JAKARTA, KOMPAS.com - Sudah hampir tiga bulan sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus positif Covid-19 pertama di Indonesia.
Sejak hari itu, jumlah pasien positif masih terus bertambah setiap harinya.
Berbagai aturan dan kebijakan terus diterbitkan guna menekan penyebaran virus corona ini.
Namun sayangnya, berbagai aturan ini tidak dipahami sepenuhnya oleh masyarakat dan malah menimbulkan kesalahpahaman.
Hal ini dialami oleh Camat Pademangan Mumu Mutjahid. Kata dia, warganya memiliki pemahaman masing-masing terkait virus ini sehingga sulit mengajak mereka menekan penyebaran Covid-19.
"Masyarakat punya persepsi sendiri. Ada yang bilang pelonggaran PSBB lah dan sebagainya. Saya selalu jelaskan enggak ada perbedaan antara pemerintah pusat dan daerah. Tapi masyarakat merasa punya sumber informasi sendiri," ujar Mumu.
Hal itu yang dirasakan Mumu ketika menghadapi warga Kecamatan Pademangan yang angka pasien positif Covid-19 terbilang tinggi, yakni mencapai 150 orang.
Belum lagi masalah berbagai pandangan terhadap isu sensitif terkait pelarangan ibadah secara berjemaah di masjid seperti Shalat Jumat dan Tarawih.
"Ada yang bilang 'Pak MUI katanya boleh,' (saya jawab) 'berarti teman-teman dengarnya sepotong-sepotong. Coba lihat di fatwa MUI-nya, apakah sudah dibaca belasan halaman itu? Saya sudah. Di situ kan dibilang kalau zona hijau boleh, tapi kan Pademangan merah'," ucap Mumu.
Baca juga: Kecamatan Pademangan Catat 150 Kasus Positif Covid-19 Per Hari Ini
Belum lagi terkait teori konspirasi yang muncul namun dipahami setengah-setengah oleh warga masyarakat.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.