Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diminta Tak Buru-buru Longgarkan PSBB, Epidemiolog: Dampaknya Tidak Instan

Kompas.com - 13/05/2020, 14:13 WIB
Vitorio Mantalean,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Epidemiolog Iqbal Elyazar mengatakan, dampak pembatasan sosial berskala besar (PSBB) terhadap laju penularan Covid-19 tidak terjadi dalam 1-2 hari.

Maka, pemerintah seyogianya tidak terburu-buru melonggarkan PSBB hanya karena kasus Covid-19 terkesan melambat dalam beberapa hari.

"Dampak PSBB tidak bisa dilihat langsung. PSBB hari ini diterapkan, dampaknya tidak besok. Dampaknya 1-2 minggu," jelas Iqbal dalam seminar virtual, Selasa (11/5/2020).

Baca juga: Kasus Covid-19 Naik Terus, PSBB Depok Diperpanjang Lagi 14 Hari

"Beberapa daerah ada yang memperpanjang (PSBB) sampai 3 kali periode karena masih melihat adanya kasus. Ini serba tidak pasti," ia menambahkan.

Sebelumnya, desas-desus pemerintah hendak melonggarkan PSBB menyeruak ke permukaan, dengan diizinkannya kembali moda transportasi umum beroperasi, angkatan kerja di bawah 45 tahun beraktivitas, dan perintah Presiden RI Joko Widodo melakukan simulasi pelonggaran PSBB.

Wacana ini mengemuka karena berdasarkan data harian yang diumumkan pemerintah, ada kesan perlambatan dalam laju penularan Covid-19 dalam beberapa hari.

Iqbal beranggapan, data harian yang diumumkan pemerintah tidak sepenuhnya valid sebagai acuan pelonggaran PSBB.

Pasalnya, data tersebut kemungkinan besar merupakan kumpulan kasus yang dideteksi kurang beberapa hari silam, namun hasil uji laboratoriumnya baru diumumkan.

Singkatnya, data itu tidak menggambarkan situasi riil sebaran Covid-19 saat ini di lapangan, ditambah minimnya kemampuan tes pemerintah.

Jika ingin melihat situasi riil, Iqbal menyebut bahwa pemerintah mesti mengacu pada kurva epidemiologi yang mengandalkan data kapan pasien bergejala dan diambil sampelnya.

Dari data ini, baru kemudian para epidemiolog di bidang pemodelan dapat memperkirakan puncak pandemi dan kapan kasus Covid-19 akan melandai, sebagai acuan bagi kebijakan pemerintah.

"Gunakan kurva epidemik. Harus dikasih tahu jumlah pemeriksaannya. Selagi jumlah kasus kecil, kecil, kecil, karena memang tidak diperiksa atau banyak yang belum diperiksa," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

Megapolitan
Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Megapolitan
Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Megapolitan
Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Megapolitan
Uang Korban Dipakai 'Trading', Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Uang Korban Dipakai "Trading", Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Megapolitan
Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' Berhasil Diidentifikasi

Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" Berhasil Diidentifikasi

Megapolitan
Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Megapolitan
Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditangkap Polisi

Megapolitan
Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Komisi A DPRD DKI Desak Pemprov DKI Kejar Kewajiban Pengembang di Jakarta soal Fasos Fasum

Megapolitan
Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Ambil Formulir Calon Wali Kota Bogor Lewat PDIP, tapi Belum Mengembalikan

Megapolitan
Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Tak Bisa Lagi Kerja Berat Jadi Alasan Lupi Tetap Setia Menarik Sampan meski Sepi Penumpang

Megapolitan
Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Teman Siswa yang Gantung Diri di Palmerah Sebut Korban Tak Suka Cerita Masalah Apa Pun

Megapolitan
Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi untuk Palestina Serukan Tiga Tuntutan Sebelum Membubarkan Diri

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com