JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menilai, banyaknya masyarakat yang nekat mudik disebabkkan ketidakpastian hidup di kota rantau seperti Jakarta, Depok, dan Bekasi.
Pasalnya, banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan di tengah pandemi Covid-19.
Sementara itu, bantuan sosial yang diberikan pemerintah banyak tidak tepat sasaran dan mengalami keterlambatan pendistribusian.
Baca juga: Berbagai Upaya Mudik di Tengah Pandemi Covid-19, Berujung Diamankan Polisi
"Di sini (kota rantau) masyarakat enggak kerja, sementara mereka harus bayar kos, kontrakan. Kemudian, bansos yang dijanjikan pemerintah banyak yang enggak tepat sasaran," kata Trubus saat dihubungi Kompas.com, Senin (4/5/2020).
Padahal, masyarakat membutuhkan jaminan untuk bisa melangsungkan hidup di kota rantau. Sehingga, mereka nekat mudik untuk tetap bertahan hidup.
"Enggak ada jaminan dari pemerintah. Jadi, pemerintah enggak punya kemampuan untuk memberikan rasa nyaman, memberikan kepastian kepada para pemudik itu," ujar Trubus.
Tak hanya itu, masyarakat Indonesia menganggap mudik merupakan bagian tradisi yang wajib dilakukan.
Alasannya, mudik adalah bagian dari silaturahim dengan sanak keluarga di kampung halaman.
"Mudik adalah bagian dari tradisi. Jadi, mereka menganggap itu bagian dari silaturahim, memang setiap tahun mereka mudik," lanjut Trubus.
Sehingga, masih banyak masyarakat nekat mudik dengan melintasi jalur-jalur tikus atau mengelabui polisi yang berjaga di pos-pos penyekatan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.