“Pertama yang saya pikirkan ya anak tadi,” lanjut dia.
“Sementara dia pengin daftar kuliah. Saya tidak akan menyalahkan, orangtua mana sih yang tidak ingin anaknya maju?”
“Saya juga usahakan, tapi kan memang keadaannya seperti ini. Tuhan berbicara lain. Saya mau mengeluh sama siapa?” imbuh Suwardi.
Baca juga: Merry Riana Ajak Masyarakat Berhenti Mengeluh di Tengah Pandemi
Itu baru si sulung. Bungsu Suwardi, kata dia, juga menjadi tanggungan yang belum terpikirkan bagaimana cara membayar biaya studinya. Si bungsu bersiap berajak ke kelas VI SD.
“Makanya, kalau satu hari saya cuma bawa pulang uang Rp 10.000, bayangkan.”
Dalam keadaan kalut seperti itu, Suwardi mengaku tak ingin menyalahkan siapa-siapa. Menyalahkan pemerintah? Ia sadar bahwa kas pemerintah juga terbatas dan hanya mampu memberikan bantuan di bawah Rp 1 juta per keluarga, utamanya dalam bentuk sembako.
Ia sendiri tak memperoleh bantuan itu lantaran tak terdaftar sebagai penerima bantuan. Suwardi berujar, dari sekitar 80 ojek yang berbagi pangkalan dengannya, hanya 2 yang terdaftar sebagai penerima bantuan pemerintah.
Menyalahkan warga yang bandel karena tak taat anjuran untuk diam di rumah?
“Ini berlarut-larut kayak gini karena memang masyarakatnya masih bandel. Tapi kenapa mereka bandel ? Karena faktor ekonomi,” ucap Suwardi.
Satu angannya, pandemi ini lekas tuntas, agar motornya bisa segera mengaspal lagi mengantar mahasiswa berkuliah.
Sesuatu yang pada akhirnya mengantar si sulung ke bangku kuliah pula.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.