JAKARTA, KOMPAS.com - Kecamatan Pademangan merupakan salah satu dari zona merah Covid-19 di DKI Jakarta.
Jumlah pasien positifnya pun terbilang sangat tinggi, yakni mencapai 150 pasien, ditambah 72 orang lainnya yang masih harus menunggu hasil dari swab test.
Angka tersebut membuat aparat di Kecamatan harus ekstraketat dalam mengawasi warga agar yang terinfeksi virus corona tak semakin bertambah.
Camat Pademangan Mumu Mujtahid kemudian menceritakan bagaimana awal dari penyebaran Covid-19 di wilayahnya.
Baca juga: Kecamatan Pademangan Catat 150 Kasus Positif Covid-19 Per Hari Ini
Klaster pertama Covid-19 di Pademangan bermula dari seorang warga RW 011 Pademangan Barat yang merupakan jemaah tablig akbar dan baru pulang dari salah satu negara terjangkit, yakni India.
Ketika pulang, warga tersebut tidak menjalankan protokol kesehatan sebagaimana mestinya warga yang baru pulang dari negara terjangkit.
"Yang bersangkutan ini beraktivitas enggak sesuai protokol kesehatan Covid-19. Artinya, masih beraktivitas di masjid, masih ke mana-mana berinteraksi dengan warga lain," kata Mumu kepada Kompas.com, Senin (19/5/2020) malam.
Waktu itu, belum diketahui bahwa warga tersebut terinfeksi virus corona. Sampai suatu ketika, ia menjenguk kakaknya yang berada di rumah sakit dan akhirnya meninggal dunia.
Mulai dari situ, aparat dari Kecamatan Pademangan bersama dengan puskesmas melakukan tracing penyebaran virus.
Baca juga: Ini Dua Faktor yang Membuat Kasus Covid-19 di Sunter Agung Tertinggi di Jakarta
Dari hasil tracing di RW 011 tersebut, ternyata sudah cukup banyak warga yang tertular.
Melihat fakta tersebut, pada tanggal 6 April 2020 semua perangkat Kecamatan Pademangan kemudian sepakat melakukan rapid test massal di wilayah mereka.
Namun, upaya tersebut nyatanya tak mendapat sambutan baik di tengah masyarakat. Pada hari pertama penyelenggaraan rapid test massal, hanya 14 orang yang bersedia diperiksa.
"Kan banyak juga yang enggak mau di-rapid test, mereka takut dikucilkan atau apalah. Kemudian saya bilang enggak apa-apa, tapi bikin surat pernyataan kalau sakit tidak perlu diurus pemerintah. Akhirnya enggak ada yang berani," ucap Mumu.
Akhirnya, warga mulai bersedia mengikut rapid test yang rutin dilaksanakan setiap hari hingga saat ini.
Mumu mengatakan, hal itu mereka lakukan karena akan jauh lebih mudah menangani pasien positif yang masih tanpa gejala ketimbang baru ketahuan sudah sakit-sakitan.
Baca juga: Puluhan WNA Jemaah Tabligh Akbar Positif Bikin Kasus Covid-19 di Sunter Agung Melonjak
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.