Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

8 Fakta Kesaksian Novel Baswedan, Diintai, Ragukan Motif Penyerangan, hingga Kecurigaan Iwan Bule

Kompas.com - 01/05/2020, 08:00 WIB
Jimmy Ramadhan Azhari,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik senior KPK Novel Baswedan menjadi saksi korban dalam persidangan terdakwa Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dua terdakwa penyiraman air keras terhadap dirinya, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Kamis (30/4/2020).

Dua terdakwa tidak dihadirkan di ruang pengadilan. Keduanya tetap berada di Mako Brimob, Depok.

Kedua terdakwa disambungkan ke persidangan lewat video conference.

Dua polisi aktif berpangkat Brigadir itu didakwa melakukan penganiayaan berat terencana.

Menurut jaksa penutut umum, mereka merencakan penyiraman air keras kepada Novel dengan motif yang sama.

Keduanya disebut benci terhadap Novel karena dianggap telah mengkhianati institusi Polri.

Sejumlah fakta disampaikan Novel dalam persidangan. Berikut rangkuman:

Pelaku penyiraman air keras Penyidik KPK Novel Baswedan dibawa petugas untuk dipindahkan ke Bareskrim Mabes Polri di Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (28/12/2019). Polisi berhasil mengamankan dua pelaku yang merupakan anggota Polri aktif dengan insial RM dan RB.ANTARA FOTO/ABDUL WAHAB Pelaku penyiraman air keras Penyidik KPK Novel Baswedan dibawa petugas untuk dipindahkan ke Bareskrim Mabes Polri di Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (28/12/2019). Polisi berhasil mengamankan dua pelaku yang merupakan anggota Polri aktif dengan insial RM dan RB.

Kronologi

Dalam kesaksiannya, Novel menceritakan kronologi penyiraman air keras yang mengakibatkan gangguan pengelihatan pada kedua matanya.

Baca juga: Novel Baswedan Ceritakan Kronologi Penyiraman Air Terhadap Dirinya di Persidangan

Novel menyebutkan, peristiwa itu terjadi pada 11 April 2017, sekitar pukul 05.10 WIB di sekitar kediamannya di Jalan Jalan Deposito, Pegangsaan Dua Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Pagi itu, Novel pergi shalat subuh di Masjid Al Ihsan yang jaraknya sekitar 50 meter dari rumahnya.

Suasana terasa normal, jalanan di sekitar hanya dilalui oleh orang yang ingin pergi ke masjid. Orang yang hadir di masjid terdiri dari warga sekitar yang sebagian diantaranya dikenali Novel.

Setelah selesai shalat, Novel langsung kembali ke rumahnya dengan berjalan kaki. Di tengah perjalanan ia mendengar sebuah sepeda motor berjalan dengan sangat lambat.

"Saat di pertigaan saya tidak mendengar suara motor, saat di jalan ke rumah saya, saya mendengar," kata Novel dalam persidangan yang dipantau dari akun YouTube PN Jakarta Utara, Kamis.

Saat motor mendekat, Novel menolehkan wajahnya ke kanan, sesuai arah datangnya suara.

Namun, belum sempat ia menengok si pengendara, wajahnya sudah keburu disiram air keras.

"Saya yakin (terdakwa) sangat dekat, karena terkena sekujur wajah dan dipakai sangat banyak," ucap Novel.

Setelah menyiram wajah Novel, kedua terdakwa langsung meninggalkan lokasi demgan cepat mengendarai sepeda motor matic.

Ketika disiram air keras tersebut, Novel merasakan wajahnya begitu panas seperti terbakar. Pandangan matanya waktu itu juga sangat buram.

Awalnya ia berusaha mencari sumber air untuk menyiram wajah di sebuah rumah paling dekat di tempat kejadian.

Akan tetapi ia mengurungkan niatnya, lalu berputar kearah masjid untuk menjangkau tempat wudhu.

Saking buramnya, Novel sampai menabrak batang pohon lalu terjatuh. Ia berteriak kencang karena tak kuasa menahan sakitnya luka bakar yang terasa di wajah.

Mendengar teriakan Novel, warga yang ikut shalat subuh langsung mendatangi dan membantunya kembali ke masjid.

Di sana, Novel berulang kali membasuh wajahnya dengan air untuk membersihkan paparan air keras di wajahnya.

Setelah itu, tetangga Novel berinisiatif mengambil mobil dan membawanya ke Rumah Sakit Mitra Keluarga untuk mendapatkan perawatan.

Bantah disiram air aki

Kepada majelis hakim, Novel juga membantah bahwa air keras yang disiramkan ke wajahnya adalah air aki.

"Menurut yang saya baca di pemberitaan, wajah saya diserang menggunakan air aki, tapi saya punya bukti kalau itu bukan air aki," kata Novel.

Baca juga: Novel Baswedan Bantah Air Keras yang Disiramkan ke Wajahnya adalah Air Aki

Menurut Novel, efek dari penggunaan air aki yang terkena mata atau kulit dampaknya tidak seperti yang ia rasakan seperti sekarang.

Ia menyebutkan bahwa saat ini mata kirinya sudah mengalami kebutaan total, sedangkan penglihatan di mata kanannya di bawah 50 persen.

"Saat ini saja mohon maaf saya tidak bisa melihat wajah Yang Mulia," ucap Novel.

Saat hendak membuktikan, Hakim kemudian memotong perkataan Novel dan menyebutkan bahwa belum saatnya pembuktian karena agenda saat ini memberi kesaksian.

Di akhir kesaksian, majelis hakim menanyakan kepada kedua terdakwa terhadap kesaksian Novel.

Namun, Rahmat Kadir bersikeras bahwa air keras yang ia gunakan adalah air aki.

Bekas guntingan di baju

Majelis hakim menemukan bekas guntingan dalam gamis yang menjadi barang bukti.

"Di sini kita melihat bekas guntingan, itu maksudnya tidak ada saudara (menggunting)," kata hakim.

Baca juga: Hakim Temukan Ada Bekas Guntingan di Baju Novel Baswedan yang Jadi Barang Bukti

Namun, dalam kesaksiannya, Novel menyebutkan setelah wajahnya disiram air keras, ia langsung membuka gamis yang ia kenakan dengan mudah tanpa membantu alat bantu apa pun.

"Tidak ada yang digunting, saya ingat betul baju itu bagus, saya ingat betul karena baju itu termasuk yang saya senang, dan saya yakin betul ketika membuka itu tidak sobek karena sudah biasa," ucap Novel menjawab pertanyaan hakim.

Novel juga tidak mau memastikan apakah gamis yang jadi barang bukti dalam persidangan itu merupakan gamis yang ia kenakan sewaktu peristiwa penyiraman air keras tersebut.

Ia hanya membenarkan bahwa model, jenis, warna, dan merek gamis itu sama persis dengan yang ia gunakan tatkala penyerangan itu.

Diintai

Novel mengaku rumahnya telah diamati oleh beberapa orang dua minggu sebelum kejadian penyiraman air keras itu.

"Jadi di depan rumah saya ada sungai, posisi pengamatan ini ada di seberang rumah saya," kata Novel.

Baca juga: Novel Baswedan Sebut, 2 Minggu Sebelum Dia Disiram Air Keras Rumahnya Diintai

Saat itu, ada sejumlah orang dan beberapa mobil yang menunjukkan gerak gerik mencurigakan.

Melihat hal tersebut, salah seorang tetanga Novel kemudian mengambil foto orang-orang yang mengamati tersebut dan mengirimnya ke Novel.

"Sudah saya berikan (fotonya) ke Kapolda Metro (saat itu) Pak Iriawan, itu saya dapatkan dari tetangga," ucap Novel.

Setelah Novel memberi tahu hal tersebut kepada Iriawan, Iriawan mewanti-wanti Novel untuk lebih berhati-hati.

Tangani kasus besar

Novel mengaku sedang menangani kasus suap hakim konstitusi Patrialis Akbar oleh Direktur CV Sumber Laut Perkasa, Basuki Hariman, saat dirinya diserang dengan air keras.

Menurut Novel, kala itu, kasus Basuki Hariman memang mengundang sejumlah kegaduhan.

"Prosesi itu ada sedikit kehebohan karena ditemukan catatan pemberian sejumlah uang kepada oknum-oknum penegak hukum," kata Novel.

Baca juga: Sebelum Disiram Air Keras, Novel Baswedan Mengaku Sedang Tangani Kasus Suap Basuki Hariman

Catatan pemberian uang itu yang kemudian disebut-sebut sebagai kasus buku merah.

Menurut Novel, kala itu beredar kabar bahwa dirinya mengkoordinasikan tiga satgas untuk menjerat petinggi Polri yang namanya tercantum dalam buku tersebut.

"Padahal, saya tidak melakukan penanganan itu," ucap Novel.

Selain kasus tersebut, Novel juga kala itu sedang menangani kasus korupsi E-KTP dengan tersangka SN dan sejumlah tidak pidana pencucian uang (TPPU) yang sempat bocor keluar KPK.

Namun, Novel tidak bisa memastikan apakah teror penyiraman air keras yang ia terima ini berkaitan dengan salah satu kasus tersebut atau akumulasi dari berbagai kasus lain yang ia tangani sebagai penyidik KPK.

Kejanggalan penanganan polisi

Novel Baswedan menyebut ada kejanggalan dalam proses penyidikan polisi dalam kasus penyiraman air keras terhadapnya.

Salah satu hal janggal ialah tidak diambilnya beberapa rekaman CCTV yang dianggap cukup penting.

"Yang kedua ada sidik jari di gelas dan botol yang katanya tidak bisa diperoleh," kata Novel.

Baca juga: Novel Baswedan Sebut Sejumlah Kejanggalan Penyidikan Polisi Dalam Kasus Penyiraman Air Keras

Gelas dan botol itu diyakini sebagai alat yang digunakan para pelaku untuk membawa dan menyiramkan air keras ke arah muka Novel.

Kemudian, menurut Novel, ada sejumlah intimidasi yang dilakukan penyidik terhadap para saksi yang dimintai keterangan.

Kejanggalan terakhir adalah adanya bukti IT yang tidak digunakan dalam pembuktian kasus tersebut.

"Saya pernah berkomunikasi dengan perwira menengah di Densus 88 yang mengatakan bahwa bukti itu telah diambil seseorang, tapi bukti itu tidak pernah dibahas lebih lanjut," ucap Novel.

Novel mengaku sudah pernah melaporkan kejanggalan tersebut kepada Komnas HAM. Dari hasil penyelidikan, Komnas HAM kemudian mengeluarkan rekomendasi.

Rekomendasi tersebut lalu diserahkan Novel kepada masing-masing hakim di akhir kesaksian.

Kecurigaan Iwan Bule

Novel mengaku bahwa Mochamad Iriawan sewaktu menjabat Kapolda Metro Jaya, sempat menyebut nama terduga dalang kasus penyiraman air keras terhadapnya.

Novel mengatakan, Iwan Bule, sapaan akrab Iriawan, menyebut nama orang ketika membesuknya di rumah sakit bersama Ketua KPK saat itu, Agus Raharjo.

"Saya menghubungi Pak Kapolri Tito Karnavian. Dan beliau segera memerintahkan staf jajarannya untuk merespons. Tidak lama saya dihubungi pak Kapolda Metro, dia datang," kata Novel.

"Saat itu beberapa kali menyebut nama orang yang cukup punya pengaruh, Yang Mulia," tambah Novel.

Baca juga: Kata Novel, Iwan Bule Pernah Menyebut Nama Terduga Dalang Penyiraman Air Keras

Keterangan tersebut sempat disela oleh hakim ketua Djuyamto karena pertanyaan yang disampaikan hakim anggota ialah kejadian sebelum penyiraman.

Namun, setelah Novel menjawab pertanyaan tersebut, hakim anggota kembali meminta Novel melanjutkan pernyataan terkait kunjungan Iwan bule.

"Beliau menyesalkan yang terjadi seperti merasa kecolongan. Dan menyebutkan beberapa kali nama orang yang dia sebut jangan-jangan ini," ujar Novel.

Novel menambahkan, Kapolda Metro Jaya kala itu berjanji akan segera menelusuri kasus penyiraman air keras.

Iwan Bule juga mendorong upaya medis yang bisa dilakukan terhadap Novel.

Ragukan motif dua terdakwa

Novel Baswedan meragukan motif dari dua terdakwa, yakni Brigadir Ronny Bugis dan Brigadir Rahmat Kadir, yang menyerang dirinya dengan air keras.

Novel mengaku baru mengetahui motif kedua terdakwa tersebut dari awak media.

"Jika saya menangani perkara korupsi terkait petinggi Polri yang menggunakan dana Korlantas untuk dipakai pribadi, saya tidak melihat ada korelasi anggota Polri yang marah," kata Novel.

Baca juga: Novel Baswedan Ragukan Motif Dua Polisi yang Menyerangnya Pakai Air Keras

Novel menceritakan, setelah KPK menangani kasus korupsi pengadaan simulator SIM di Korlantas Polri tahun 2011, ia justru banyak mendapat apresiasi dari anggota Polri.

Salah satu contohnya ketika menangani kasus di berbagai daerah, Novel mendapatkan pujian.

"Saya juga berhubungan dengan anggota saya yang sebelum-sebelumnya dan mereka berkomunikasi dengan baik," ucap Novel.

Novel kemudian berasumsi, jika yang ia lakukan dianggap mengecewakan institusi Polri, maka ia akan mendapat perlakuan serupa dari anggota Polri lainnya.

Namun, hal itu tak terjadi.

"Apabila saya menindak oknum yang berbuat korupsi, maka seharusnya yang akan khawatir anggota Polri berbuat serupa, atau dia yang memiliki jabatan maka dia akan khawatir sehingga membenci saya," ucap Novel.

Menurut Novel, tak mungkin kekhawatiran seperti itu ada di dua polisi yang berpangkat brigadir.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

Megapolitan
Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Megapolitan
Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Megapolitan
Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Megapolitan
Uang Korban Dipakai 'Trading', Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Uang Korban Dipakai "Trading", Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Megapolitan
Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' Berhasil Diidentifikasi

Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" Berhasil Diidentifikasi

Megapolitan
Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Megapolitan
Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Megapolitan
Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Megapolitan
Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Megapolitan
Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Megapolitan
Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Megapolitan
Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com