JAKARTA, KOMPAS.com - Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono, berpandangan pemerintah sebaiknya tidak terburu-buru melonggarkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hanya karena kasus Covid-19 melambat beberapa hari.
Pandu menyebutkan, setidaknya ada tiga indikator yang dapat diacu pemerintah sebelum melonggarkan PSBB.
"Pertama, indikator epidemiologi. Kasus positif Covid-19 menurun, pasien dalam pengawasan (PDP) menurun, kematian menurun. Itu selama observasi paling tidak dua minggu," ujar Pandu ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (13/5/2020) siang.
Baca juga: Wawancara Khusus Moeldoko: Relaksasi PSBB dan Skenarionya
Indikator kedua yakni kapasitas tes Covid-19 yang dilancarkan pemerintah. Pandu menilai, turunnya jumlah kasus Covid-19 harus dipastikan bukan karena lemahnya kemampuan tes dan deteksi pemerintah.
Pasalnya, berdasarkan data Worldometers, saat ini Indonesia hanya mampu memeriksa 0,6 orang per 1.000 penduduk. Sebagai perbandingan, Filipina mampu memeriksa 1,6 orang per 1.000 penduduk, Malaysia 8 orang, dan Amerika Serikat 29 orang.
"Jadi nanti jangan penurunan kasusnya karena berkurangnya testing. Testing ini harus terus meningkat," kata Pandu.
"Indikator tes meningkat apa? Tidak boleh ada antrean sampel lagi. Kasus ditemukan kemarin, hari ini (hasilnya) keluar. Jadi, jeda tes hanya sehari. Semua PDP dan ODP sudah bisa diperiksa dalam waktu singkat," kata dia.
"Kan nanti juga harus melakukan pemeriksaan pada penduduk. Orang-orang yang mau bekerja harus diperiksa dulu. Masak orang-orang mau bekerja diperiksa dulu tapi antreannya 3 sampai 5 hari?"
Indikator ketiga, pemerintah harus mampu menjamin bahwa sistem layanan kesehatan jauh lebih kuat ketimbang sekarang.
Bercermin dari pengalaman beberapa negara yang telah melonggarkan lockdown seperti Jerman, China, dan Korea Selatan ada peluang munculnya gelombang kedua pandemi Covid-19.
Baca juga: Kasus Covid-19 di Indonesia Capai 14.749, Pemerintah Bantah Relaksasi PSBB
"Ketersediaan rumah sakit, alat kesehatan, APD, dokter, dan puskesmas cukup. Ini baru kalau sudah terpenuhi semua baru namanya pelonggaran bertahap, tidak sekaligus," ujar dia.
Ditilik dari aspek hukum, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang PSBB, keberhasilan PSBB memutus rantai penularan Covid-19 dibuktikan oleh beberapa hal.
Pertama, PSBB terlaksana dengan baik. Kedua, jumlah kasus menurun. Ketiga, tidak ada penyebaran ke area/wilayah baru.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo kemarin menyebutkan, Presiden Joko Widodo sudah memerintahkan untuk membuat simulasi terkait pelonggaran PSBB.
Menurut Doni, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi ketika PSBB hendak dilonggarkan di daerah-daerah, mulai dari landainya kurva, kesiapan penduduk, daerah prioritas, serta koordinasi pemerintah pusat dan daerah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.