Popi dan para tetangga berulang kali membahas siasat agar perayaan tersebut batal terselenggara, karena pasti akan mengundang kerumunan.
“Warga sini sudah bilangin ke mereka yang segelintir, mungkin 50 orang itu. Sudah sering menegur, (mereka) tidak mau (batal),” kata Popi.
Menurut Popi, para panitia perayaan itu selalu punya kartu truf jawaban setiap kali diminta membatalkan perayaan Maulid Nabi. Jawaban itu selalu berhasil membungkam Popi dan rekan untuk sesaat.
“Sebelum mau acara, sudah diingatkan oleh adik saya yang perawat,” ujar Popi.
“Kalian jadi acara besok?” tanya B kepada panitia, seperti ditirukan Popi.
“Jadi,” kata Popi menirukan jawaban salah seorang panitia.
Baca juga: Pemkot Depok Diminta Buka Data Penerima Bansos Selama PSBB agar Bisa Diawasi Para RT
“Kan tidak boleh?” sergah B kepada mereka.
“Sudah ada izin polisi,” ujar Popi meniru tanggapan mereka waktu itu.
Itu dia kartu trufnya: klaim mengantongi izin polisi.
Tak ayal, hal ini membuat Popi bingung. Menurut dia, tak mungkin polisi memberikan izin untuk acara yang mengundang kerumunan seperti itu.
Insiden dicopotnya Kapolsek Kembangan Kompol Fahrul Sudiana beberapa waktu lalu akibat menggelar resepsi pernikahan jadi acuan Popi.
Lantas, apakah Popi mengadukan masalah ini ke aparat RT atau RW?
“Justru, ini mantan-mantan (pejabat) RT di sini (panitia), (entah) apa dia masih menjabat, saya baru dua tahun di sini. Sepertinya, setahu saya, mereka menjabat sebagai RT. Terus, masih ada salah satu panitia yang disebut ‘Bu RW’,” jelas Popi.
“Pelakunya justru itu, kan aneh. Bagaimana bisa lapor, orang istrinya juga pelakunya. Mau lapor sama siapa? Berarti sudah izin (kepada RW) kan, orang yang disebut ‘Bu RW’ yang mengoordinir acara itu,” tambah dia.