"Ini juga berlaku untuk (kendaraan) roda dua, tidak boleh ada berboncengan. Itu jelas melanggar physical distancing, boleh (mengangkut) satu orang aja. Ini juga berlaku untuk ojek online," ungkap Nana.
Keputusan ojek online tak boleh berboncengan atau mengangkut penumpang juga mengacu pada Pasal 15 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang PSBB.
Baca juga: Motor Pribadi dan Ojek Online Tak Boleh Berboncengan Saat PSBB di Jakarta
"Layanan ekspedisi barang, termasuk sarana angkutan roda dua berbasis aplikasi dengan batasan hanya untuk mengangkut barang dan tidak untuk penumpang," demikian bunyi ketentuan pada huruf i peraturan menteri itu.
Berbeda dengan kepolisian, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengklaim bahwa Pemprov DKI masih berkoordinasi pemerintah pusat untuk membahas larangan mengangkut penumpang bagi ojek online. Anies ingin ojek online tetap diizinkan mengangkut penumpang selama PSBB di Jakarta.
Tak hanya berkoordinasi dengan pemerintah pusat, Pemprov DKI juga berkoordinasi dengan perusahaan penyedia aplikasi ojek online mengenai prosedur pengoperasian ojek online selama masa PSBB.
Para perusahaan aplikator, kata Anies, diharapkan memiliki mekanisme penyebaran virus corona sehingga sopir ojek online bisa mengangkut penumpang selama PSBB.
"Kami sudah koordinasi dengan para operator. Mereka punya mekanismenya. Karena itu, kami merasa ojek selama mereka mengikuti protap itu bisa beroperasi, bisa mengangkut orang dan barang," kata dia.
Saat ini, Pemprov DKI sedang menunggu keputusan final dari pemerintah pusat mengenai izin mengangkut penumpang bagi ojek online. Nantinya, keputusan final itu akan dimasukkan ke dalam peraturan gubernur mengenai penerapan PSBB di Jakarta.
3. Jerat pidana bagi warga yang berkerumun
Polisi tak segan menindak warga yang menolak membubarkan diri ketika ditemukan tengah berkerumun saat penerapan PSBB.
Pemprov DKI Jakarta telah melarang warga untuk berkerumun lebih dari lima orang di ruang publik.
Menurut Nana, polisi terlebih dahulu menerapkan upaya persuasif berupa imbauan bagi warga untuk membubarkan diri.
"Apabila masyarakat sudah diimbau tiga kali, tetapi yang bersangkutan tetap menolak, jadi bisa dilakukan upaya penindakan hukum," ujar Nana.
Baca juga: Warga Jakarta Bisa Dipidana jika 3 Kali Tolak Dibubarkan Saat Berkerumun
Nana menjelaskan, penegakan hukum bagi warga yang menolak membubarkan diri hanya bersifat tindak pidana ringan yang bertujuan untuk memberikan efek jera kepada warga.
Warga yang menolak dibubarkan terancam dijerat Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit, Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, Pasal 212 KUHP, Pasal 216 KUHP, dan Pasal 218 KUHP.