untuk melindungi keselamatan mereka sendiri.

Dengan begini, pengawasan dapat dilakukan oleh aparat di unsur komunitas. Antarwarga pun bisa saling mengawasi.

Pendekatan represif baru ditempuh seandainya ada warga yang benar-benar bandel dan melanggar kesepakatan bersama.

Baca juga: Bus AKAP dan AJAP dari Jabodetabek Dilarang Beroperasi Mulai Sore Ini

Pendekatan ini, menurut Imam, jauh lebih mengena karena berpangkal pada kesadaran warga.

Bahkan, warga pun bisa bahu-membahu membantu kelompok yang kekurangan di lingkungan mereka agar tak merana akibat karantina wilayah.

"Kalau itu sudah bergerak oleh masyarakat sendiri, itu akan jauh lebih efektif daripada represif oleh aparat pemerintah," kata dia.

"Jadi lebih baik block to block isolation, karantina komunitas. Setiap komunitas harus sepakat apa yang harus dibatasi," Imam menambahkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Megapolitan
Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Megapolitan
Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Megapolitan
Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Megapolitan
Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Megapolitan
Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal 'Fogging' buat Atasi DBD di Jakarta

Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal "Fogging" buat Atasi DBD di Jakarta

Megapolitan
April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Megapolitan
“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

Megapolitan
Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Megapolitan
Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Trauma, Pelajar yang Lihat Pria Pamer Alat Vital di Jalan Yos Sudarso Tak Berani Pulang Sendiri

Megapolitan
Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Seorang Pria Pamer Alat Vital di Depan Pelajar yang Tunggu Bus di Jakut

Megapolitan
Nasib Tragis Bocah 7 Tahun di Tangerang, Dibunuh Tante Sendiri karena Dendam Masalah Uang

Nasib Tragis Bocah 7 Tahun di Tangerang, Dibunuh Tante Sendiri karena Dendam Masalah Uang

Megapolitan
Resmi, Imam Budi Hartono Bakal Diusung PKS Jadi Calon Wali Kota Depok

Resmi, Imam Budi Hartono Bakal Diusung PKS Jadi Calon Wali Kota Depok

Megapolitan
Menguatnya Sinyal Koalisi di Pilkada Bogor 2024..

Menguatnya Sinyal Koalisi di Pilkada Bogor 2024..

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com