Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaum Miskin Kota Sekarat, Mati karena Corona atau Mati Kelaparan

Kompas.com - 10/04/2020, 12:24 WIB
Wahyu Adityo Prodjo,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mereka tak punya banyak pilihan. Di tengah wabah pandemi corona saat ini, keluar atau diam di rumah sama-sama bisa berpotensi menyebabkan kematian. Mati karena corona atau mati kelaparan.

Sri dan Eli berbincang di sebuah dipan beratapkan terpal sembari menunggu senja di pinggir lapangan Kampung Muka. Bau dari sisa-sisa sampah plastik dan kotoran ayam di sekitar mereka serasa menusuk ke dalam sukma.

Beruntung angin tak berembus kencang. Selain bau, debu-debu tentu siap membuat dada sesak. Meski begitu, Sri dan Eli tetap melemparkan senyum sambil menyantap nasi aking yang baru saja matang.

“Sekarang susah mas. Ada corona ini enggak jualan, Bingung mau makan apa. Enggak ada uang,” kata Sri, perempuan setengah baya sambil menguyah kudapannya pada Minggu (5/4/2020) lalu.

Anak perempuan Eli juga tak kalah cepat menjumput nasi aking dari tampah plastik. Ia pun unjuk gigi untuk urusan kulineran pada sore itu.

Bagi mereka, camilan nasi aking sore itu adalah sebuah kemewahan yang bahkan rela untuk dibagikan.

Baca juga: Perjuangan TKI Ilegal Menyambung Hidup saat Lockdown di Malaysia, Berutang hingga Terpaksa Makan Tikus

“Ayo mas, makan. Enak ini, apalagi kalau dikasih Masako (bumbu penyedap rasa),” kata anak perempuan Eli tertawa sembari menawarkan.

Mereka duduk bersebelahan bersama tetangga lainnya. Sri dan Eli berkumpul bersama para tetangganya. Sisa-sisa nasi aking pun disantap sebagai teman berkeluh kesah.

“Kalau mengeluh gini bakal ditangkap enggak? Takutnya saya ditangkap. Keadaan sudah susah gini, kalau ditangkap makin susah,” kata Eli.

Kampung Muka adalah sebuah kampung yang masuk ke dalam RT 004 RW 05 di Kelurahan Ancol, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara. Dari Jalan Raya Kampung Bandan, letaknya berseberangan dengan Terminal Angkutan Barang Stasiun Jakarta Gudang.

Dari sana, rumah-rumah beratap besi, berdinding kayu dan batako, pintu rumah bersebelahan, dan rumah reyot yang dihuni oleh manusia bisa dilihat dengan jelas. Karung-karung besar berisi botol bekas menumpuk di pinggir lapangan.

Pemandangan kumuh, kotor, langsung terlihat begitu kita memasuki kawasan Kampung Muka. Suasana demikian tak berbeda jauh dengan kehidupan liar di Kampung Bandan.

Masalah kebersihan dan kesehatan bentuk keniscayaan di kampung yang tak jauh gegap gempita kota. Kehidupan ala kelas proletar yang jauh dari realita kelas borjuis.

Sampah-sampah plastik bisa mudah ditemukan. Hewan peliharaan berkeliaran di lapangan. Anak-anak hidup berdampingan debu jalanan dan lapangan.

Untuk sanitasi, warga juga tak banyak berharap. Kampung Muka merupakan tempat tinggal para kelas pekerja yang terus berjuang untuk hidup lebih baik.

Di Kampung Muka, ada banyak pekerja informal yang menggantungkan hidupnya di Kota Tua. Mereka berjualan makanan, minuman, aksesoris, pemulung barang bekas, dan pedagang lainya.

Baca juga: Banyak Pekerja Informal Kehilangan Pendapatan, Ini Instruksi Jokowi

Sri dan Eli adalah sosok pedagang minuman di kawasan wisata Kota Tua. Mereka sudah hampir tiga minggu tak berjualan di Kota Tua lantaran efek penutupan kawasan wisata Kota Tua.

Sejak Sabtu (14/3/2020), kawasan Kota Tua termasuk obyek wisata di sekitarnya seperti Museum Sejarah Jakarta, Museum Wayang, Museum Keramik, dan Museum Bank Mandiri sudah ditutup untuk kunjungan wisata. Wisatawan tak bisa masuk ke area pelataran Museum Sejarah Jakarta.

Setiap lorong-lorong jalan akses masuk ditutup dan dijaga petugas. Petugas akan selalu menanyakan orang yang berusaha masuk ke area Kota Tua. Spanduk berisi informasi penutupan area Kota Tua juga terpasang di beberapa titik.

Kawasan Kota Tua tak jauh dari Kampung Muka. Jaraknya sekitar satu kilometer. Biasanya, para pedagang menggelar lapaknya di pedestrian sekitar kawasan Kota Tua.

Kota Tua layak seperti kota mati. Denyut nadi ekonomi kelas miskin kota di Kota Tua tak berdetak.

Meski demikian, para pedagang pada Minggu (5/3/2020), masih ada yang bersikukuh berjualan di sekitar Stasiun Jakarta Kota. Kondisi lalu lintas lengang.

Tak banyak yang berkerumun seperti biasa kegiatan plesiran di Kota Tua.

Menurut seorang pengelola wisata Kota Tua, ini satu-satunya dalam sepanjang sejarah kondisi Taman Fatahillah kosong melompong.

“Kalau mau dagang juga siapa yang beli? Sama sekali ga ada pemasukan sekarang. Ini ngomong seperti ini gapapa kan? Nanti ditangkap lagi. Kan ga boleh ngomong sembarangan katanya,” keluh Sri sembari menengok ke kiri dan kanan.

Pedagang kopi dan rokok keliling, Sutrisno, saat ditemui di Kota Tua mengaku belum mendapatkan uang sepeser pun selama berjualan lebih kurang empat jam.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Gerak Gerik NYP Sebelum Bunuh Wanita di Pulau Pari: Sempat Menyapa Warga

Megapolitan
Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Tunggak Biaya Sewa, Warga Rusunawa Muara Baru Mengaku Dipersulit Urus Administrasi Akte Kelahiran

Megapolitan
Pedagang Bawang Pasar Senen Curhat: Harga Naik, Pembeli Sepi

Pedagang Bawang Pasar Senen Curhat: Harga Naik, Pembeli Sepi

Megapolitan
Baru Beraksi 2 Bulan, Maling di Tambora Curi 37 Motor

Baru Beraksi 2 Bulan, Maling di Tambora Curi 37 Motor

Megapolitan
'Otak' Sindikat Maling Motor di Tambora Ternyata Residivis

"Otak" Sindikat Maling Motor di Tambora Ternyata Residivis

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan di Pulau Pari Dicekik dan Dijerat Tali Sepatu hingga Tewas oleh Pelaku

Perempuan yang Ditemukan di Pulau Pari Dicekik dan Dijerat Tali Sepatu hingga Tewas oleh Pelaku

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Cagub DKI, Ada Ahok, Basuki Hadimuljono hingga Andika Perkasa

PDI-P Mulai Jaring Nama Cagub DKI, Ada Ahok, Basuki Hadimuljono hingga Andika Perkasa

Megapolitan
KTP 8,3 Juta Warga Jakarta Bakal Diganti Bertahap Saat Status DKJ Berlaku

KTP 8,3 Juta Warga Jakarta Bakal Diganti Bertahap Saat Status DKJ Berlaku

Megapolitan
Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Megapolitan
Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Megapolitan
Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Megapolitan
Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com