Mereka hidup berdampingan dengan sampah-sampah plastik yang bertebaran di lapangan, sanitasi yang buruk, dan jauh dari bayangan konsumsi gizi seimbang.
Nasi aking adalah gambaran camilan yang disantap untuk mengganjal perut saat itu. Namun, dari raut wajahnya mereka tetap terlihat bersyukur sambil menyimpan pilu di hatinya.
“Untuk bertahan sekarang, mungkin sisa kemarin itu masih ada simpanan, buat makan hari ini bisa ya. Untuk ke sananya, kalau belum ada kepastian kapan selesai masa ini (corona), bingung juga ya,” kata Sutrisno yang berkaos biru dongker bertuliskan tipografi Revolution-Resolution.
Dengan aksen sedikit Jawa, ia menceritakan kalau warga Kampung Muka banyak yang tinggal di kontrakan.
Di saat pemerintah mengimbau secara terus menerus untuk bekerja, belajar, dan ibadah di rumah, Sutrisno tak punya pilihan selain mengikutinya. Jikalau harus memberontak, uang pun tak dapat.
“Memang dagang bisa, tapi kan ga ada pengunjung (di Kota Tua), Ga ada yang beli. Keluar bisa, tapi ga ada pembeli sama sekali. Pemasukannya sama sekali tak ada,” kata laki-laki berambut gondrong itu.
Sutrisno dan warga lainnya pusing bukan kepalang jika memikirkan nasibnya dan warga lainnya. Uang kontrakan dan cicilan motor bak rima dalam bait kematian. Ya, setidaknya hingga hidupnya tenang dari teror tagihan.
Sutrisno paham hak dan kewajiban pemilik kontrakan. Sebagai pengontrak, ia mengerti harus menjalankan kewajiban untuk membayar uang sewa kontrakan.
Ia sangat bersyukur jika para pemilik kontrakan mengerti jika pengontrak telat membayar uang sewa.
“Yang ngontrak punya rumah ini mending pengertian, kalau gak pengertian kan diusir. Tuh sudah ada yang diusir (dari kontrakan),” kata Sri menimpali Sutrisno.
Hingga Minggu kemarin, Sutrisno mengaku belum ada bantuan untuk warga Kampung Muka demi menyambung perekonomian mereka yang tengah sekarat. Bantuan berupa bahan kebutuhan pokok sehari-hari dan uang pun juga belum mereka terima.
Di Kampung Muka, menurut Sutrisno ada sekitar 500 kepala keluarga yang tinggal.
“Yang dibutuhkan ini untuk makan sehari-hari seperti sembako. Yang punya anak kecil juga kan butuh kebutuhannya. Mau ga mau kan butuh,” ujarnya.
Saat ini, Sutrisno, Eli, Sri, dan warga miskin kota lainnya tentu takut dengan corona. Namun, mereka pun takut bila tak memiliki uang. Kerja bisa mati karena corona, tak kerja bisa mati kelaparan.
Kampung Muka adalah secuil potret kaum miskin kota di Jakarta, episentrum corona di Indonesia. Dari data yang dirilis 15 Januari 2020 oleh Badan Pusat Statistik Jakarta, presentase penduduk miskin di Jakarta pada September 2019 sebanyak 362.300 orang.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2017 ada 445 RW kumuh di Jakarta, dan Kampung Muka termasuk di dalamnya. Penduduk miskin, menurut BPS adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
Warga Kampung Muka mungkin tak akan sempat memikirkan ketahanan pangan mereka beberapa hari ke depan seperti yang lazim dilakukan warga Jakarta lain di supermarket.
Mereka tak akan terlihat di Foodhall, Kem Chiks, Ranch Market, Farmers Market, dan supermarket akbar lainnya. Apalagi, berpikir tentang cek swab untuk corona.
Saat ini, Jakarta juga telah berada dalam status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk memutus mata rantai penyebaran corona.
Meminjam rima dari Herry Sutresna alias Ucok Homicide dalam lagu Barisan Nisan (2004), kemungkinan terbesar sekarang adalah memperbesar kemungkinan pada ruang ketidakmungkinan sehingga setiap orang yang kami temui tak menemukan lagi satupun sudut kemungkinan untuk kemungkinan untuk berkata tidak mungkin.
Ya, tidak mungkin untuk berkata tidak bisa membantu kaum miskin kota yang terdampak corona.
Solidaritas adalah kunci untuk membantu kaum miskin kota dan masyarakat rentan miskin yang sekarat di tengah corona.
Kita hanya bisa berharap wabah pandemi corona cepat selesai sambil mengulurkan tangan demi mencegah mereka jatuh tersungkur dan kehabisan napas.
_________
Tulisan ini telah tayang di Dunia Aksara pada Kamis (9/4/2020), dengan judul "Kaum Miskin Kota Sekarat di Tengah Corona"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.