JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernua DKI Jakarta Anies Baswedan mengungkapkan panjang lebar kepada media Australia soal kebingungannya akan data kasus Covid-19.
Anies mengaku sudah mendeteksi adanya suspect Covid-19 sejak bulan Januari. Puskesma dan jajaran rumah sakit daerah mulai mengantisipasi orang-orang dengan gejala terjangkit virus corona.
Mereka menjalani tes. Namun, saat seluruhnya dites pada bulan Februari, hasilnya tak ada satu pun yang positif.
Kementerian Kesehatan menyatakan mereka negatif Covid-19.
Baca juga: Anies Ungkap Kebingungan soal Data Covid-19: Ingin Transparan, tapi Kemenkes Tak Mau
Ditambah, sikap pejabat di pusat yang tidak menurut Anies tidak sejalan dengan prinsipnya untuk bisa terbuka dan memberikan kepastian bagi warga.
Berita soal keraguan Anies atas data Covid-19 ini menjadi berita terpopuler di Megapolitan Kompas.com sepanjang kemarin, Rabu (13/5/2020).
Baca empat berita populer Megapolitan di bawah ini:
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengklaim sudah mulai memonitor dan melacak kasus-kasus potensial terkait Covid-19 sejak Januari 2020, atau dua bulan sebelum pengumuman kasus pertama positif Covid-19 yang disampaikan Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020.
Dalam kesempatan wawancara bersama media Australia The Sydney Morning Herald dan The Age, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berani blak-blakan tentang langkah yang telah ditempuh Pemprov DKI untuk melacak kasus Covid-19 dan pendapatnya yang berseberangan dengan pemerintah pusat.
Baca juga: Tak Percaya Kurva Covid-19 Melandai, Anies: Ini Tak Akan Segera Berakhir
Kepada dua media asing tersebut, Anies mengaku mulai melakukan langkah antisipasi Covid-19 sejak Januari 2020, setelah mendengar kasus soal virus baru di Wuhan, China.
Padahal, saat itu, dia masih mengenal penyakit dari Wuhan tersebut dengan nama pneumonia Wuhan.
"Kami mulai mengadakan pertemuan dengan semua rumah sakit di Jakarta, menginformasikan mereka tentang apa yang saat itu disebut pneumonia Wuhan, saat itu belum disebut Covid," ujar Anies dalam artikel The Sydney Morning Herald yang terbit pada 7 Mei lalu.
Langkah antisipasi Pemprov DKI Jakarta justru berseberangan dengan sikap pemerintah pusat.
Anies mengaku bingung dengan sikap pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Kesehatan RI, yang menyatakan belum ditemukan kasus positif Covid-19 di DKI Jakarta pada periode Januari-Februari 2020.
Baca juga: Melihat Besarnya Kasus Kematian Suspect Covid-19 yang Tak Diumumkan Pemerintah Pusat
Padahal, kala itu, Pemprov DKI telah memiliki data adanya kasus Covid-19 di Jakarta.
Walaupun memiliki perbedaan pandangan, Anies tetap meminta jajarannya untuk melaporkan perkembangan kasus Covid-19 yang mulai meningkat pada periode Januari hingga Februari 2020.
"Jumlahnya terus meningkat pada bulan Januari dan Februari. Kemudian kami segera memutuskan, untuk semua orang di kantor kami, jajaran Pemprov DKI Jakarta, mereka semua diberi kewenangan untuk menangani Covid-19 ini," ungkap Anies.
Pemerintah pusat pun tidak mengizinkan Pemprov DKI untuk melakukan pengujian laboratorium terkait Covid-19.
Baca juga: Kemenkes: Perbedaan Data Covid-19 Tidak Perlu Diperdebatkan Lagi
Kemenkes hanya mengizinkan Pemprov DKI untuk mengirimkan sampel kasus Covid-19 yang nantinya akan diuji di laboratorium nasional.
"Ketika jumlahnya mulai naik terus, pada waktu itu kami tidak diizinkan melakukan pengujian. Jadi, setiap kali kami memiliki kasus, kami mengirimkan sampel ke laboratorium nasional," kata Anies.
Perbedaan pendapat Pemprov DKI dan pemerintah pusat tak berhenti sampai di situ.
Kemenkes kembali mengumumkan belum ditemukan adanya kasus Covid-19 di Jakarta saat Pemprov DKI telah mengirimkan beberapa sampel kasus ke laboratorium.
Baca juga: Presiden Instruksikan Pusat dan Daerah Transparan soal Data Covid-19
"Kemudian, laboratorium nasional akan menginformasikan hasilnya positif atau negatif. Pada akhir Februari, kami bertanya-tanya mengapa (hasilnya) negatif semua," ungkap Anies.
Tak setuju dengan hasil Covid-19 yang diumumkan pemerintah pusat, Anies akhirnya memutuskan untuk mengumumkan sendiri hasil pemantauan Pemprov DKI kepada publik.
"Pada saat itu saya memutuskan untuk bicara kepada publik dan saya katakan kami telah memantau, ini adalah angkanya," ungkap Anies.
Baca selengkapnya di sini.
Sanksi bagi pelanggar pembatasan sosial berskala besar ( PSBB) Jakarta mulai berlaku pada hari ini, Rabu (13/5/2020).
Sanksi berupa denda tersebut tercantum dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengenaan Sanksi terhadap Pelanggar PSBB dalam Penanganan Covid-19 di DKI Jakarta yang terbit sejak kemarin.
Dalam Pergub tersebut diatur mengenai pengenaan sanksi kepada pelanggar, mulai dari sanksi sosial hingga denda.
Baca juga: Warga DKI Bahu Membahu agar Terhindar dari Covid-19 dan Sanksi PSBB
Satpol PP dan berbagai instansi terkait lantas berperan sebagai penegak kebijakan tersebut.
Baca selengkapnya soal ragam jenis sanksi dan denda PSBB di Jakarta di sini.
Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta memasuki hari ke-34.
Kebijakan ini sengaja diberlakukan guna memutus mata rantai penyebaran wabah Covid-19.
Namun, pembatasan tersebut rupanya juga turut berdampak pada aspek ekonomi di Ibu Kota.
Demi membantu masyarakatnya yang terkendala masalah ekonomi selama pandemi ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun menggelar program kolaborasi sosial berskala besar (KSBB).
Baca juga: Bansos Tahap 2 DKI Jakarta Senilai Rp 255.000 per Paket
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengajak masyarakat untuk ikut memberikan donasi melalui program KSBB.
"Program ini merupakan kolaborasi sosial dari warga untuk warga lainnya yang membutuhkan dengan Pemprov DKI Jakarta sebagai fasilitator program," tulis Anies melalui akun Instagram pribadinya, Kamis (30/4/2020).
Anies juga menyebut bahwa KSBB merupakan program dengan tujuan utama untuk memberikan bantuan pangan berupa makanan siap saji pagi-malam, sembako, paket lebaran, serta THR uang tunai.
Nantinya, keempat jenis bantuan tersebut akan didistribusikan secara merata kepada RW rentan, pesantren, panti sosial asuhan anak, panti sosial bagi lanjut usia, panti sosial disabilitas dan lokasi prioritas lainnya di wilayah DKI Jakarta.
Baca juga: Aduan yang Diterima Ombudsman, dari Bansos Tak Merata hingga Tak Jelasnya Relaksasi Kredit
Lantas apakah Anda termasuk orang yang akan menerima program bantuan KSBB dari Pemprov DKI Jakarta?
Untuk mengetahuinya, Anda dapat mengikuti beberapa langkah singkat berikut ini.
- Pertama-tama, Anda dapat mengunjungi situs resmi KSBB https://corona.jakarta.go.id/kolaborasi
Baca langkah selanjutnya di sini.
Satuan Polisi Pamong Praja Jakarta Barat akan memberlakukan sanksi kerja sosial bagi pelanggar pembatasan sosial berskala besar (PSBB) berupa menyapu jalan hingga membersihkan WC umum.
Kasatpol PP Jakarta Barat Tamo Sijabat mengatakan, pihaknya masih mempersiapkan pengadaan peralatan untuk pemberlakuan sanksi sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 41 Tahun 2020.
"Kami sedang mempersiapkan. Misalnya yang tidak pakai masker nanti dihukum menyapu jalan selama sejam," ujar Tamo di Jakarta, Rabu (13/5/2020), seperti dikutip Antara.
Baca juga: Sanksi Sosial PSBB Mulai Berlaku, Para Pelanggar Dibikin Jera
Namun, sebelum pemberlakuan sanksi, pihaknya masih menunggu penyempurnaan Pergub tersebut, khususnya masalah-masalah teknis seperti hukuman atau sanksi bagi pelanggar jenis tertentu.
Di samping itu, peralatan bagi pelanggar PSBB telah dipersiapkan, seperti rompi pelanggaran, alat kebersihan, maupun beberapa kaleng cat untuk mengecat trotoar.
Baca selengkapnya di sini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.