"Saya mohon maaf. Saya berharap, ke depan, pemerintah mengakomodasi warga yang dibawah. Mereka nonton TV, tahunya semua dapat tanpa terkecuali, tapi ini nyatanya ada yang tidak dapat," ujar Barep.
Pemerintah Kota Depok mengakui, apa yang terjadi pada Barep dan koleganya di Pancoranmas rupanya juga sangat mungkin terjadi di wilayah lain di Depok.
Masalah ini muncul kombinasi dari buramnya transparansi soal data penerima bantuan, ditambah tak seiramanya langkah Pemkot Depok dengan Pemprov Jawa Barat serta pemerintah pusat dalam distribusi bansos.
Kepala Dinas Sosial Kota Depok, Usman Haliyana mengakui, secara sistem, memang tak seluruh kepala keluarga (KK) yang diusulkan di tingkat RT/RW serta-merta disetujui untuk mendapatkan bansos.
Pertama, usulan KK penerima bansos yang disetor unsur RT/RW diperlakukan sekaligus sebagai metode pengumpulan data oleh pemerintah.
Baca juga: Pemkot Depok Sebut Data Penerima Bansos Tak Akurat karena Alasan Ini
Kedua, Pemkot Depok, Pemprov Jawa Barat, dan pemerintah pusat diklaim akan berbagi porsi memberikan bantuan dengan mengacu pada data tersebut.
"Memang belum semua (KK yang diusulkan disetujui). Nanti ada sumber-sumber bantuan sosial, bukan hanya dari APBD (daerah tingkat) II (kota/kabupaten), ada juga nanti dari provinsi, dari pusat. Jadi dibagi-bagi," kata Usman kepada Kompas.com, Senin.
Pemkot Depok kebagian tugas sebagai ujung tombak pendataan itu. Warga yang didata oleh Pemkot Depok ialah KK penerima bantuan non-DTKS, alias bukan termasuk penerima bansos berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari Kementerian Sosial RI.
Berbeda dengan data DTKS yang telah dihimpun sejak lama, data non-DTKS ini memang baru dihimpun jelang penetapan PSBB.
Lantaran data ini nantinya dipakai sebagai acuan untuk berbagi porsi bantuan, puluhan KK belum dikucurkan bansos oleh Pemkot Depok, kemungkinan akan mendapatkannya dari Pemprov Jawa Barat atau pemerintah pusat.
Namun, kapan seluruh KK yang diusulkan tadi bisa menerima bantuan, entah dari Pemkot Depok, Pemprov Jawa Barat, atau pemerintah pusat, Usman mengaku tak tahu.
"Kalau mau tahu nanti dapatnya (bansos) dari mana, saya juga tidak tahu. Saya hanya berusaha untuk menyampaikan (data non-DTKS melalui usulan RT/RW) karena dari pemerintah pusat kan minta juga, pemerintah provinsi juga minta," ujar dia.
Masalah bertambah pelik karena Pemkot Depok hanya mengandalkan usulan dari RT/RW secara virtual melalui e-mail.
Usman mengatakan, dalam menyeleksi KK untuk disetujui menerima bansos, pihaknya hanya dapat memverifikasi keabsahan administratif.
Karena itu, ia tak bisa menjamin KK yang diusulkan menerima bansos betul-betul layak menerimanya. Hal itu membutuhkan verifikasi langsung di lapangan.
"Kami hanya bisa verifikasi data saja, verifikasi lapangan mah tidak ada waktu, tidak keburu. Melalui NIK (nomor induk kependudukan), kami telusuri (usulannya) ganda atau tidak," jelas dia.
"Kenapa terjadi itu (kisruh distribusi bansos di lapangan), karena memang tidak ada verifikasi lapangan karena waktu yang begitu cepat," Usman menambahkan.
"Beda jika dibandingkan dengan data kelompok miskin yang sudah terdaftar (DTKS Kemensos). Itu kan panjang prosesnya," kata dia lagi.