Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog: Jangan Sampai Pemerintah Siasati Covid-19 dengan Herd Immunity

Kompas.com - 13/05/2020, 05:59 WIB
Vitorio Mantalean,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

“Harga” yang terlalu mahal…

Lantas, berapa banyak populasi yang mesti terinfeksi penyakit agar herd immunity bisa terbentuk?

Maret lalu, Sulfikar Amir dan Fredy Tantri, dua peneliti di Nanyang Technological University Singapura coba menjawabnya dengan pemodelan matematis.

Hasilnya, herd immunity terbentuk jika setidaknya 81 persen populasi terinfeksi penyakit tersebut (Kompas, 11 Mei 2020).

Di Indonesia, jumlah itu sama dengan membiarkan 190 juta penduduk Indonesia terinfeksi Covid-19 agar timbul herd immunity.

Baca juga: Apa Itu Herd Immunity, dan Mengapa Bisa Sebabkan Kematian Massal?

Menjadi masalah karena Covid-19 berpeluang besar mengakibatkan kematian pada orang-orang usia lanjut atau memiliki riwayat penyakit penyerta.

Di samping itu, tingkat kematian pasien terkonfirmasi Covid-19 di Indonesia di atas rata-rata dunia dengan 6,8 persen kasus berujung kematian.

“Delapan puluh persen kasus Covid-19 mungkin tidak bergejala, 15 persen gejala sedang, 5 persen gejalanya sangat berat dan berisiko kematian,” ungkap epidemiolog Eijkman-Oxford Clinical Research Unit in Indonesia, Iqbal Elyazar dalam seminar virtual pada Selasa.

“Bayangkan. 5 persen dari jumlah penduduk (Indonesia, hasilnya sekitar 13-14 juta jiwa). Itu besar. Sangat luar biasa jumlah kematian pada kelompok bergejala berat. Strategi ini (herd immunity) berisiko tinggi, tidak dianjurkan,” tambah dia.

Baca juga: Cegah Penyebaran Covid-19, Bisakah Herd Immunity Diterapkan di Indonesia?

Masalah lain, kapasitas tes Covid-19 sangat rendah. Di antara lima besar negara terpadat di dunia, kemampuan tes Covid-19 pemerintah Indonesia paling jelek.

Berdasarkan data Worldometers per Selasa, Indonesia hanya mampu memeriksa 0,6 per 1.000 penduduk. Sementara itu, dari 1.000 penduduk, India sanggup memeriksa 1,2 orang; Pakistan 1,3 orang; Brazil 1,6 orang; dan Amerika Serikat 29 orang.

Di Asia Tenggara, sebagai perbandingan, Filipina memeriksa 1,6 dari 1.000 penduduk. Malaysia memeriksa 8 dari 1.000 penduduk.

Akibat kecilnya jumlah tes oleh pemerintah Indonesia, banyak kasus Covid-19 yang tidak terdeteksi.

Walaupun pemerintah mengonfirmasi 1.007 pasien meninggal akibat Covid-19 pada Selasa, namun ada ribuan pasien lain berstatus suspect (diduga terjangkit) Covid-19 meninggal dunia tanpa terkonfirmasi positif.

Baca juga: Gelombang Kedua Corona, Herd Immunity dan Strategi Indonesia Hadapi Pandemi

Reuters pada 27 April 2020 lalu melaporkan, sudah 2.212 penduduk Indonesia di 16 provinsi meninggal dengan status suspect karena hasil pemeriksaan laboratorium terhadap mereka belum dilakukan, akibat minimnya tes serta antrean panjang pemeriksaan di laboratorium.

Jakarta, misalnya. Sejak awal Maret 2020, tercatat ada 1.940 pemakaman hingga 12 Mei 2020 yang dilakukan dengan standar pemulasaraan jenazah pasien Covid-19. Padahal, jumlah kematian yang terkonfirmasi akibat Covid-19 hanya 457 kasus.

Dengan kemampuan deteksi kasus Covid-19 serendah ini, sulit dipercaya jika pemerintah sampai hati bermaksud menerapkan herd immunity.

“Enggak mungkin (pemerintah berharap pada herd immunity). Bisa menjadi bumerang, makan korban sendiri, karena yang terinfeksi harus lebih dari separuh penduduk. Jumlah penduduk kita ratusan juta. Jumlah kematian kan banyak yang tua-tua. Nanti kita enggak punya kakek atau enggak punya ayah lagi,” ujar Pandu.

Senada, dosen senior di Australian Centre for Precision Health, University of South Australia, Beben Benyamin mengungkapkan hal yang sama.

”Tanpa adanya vaksin yang efektif untuk mencegah Covid-19, mengandalkan terbentuknya herd immunity secara alami layaknya seperti bermain russian roulette. Jutaan nyawa menjadi taruhannya,” kata Beben dalam artikelnya berjudul ”Herd Immunity dan Penanggulangan Covid-19” (Kompas, 13 April 2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pendatang Baru di Jakarta Harus Didata agar Bisa Didorong Urus Pindah Domisili

Pendatang Baru di Jakarta Harus Didata agar Bisa Didorong Urus Pindah Domisili

Megapolitan
Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Bekerja Sebagai Pengajar di Kampus Jakarta

Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Bekerja Sebagai Pengajar di Kampus Jakarta

Megapolitan
Bentuk Unit Siaga SAR di Kota Bogor, Basarnas: Untuk Meningkatkan Kecepatan Proses Penyelamatan

Bentuk Unit Siaga SAR di Kota Bogor, Basarnas: Untuk Meningkatkan Kecepatan Proses Penyelamatan

Megapolitan
Aksi Pencurian Kotak Amal di Mushala Sunter Terekam CCTV

Aksi Pencurian Kotak Amal di Mushala Sunter Terekam CCTV

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Jakbar Dikenal Sebagai Atlet Maraton

Siswa SMP yang Gantung Diri di Jakbar Dikenal Sebagai Atlet Maraton

Megapolitan
Detik-detik Mencekam Kebakaran Toko 'Saudara Frame': Berawal dari Percikan Api, Lalu Terdengar Teriakan Korban

Detik-detik Mencekam Kebakaran Toko "Saudara Frame": Berawal dari Percikan Api, Lalu Terdengar Teriakan Korban

Megapolitan
Polisi Periksa Saksi-saksi Terkait Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari

Polisi Periksa Saksi-saksi Terkait Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari

Megapolitan
Massa Aksi yang Menuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024 Bakar Ban Sebelum Bubarkan Diri

Massa Aksi yang Menuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024 Bakar Ban Sebelum Bubarkan Diri

Megapolitan
Massa Pendukung Prabowo-Gibran Juga Demo di Patung Kuda, tapi Beberapa Orang Tak Tahu Isi Tuntutan

Massa Pendukung Prabowo-Gibran Juga Demo di Patung Kuda, tapi Beberapa Orang Tak Tahu Isi Tuntutan

Megapolitan
DPC PDI-P: Banyak Kader yang Minder Maju Pilwalkot Bogor 2024

DPC PDI-P: Banyak Kader yang Minder Maju Pilwalkot Bogor 2024

Megapolitan
Siswa SMP di Palmerah Sempat Cekcok dengan Kakak Sebelum Gantung Diri

Siswa SMP di Palmerah Sempat Cekcok dengan Kakak Sebelum Gantung Diri

Megapolitan
Salah Satu Korban Tewas Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' adalah ART Infal yang Bekerja hingga 20 April

Salah Satu Korban Tewas Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" adalah ART Infal yang Bekerja hingga 20 April

Megapolitan
Saat Toko 'Saudara Frame' Terbakar, Saksi Dengar Teriakan Minta Tolong dari Lantai Atas

Saat Toko "Saudara Frame" Terbakar, Saksi Dengar Teriakan Minta Tolong dari Lantai Atas

Megapolitan
9 Orang Ambil Formulir Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

9 Orang Ambil Formulir Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
Minta Polisi Periksa Riwayat Pelanggaran Hukum Sopir Fortuner Arogan Berpelat Dinas TNI, Pakar: Agar Jera

Minta Polisi Periksa Riwayat Pelanggaran Hukum Sopir Fortuner Arogan Berpelat Dinas TNI, Pakar: Agar Jera

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com