JAKARTA, KOMPAS.com - Di tengah pandemi Covid-19, pemerintah mengimbau warga untuk tetap berada di rumah.
Namun, hal itu tak tampak jika melihat keramaian yang terjadi di Pasar Kemiri, Kembangan Utara, Jakarta Barat.
Pasar itu dipadati warga, bahkan saat sore hari. Warga berbondong-bondong berbelanja kebutuhan dapurnya.
Di lokasi, sudah ada sejumlah aparat yang berjaga dan mengimbau warga untuk kembali ke rumah masing-masing. Namun sayangnya, imbauan ini tak dihiraukan warga.
Baca juga: Anies Wajibkan Warga Jakarta Gunakan Masker Kain saat di Luar Rumah
Berita soal kepadatan di Pasar Kemiri di tegah wabah virus corona ini menjadi berita terpopuler di Megapolitan Kompas.com sepanjang Minggu (6/4/2020).
Isu lainnya yang juga banyak diikuti pembaca adalah soal larangan warga memasuki stasiun dan menggunakan MRT jika tidak menggunakan masker hingga imbas corona yang membuat ratusan ribu pekerja di Jakarta terkena PHK hingga dirumahkan.
Jika Anda terlewat, berikut ringkasan empat berita terpopuler Megapolita Kompas.com sepanjang Minggu:
Kondisi kawasan Pasar Kemiri, Kembangan Utara, Jakarta Barat, tetap ramai dengan aktivitas warga di tengah wabah Covid-19 saat ini.
Padahal, pemerintah pusat maupun Provinsi DKI Jakarta telah mengimbau warga untuk menjaga jarak fisik dan menghindari kerumuman.
Sebuah video yang beredar di media sosial memperlihatkan kondisi pasar yang dipadati warga.
Baca juga: Pasar Jaya Tunda Pembukaan Pasar Tanah Abang hingga 19 April 2020
Video itu juga memperlihatkan pihak pemerintah setempat bersama TNI, Polri dan Satpol PP mengimbau warga untuk segera kembali ke rumah.
Kepala Seksi Pemerintahan Kelurahan Kembangan Utara, Danang, membenarkan peristiwa dalam video yang beredar itu. Menurut dia, video tersebut memperlihatkan situasi pasar pada Sabtu (4/4/2020) petang kemarin.
"Itu kondisi di lokasi Pasar Kemiri RW 6, Kembangan Utara (Sabtu) sore, jam 5," kata Danang ketika dikonfirmasi, Minggu pagi.
Baca juga: Pedagang Pasar Kemiri Kembangan Utara Diminta Patuhi Imbauan Kurangi Aktivitas
Danang menjelaskan, pihaknya secara intensif memberikan imbauan kepada warga setempat, khususnya para pedagang untuk mengurangi aktivitas.
Sayang, banyak dari mereka yang tidak mengindahkan dan masih beroperasi seperti biasa.
Baca selengkapnya di sini.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meminta PT Transportasi Jakarta, PT MRT Jakarta, dan PT LRT Jakarta selaku penyedia transjakarta, MRT, dan LRT untuk mewajibkan penumpang menggunakan masker.
Kebijakan tersebut juga perlu disosialisasikan di semua halte, stasiun, di dalam bus, dan kereta selama sepekan.
Menanggapi kebijakan itu, Corporate Secretraty Division Head PT MRT Jakarta Muhamad Kamaluddin mengatakan, pihaknya mendukung kebijakan tersebut.
Baca juga: Ikuti Seruan DKI, KCI Juga Wajibkan Penumpang KRL Pakai Masker Mulai 12 April
PT MRT Jakarta akan mempersiapkan petugas di setiap stasiun untuk melakukan sosialisasi.
"Bagi seluruh penumpang, misalnya yang memang masih setiap hari menggunakan MRT itu diharapkan menggunakan masker. Jadi kami akan ada sosialisasi itu di setiap stasiun oleh tim petugas di stasiun tersebut," ujar Kamaluddin ketika dikonfirmasi Kompas.com, Minggu (5/4/2020).
Sosialiasi di setiap stasiun, lanjut Kamaluddin, akan dilakukan selama satu pekan dan mulai efektif dilakukan pada Senin (5/4/2020) sampai Sabtu (11/4/2020).
Baca juga: Penumpang Tanpa Masker Dilarang Naik Transjakarta, MRT, LRT Mulai 12 April 2020
Namun, pihaknya sudah menginformasikan kewajiban penggunaan masker untuk semua penumpang melalui media sosial.
Diharapkan para penumpang yang hendak menggunakan MRT untuk mempersiapkan masker.
Pasalnya, ketika kebijakan tersebut berlaku efektif pada 12 April 2020, para petugas akan melarang penumpang yang tidak mengenakan masker untuk masuk ke area stasiun.
Baca selengkapnya di sini.
Sebanyak 162.416 pekerja di Jakarta telah melapor dan didata setelah terkena pemutusan hubungan kerja ( PHK) dan dirumahkan tanpa menerima upah (unpaid leave) sebagai imbas pandemi Covid-19.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta Andri Yansyah mengatakan, para pekerja itu bekerja di berbagai bidang. Salah satunya sales promotion girl (SPG) di pusat perbelanjaan.
"Pekerja Matahari, Robinson, Ramayana, itu sudah dirumahkan, mereka tidak dapat apa-apa (upah). Kami enggak bisa salahkan perusahaan juga, perusahaan uang dari mana, enggak ada yang beli," ujar Andri saat dihubungi, Minggu (5/4/2020).
Baca juga: Imbas Covid, 162.416 Pekerja dari SPG hingga Guru Honorer Kena PHK dan Dirumahkan
Selain itu, ada pula pekerja konstruksi, guru honorer sekolah-sekolah swasta, hingga guru madrasah. Dinas Tenaga Kerja bekerja sama dengan Dinas Pendidikan untuk mendata guru-guru yang dirumahkan.
"Guru-guru madrasah, guru-guru honorer swasta, dimasukkan (oleh Dinas Pendidikan)," kata Andri. Pekerja lainnya yang didata untuk mendapatkan Kartu Prakerja dari pemerintah pusat adalah pekerja seni.
Baca juga: DKI Minta Pusat Perpanjang Waktu Pendataan Pekerja yang Kena PHK dan Dirumahkan
Andri menuturkan, Dinas Tenaga Kerja berupaya mendata dan menerima pendaftaran semua pekerja di sektor apa pun yang saat ini tidak lagi bekerja imbas Covid-19.
Data-data yang dihimpun Dinas Tenaga Kerja nantinya akan diverifikasi oleh pemerintah pusat. Dinas Tenaga Kerja hanya bertugas menghimpun data.
Baca selengkapnya di sini.
Pekerja di Jakarta banyak terkena pemutusan hubungan kerja ( PHK) atau dirumahkan sementara sebagai dampak pandemi Covid-19.
Bahkan, banyak para pekerja yang tidak mendapatkan upah ketika diberhentikan atau unpaid leave. Aryo (bukan nama sebenarnya), seorang karyawan di salah satu perusahaan swasta di Jakarta Pusat, misalnya.
Dia terkena PHK oleh perusahaan tempatnya bekerja, dengan alasan kondisi perusahaan sedang tidak stabil.
"Pemberitahuan tentang goyangnya perusahaan pasca-pandemi Maret, bahwa kan ada pemangkasan karyawan. Saya tahunya pemangkasan saja, jadi tidak semua menurut saya waktu itu, hampir semuanya” ujar Aryo kepada Kompas.com, Minggu (5/4/2020).
Baca juga: Cerita Sopir Bus AKAP Bertahan karena Sepi Penumpang, Patungan buat Makan hingga Tidur di Terminal
Aryo mengatakan, dua minggu setelah pemberitahuan tersebut, dia dipanggil oleh HRD dan diminta untuk menandatangi pemutusan kontrak kerja.
Perusahaan tempat dia bekerja pun menegaskan tidak memberikan konpensasi atau tanggung jawab apa pun.
"Mereka bilang enggak ada. Terus saya bilang, 'ini namanya Bapak melepas kami di situasi yang tidak banyak harapan di luar sana'. Dia malah membalikkan begini, 'memang kalau misalnya perusahaan mem-PHK kalian bakal kena penalti?',” tutur Aryo.
Baca juga: Jatuh Bangun Warga Terdampak Wabah Corona...
Karena tidak memiliki pilihan, Aryo pun menandatangi surat pemutusan kontrak kerja tersebut sebagai bentuk persetujuan tidak lagi menjadi karyawan dan akan menerima upah terakhir.
Dia mengungkapkan, pihak perusahaan sempat meminta mereka yang diberhentikan untuk mengirimkan surat lamaran dan CV terbaru agar bisa disalurkan ke badan usaha lain yang membutuhkan tenaga kerja baru.
"Tanggung jawab perusahaan hanya sebatas itu, peluangnya juga kecil. Untuk pesangon saya enggak dapat sama sekali," kata Aryo.
Baca selengkapnya di sini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.