JAKARTA, KOMPAS.com - Kualitas udara di DKI Jakarta diklaim mulai mengalami perbaikan karena langit yang terlihat cerah dan biru beberapa waktu belakangan, terutama saat pandemi Covid-19.
Salah satu faktornya adalah bekurangnya polusi dari sumber bergerak, yakni kendaraan selama pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Menanggapi hal itu, Juru Bicara Bidang Iklim dan Energi Greenpeace Bondan Andriyanu mengatakan, penerapan PSBB dan langit cerah di Ibu Kota beberapa waktu belakangan bukan berarti kualitas udara sudah sepenuhnya membaik dan bebas dari polusi.
Baca juga: Begini Kualitas Udara Jakarta Saat Hari Bumi di Tengah Pandemi Covid-19
“Dikatakan ada langit terlihat bagus, Gunung Salak dan Gunung Pangrango terlihat dari Jakarta dalam waktu yang bersamaan. Itu kalau diperhatikan lebih dalam lagi ternyata hanya bisa terlihat dalam beberapa jam tertentu, tapi selanjutnya dia (polusi) meningkat lagi,” ujar Bondan dalam diskusi online, Kamis (30/4/2020).
Menurut dia, untuk mengetahui bahwa polusi di Ibu Kota masih berada di level yang aman harus dilihat dari data stasiun pemantauan kualitas udara.
Namun, data kualitas udara dari alat pemantauan yang dimilik pemerintah sulit untuk diakses oleh masyarakat.
Baca juga: Melihat Kualitas Udara di Sejumlah Wilayah yang Menerapkan PSBB, Seperti Apa Kondisinya?
“Sekarang lagi Covid-19 nih, katanya berjemur itu bagus untuk kesehatan. Tapi alih-alih berjemur untuk menghilangkan Covid-19, bagaimana kita kalau ternyata kita menghirup polutan,” ungkapnya.
Bondan menyebutkan bahwa kualitas udara selama April 2020 ternyata berada di level yang kurang baik dengan rata-rata konsentrasi polutan PM2.5 per harinya berada pada angka 15-20.
Data tersebut didapatkan dari dua stasiun pemantauan kualitas udara milik US Embassy yang berlokasi di Monas, Jakarta Pusat dan Blok M, Jakarta Selatan.
Pemberlakuan PSBB, lanjut dia, memang berhasil mengurangi polusi udara di Jakarta yang dihasilkan oleh emisi kendaraan.
Kendati demikian, banyak sumbangan polutan PM2.5 dari sumber tidak bergerak yang berada di luar Jakarta membuat kualitas udara di Ibu Kota tidak sepenuhnya membaik.
“Jakarta katakanlah transportasi sudah berkurang signifikan. Tapi kalau transportasi sebenarnya secara polutan kalau tidak salah itu signifikan mengurangi NO2-nya, tapi PM2.5-nya masih tinggi,” ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.