“Belum lagi kan PSBB tidak boleh sebetulnya kami ojek. Pernah sekali kena checkpoint, ya diberhentikan, penumpang diturunkan. Untung saat itu dengan kebijaksanaan, karena peraturannya masih baru, diizinkan lagi. Makanya kita kalau nyari penumpang keluar ke jalan raya, kita juga lihat-lihat dulu, ada daerah checkpoint apa enggak. Ya kucing-kucingan juga,” tutur Adi.
Baca juga: Curhat Remaja Pembunuh Balita kepada Kak Seto, tentang Penyesalannya dan Mimpi yang Tersisa
“Saya nekat, saya akui saat itu, walaupun bisa enggak dapat sama sekali saya tetap keluar. Pernah di jalan harus mendorong motor karena bensin habis dan tidak ada uang,” tambah dia.
Sulit dimungkiri, sektor pekerja informal memang kelompok yang paling terpukul oleh pandemi Covid-19.
Bukankah ada uluran bantuan dari pemerintah? Adi menyampaikan, dari sekitar 80 ojek mitra kampus UI yang sehari-hari berbagi pangkalan dengannya, hanya 2-3 orang yang memperoleh bantuan sosial dari pemerintah.
Bukan hanya masalah kas yang terbatas dari pemerintah, melainkan soal sengkarut pendataan yang menjegal pekerja sektor informal sepertinya bisa mengakses bantuan sosial dengan mudah.
Dalam keadaan terpuruk, Adi ogah menyalahkan siapa pun.
Ia paham bahwa masalah ini merupakan lingkaran setan antara ketidakpatuhan masyarakat serta desakan ekonomi.
Baca juga: Kepala BKD: THR Lebaran PNS Kota Depok Sudah Cair Seluruhnya
“Kadang ada bantuan, entah dari RT memikirkan kami, kadang mereka beri sembako juga, tapi kan tidak setiap hari. Oke lah dari kanan-kiri, tetangga, juga peduli, tapi kan enggak setiap hari,” ujar Adi.
“Kita enggak punya apa-apa ya teriak, ya sekali-sekali dibantuin. Kan kagak mungkin kita teriak setiap hari? Bahkan pernah sama sekali saya ‘enggak bisa masak’ (tidak ada bahan untuk dimasak) Saya pernah beberapa kali, karena memang kita mau mengeluh sama siapa,” tambah dia.
Adi menyebutkan, ia tak sendiri. Banyak rekan sejawatnya bahkan yang hanya bisa berpangku tangan di rumah, membantu usaha kecil-kecilan istrinya menjual panganan, atau mencari pekerjaan serabutan di luar seperti kuli bangunan.
Ia mengaku bersyukur, walaupun pemasukannya dari mengojek sudah nol, namun ia masih punya peran sebagai penjaga kost mahasiswa walaupun upahnya disunat karena beberapa mahasiswa telah pulang kampung.
“Saya mengandalkan dari jaga kosan saja, gaji saya sekarang hanya Rp 1 juta. Buat keperluan, tanggungan-tanggungan lain, motor saja masih kategori kredit. Belum untuk buka puasa, sahur, istri sudah mengeluh terus di rumah, tapi bagaimana?” kata dia.
Baca juga: Ventilator COVENT-20 Buatan UI Mulai Diuji Klinis pada Manusia
“Boro-boro mikirin lebaran, bukannya saya sebagai kepala rumah tangga enggak mikirin. Tapi coba bayangkan, bagaimana (dengan eks ojek) yang emang enggak ada jaringan lain sama sekali?” tambahnya.
Keadaan para ojek mitra kampus UI menarik simpati sejumlah mahasiswa. Kolaborasi antara lembaga Nuansa Islam Mahasiswa (Salam) UI dan BEM UI rencananya akan memberikan bantuan untuk para ojek tadi, melalui program #tanganbaik.
“Mereka tidak ada pilihan menguntungkan. Apabila berada di rumah, mereka dihadapi dengan masalah kelaparan yang menghantui,” ujar Ketua pelaksana program tersebut, Saidina Malik kepada Kompas.com, Selasa.