JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi menerapkan pembatasan sosial Bberskala besar (PSBB) di Ibu Kota sejak Jumat (10/4/2020) mulai pukul 00.00 WIB.
PSBB bakal berlaku selama dua pekan atau hingga 23 April 2020, guna memutus mata rantai penularan Covid-19 yang disebabkan virus corona tipe 2 (SARS-CoV-2).
Aturan mengenai PSBB tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2020 yang berisi 28 pasal.
Di dalamnya terdapat pembatasan mulai dari kegiatan perekonomian, sosial, budaya, pendidikan, transportasi, aktivitas masyarakat, hingga keagamaan.
Perusahaan maupun kantor pun dilarang beroperasi di gedung dan harus menerapkan bekerja dari rumah kecuali untuk sejumlah sektor usaha.
Dalam Pasal 10 Pergub itu disebutkan, "Sektor usaha yang masih diperbolehkan beroperasi adalah sektor kesehatan, bahan pangan makanan dan minuman, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, logistik, perhotelan."
Baca juga: Hanya 4 Jenis Perkantoran dan 10 Sektor Usaha Diizinkan Beroperasi Selama PSBB Jakarta
Selanjutnya sektor konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar, utilitas publik dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional dan objek tertentu, kebutuhan sehari-hari, dan organisasi kemasyarakatan lokal dan internasional yang bergerak pada sektor kebencanaan atau sosial.
Untuk para pengusaha selain ketentuan di atas bisa berdagang secara online sehingga masuk dalam kategori logistik.
Meski demikian, ada pengusaha atau pedagang yang bingung karena aturan yang dirasa cukup rancu.
Baca juga: Polri Imbau Pelaku Usaha APD Patuhi Undang-undang atau Terancam Pidana
Salah satunya adalah Bernadi. Pengusaha Furniture ini merasa pergub yang diterbitkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terbilang membingungkan.
Dalam poin logistik menurut dia tidak dijelaskan apakah toko luring tetap bisa buka atau konsumen hanya bisa melakukan pembelian secara daring atau lewat e-commerce.
Baca juga: Sektor Usaha yang Dikecualikan Selama PSBB Wajib Batasi Aktivitas Kerja Pegawainya
"Misalnya punya toko online, dan hanya punya toko. Apa boleh toko itu tetap buka tapi enggak terima konsumen, tapi hanya atur kiriman saja dengan kurir seperti JNE atau gojek dan lain-lain," ucap Bernadi saat dihubungi Kompas.com, Jumat.
Jika toko fisiknya tetap dibuka, Bernadi khawatir terkena sanksi atau denda Rp 100 juta, dan atau kurungan satu tahun penjara.
Sanksi ini merujuk pada Undang-Undang yang ditetapkan mengenai karantina kesehatan sesuai dengan Pasal 93 Juncto Pasal 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018.
Baca juga: Denda Rp 100 Juta atau 1 Tahun Penjara bagi Pelanggar PSBB DKI Jakarta
Selain itu, Ia juga bingung karena pergub tak merinci barang apa saja yang bisa didistribusikan secara daring.