Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Didi Maryadi Mengais Rezeki di Tengah Pandemi, Hanya Dapat Rp 17.000 Sehari

Kompas.com - 30/04/2020, 19:33 WIB
Walda Marison,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA.KOMPAS.com - Didi Maryadi tidak bosan berada di luar rumah. Dia masih setia ditemani motor Yamaha matic andalan sambil membelah jalan-jalan kota Depok.

Tikungan demi tikungan dibabat habis dengan kuda besinya demi mencari penumpang. Wajar saja Didi berlaku seperti itu. Selama empat tahun jadi pengemudi ojek online, ini adalah masa tersulit dalam pekerjaannya.

Selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan di Depok, hampir tidak ada penumpang yang hinggap di jok belakang motornya. Baru hari ini lah dia mendapatkan order mengantar kue.

“Alhamdulillah tadi habis bapak telepon saya, saya langung dapat oder pertama. Rp 17.000 lumayan. Dari rumah saya ke daerah ITC Depok,” ucap pria berumur 42 tahun itu kepada Kompas.com melalui sambungan telefon, Kamis (30/4/2020).

Baca juga: Kisah Dodo, Pengemudi Ojek Online Diusir dari Kontrakan dan Tidur di Pinggir Ruko

Nadanya begitu tinggi ketika mengucapkan hal tersebut. Berbicaranya pun mendadak cepat, tanda dia bersemangat karena rezeki pertamanya di hari ini.

Selama dua minggu terakhir, Didi sudah cukup dibuat pusing dengan pandemi Covid-19.

Penumpang yang tadinya bisa dia angkut 5 sampai 7 orang sehari kini sirna. Dia harus menunggu berjam-jam di pinggir jalan menanti penumpang. 

Dalam sunyi di bibir jalan, banyak hal yang sedang dipikirkan. Apalagi kalau bukan makan anak dan istri di rumah.

Baca juga: Terdampak Covid-19, Warga Bisa Dapatkan Pangan Gratis dengan Hubungi Hotline Ini

Ada lima orang di rumah Didi yang urusan perutnya jadi tanggung jawab Didi.

Sang istri di rumah sudah pasti menanti lembaran rupiah dari kantong jaket Didi. Putra pertamanya yang juga sebagai ojek online pun memutuskan tidak narik karena kondisi pandemi.

Putra kedua Dedi pun tidak bekerja lagi semenjak perusahaanya meliburkan pegawai, putri ketiga yang duduk di bangku SMA dan putra bungsunya yang masih di Sekolah Dasar pun tidak bisa berbuat banyak.

Baca juga: Emperan Tanah Abang, Tempat Tidur Mereka yang Kehilangan Pekerjaan...

Dengan kondisi itu, maka Didi lah satu-satunya tulang punggung keluarga

Selama tidak mendapatkan pelanggan, Didi hanya jadi pesuruh orang untuk mengantarkan barang-barang. Bayarannya pun tidak banyak.

“Kadang-kadang suka ada orang minta tolong kirimi barang. Paling dapat Rp 30.000 sampai Rp 40.000. Tapi enggak setiap hari, paling dua hari sekali,” tutur dia.

Selain membuat dapur “ngebul”, Didi juga harus dipusingkan dengan bayar kontrakan. Pembayaran yang jatuh tempo pada tangga 2 Mei mendatang pun mau tak mau harus dihadapi dengan kantong kosong.

Belum lagi soal cicilan motor yang masih tersisa 17 bulan untuk dilunaskan.

Dia mengaku tidak mendapatkan keringanan biaya mencicil. Pihak leasing hanya memberikan kelonggaran waktu untuk membayar cicilan.

“Kalau begitu sama saja bohong,” celetuk Didi.

Pikir Didi, jangankan 17 bulan cicilan motor, malam ini saja belum tentu keluarganya bisa makan.

Namun, Didi hanya bisa berserah kepada Yang Maha Kuasa. 

Bantuan pemerintah bagaikan mimpi

Di masa-masa sulitnya kini, Didi pernah berkomentar di salah satu kolom komentar berita Kompas.com. Berita yang dikomentari Didi terkait dengan penurunan jumlah kasus Covid-19 di Jakarta.

Dia berharap berita itu benar-benar menjadi nyata, wabah Covid-19 segera berakhir.

"Semoga benar ini kasian istri saya sudah tidak ada uang lagi untuk menyambung hidup di bulan ramadhan ini tabungan kami sudah habis sementara saya yg sebagai ojol sudah 2 minggu tidak dapet order bantuan pemerintah pun hanya mimpi bagi kami," tulisnya ketika itu.

Baca juga: Ini Daftar Lengkap Warteg Penyedia Makan Gratis Selama Pandemi Covid-19 di Jabodetabek

Didi memang tak dapat bantuan apapun, dari siapapun. Saat ditanya apakah bantuan pemerintah namanya terdata, Didi terdengar tak bersemangat.

“Enggak, saya belum dapat sama sekali. Sama RT-nya juga enggak ada. KTP saya kan masih alamat orang tua, sementara saya di sini ngontrak. Jadi saya sama RT sini mungkin enggak masuk hitungan atau bagaimana saya enggak tahu,” ucapnya.

Pria yang tinggal di Kampung Bojong, RT07 RW 20, Depok Timur ini mengatakan hanya 20 warga yang tercatat pihak RT untuk mendapatkan bantuan pemerintah.

Ketika tahu tidak masuk dalam 20 keluarga yang dapat bantuan, dia pun tidak berbuat banyak. Bertanya kepada pihak RT enggan dilakukan karena tahu hasilnya akan percuma.

“Belum sempat tuh (bertanya). Saya pikir buat apalah Memang enggak dapat,” ucap dia.

Tidak heran dia lebih suka peras keringat sendiri daripada menanti bantuan yang tak pasti. 

Hingga saat ini, banting tulang di aspal jalanan menjadi pilihan satu-satunya yang bisa Didi lakukan.

Berharap uang hasil mengantar barang atau penumpang bisa menjadi penyelamat dalam kondisi serba sulit seperti sekarang. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

JPO Cilincing yang Hancur Ditabrak Kontainer Diperbaiki, Biaya Ditanggung Perusahaan Truk

JPO Cilincing yang Hancur Ditabrak Kontainer Diperbaiki, Biaya Ditanggung Perusahaan Truk

Megapolitan
Polisi Usut Penyebab Remaja di Cengkareng Gantung Diri

Polisi Usut Penyebab Remaja di Cengkareng Gantung Diri

Megapolitan
Dari 7 Jenazah Korban Kebakaran Mampang, 2 di Antaranya Anak Laki-laki

Dari 7 Jenazah Korban Kebakaran Mampang, 2 di Antaranya Anak Laki-laki

Megapolitan
Isak Tangis Iringi Pengantaran 7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' ke RS Polri

Isak Tangis Iringi Pengantaran 7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" ke RS Polri

Megapolitan
Kebakaran Toko Bingkai Saudara Frame Padam, Arus Lalin Jalan Mampang Prapatan Kembali Normal

Kebakaran Toko Bingkai Saudara Frame Padam, Arus Lalin Jalan Mampang Prapatan Kembali Normal

Megapolitan
Sebelum Toko 'Saudara Frame' Terbakar, Ada Percikan Api Saat Pemotongan Kayu

Sebelum Toko "Saudara Frame" Terbakar, Ada Percikan Api Saat Pemotongan Kayu

Megapolitan
Kondisi Karyawan Selamat dari Kebakaran Saudara Frame, Salah Satunya Luka Bakar Hampir di Sekujur Tubuh

Kondisi Karyawan Selamat dari Kebakaran Saudara Frame, Salah Satunya Luka Bakar Hampir di Sekujur Tubuh

Megapolitan
Polisi: Ada Luka di Dada dan Cekikan di Leher Jasad Perempuan di Pulau Pari

Polisi: Ada Luka di Dada dan Cekikan di Leher Jasad Perempuan di Pulau Pari

Megapolitan
144 Kebakaran Terjadi di Jakarta Selama Ramadhan, Terbanyak di Jaktim

144 Kebakaran Terjadi di Jakarta Selama Ramadhan, Terbanyak di Jaktim

Megapolitan
Wanita Ditemukan Tewas di Dermaga Pulau Pari, Polisi Periksa 3 Teman Dekat Korban

Wanita Ditemukan Tewas di Dermaga Pulau Pari, Polisi Periksa 3 Teman Dekat Korban

Megapolitan
Cerita Warga Habiskan Uang Jutaan Rupiah untuk Bagi-bagi THR di Hari Lebaran

Cerita Warga Habiskan Uang Jutaan Rupiah untuk Bagi-bagi THR di Hari Lebaran

Megapolitan
Anggota DPRD Pertanyakan Besaran Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Anggota DPRD Pertanyakan Besaran Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Megapolitan
Tewas Terjebak Kebakaran, Keluarga Pemilik 'Saudara Frame' Tinggal di Lantai Tiga Toko

Tewas Terjebak Kebakaran, Keluarga Pemilik "Saudara Frame" Tinggal di Lantai Tiga Toko

Megapolitan
Kadis Dukcapil: 92.432 NIK Warga Jakarta Bakal Dinonaktifkan Awal Pekan Depan

Kadis Dukcapil: 92.432 NIK Warga Jakarta Bakal Dinonaktifkan Awal Pekan Depan

Megapolitan
Sayur-mayur Membawa Berkah, Sarmini Bisa Menyekolahkan Anaknya hingga Sarjana

Sayur-mayur Membawa Berkah, Sarmini Bisa Menyekolahkan Anaknya hingga Sarjana

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com