Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Kekecewaan WNI dari Luar Negeri yang Dikarantina di Asrama Haji, Kotor hingga Tak Ramah Anak

Kompas.com - 20/05/2020, 12:18 WIB
Cynthia Lova,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

BEKASI, KOMPAS.com - Soraya, salah seorang warga negara Indonesia (WNI) menceritakan kekecewaannya ketika baru tiba di Tanah Air.

Ia menilai, kondisi tempat karantina yang disiapkan Pemerintah kurang memadai.

Salah satunya, Asrama Haji Bekasi yang disiapkan Pemerintah sebagai lokasi isolasi WNI yang baru kembali dari luar negeri.

Soraya saat itu dikarantina selama enam hari bersama dua anaknya yang masih kecil dan suaminya setelah kembali dari Hongkong.

Soraya menilai, kondisi fasilitas di Asrama Haji Bekasi kurang dipersiapkan.

“Apalagi di awal datang (saya kecewa). Seperti kelihatannya kurang persiapan,” kata Soraya kepada Kompas.com, Rabu (20/5/2020).

Baca juga: Saling Lempar, Anggaran Formula E Belum Bisa Ditarik untuk Covid-19

Ia bercerita, ketika sampai di Asrama Haji dari Bandara Soetta pada 14 Mei 2020, ia kaget melihat kamar tampak sangat kotor seperti tidak pernah dibersihkan.

Meja, lantai, hingga kasur penuh dengan debu.

Akhirnya, ia harus membersihkan kamar tersebut agar layak ditempati oleh keluarganya.

Menurut dia, aturan protokol kesehatan yang harus keluarganya lewati selama lima jam di Bandara Soetta sudah sangat melelahkan.

Sayangnya, ketika sampai di tempat karantina, ia belum bisa langsung berisitirahat.

“Kondisi baru landing dengan dua anak ditambah lima jam ikuti semua protokol kesehatan hingga sampai di Asrama Haji, itu sangat melelahkan sekali. Kami harus mengepel seluruh lantai dan mengelap meja yang memang sangat kotor,” kata Soraya.

Baca juga: Perjalanan Bertambahnya Zona Hijau Bebas Covid-19 di Kota Bekasi, dari 6 Menjadi 38 Kelurahan...

Usai membersihkan seluruh kamar, ia melihat AC atau pendingin ruangan di kamarnya mati. Bahkan air wastafel di kamar tidak berfungsi.

Wanita 31 tahun ini sempat mengeluhkan fasilitas yang didapatkannya di Asrama Haji. Namun para petugas tak bisa berbuat banyak.

Pasalnya, petugas baru ditugaskan ke Asmara Haji satu hari sebelum para WNI datang.

“Mereka bilang hanya fasilitas itu yang dapat mereka sediakan, selebihnya tidak bisa. Kalau mau fasilitas lebih, kami dipersilahkan bawa AC (portable) sendiri,” ujar Soraya.

Kondisi hari pertama di Asrama Haji membuat dua anaknya tidak bisa tidur bahkan terus menangis.

Baca juga: Hingga 19 Mei, 168 Jenazah Dimakamkan dengan Protap Covid-19 di Kota Bekasi

Namun, keesokan harinya, Soraya meminta keluarganya untuk mengirimkan kipas ke Asrama Haji.

“Rumah saya tidak jauh dari Asrama Haji. Saya langsung minta keluarga bawa barang-barang yang dibutuhkan (kipas dan perlengkapan lainnya). Sejak saat ini anak saya tidak nangis lagi,” kata dia.

Soraya menambahkan, setiap WNI yang tinggal di asrama diberi makan, meski terkadang ada beberapa yang tidak kedapatan makan.

Untuk kebutuhan pribadi di kamar, kata Soraya, baru disiapkan setelah lima hari mereka dikarantina.

“Sehari sebelum pulang kami baru dapat family hygiene kit yang isinya handuk, selimut, sabun, shampoo, sikat gigi, odol pembalut, diaper, dan cutton bud,” ucap dia.

Tempat karantina tidak ramah bayi

Soraya menilai, tempat karantina di Asrama Haji tidak ramah bagi anak.

Padahal dalam protokol Gugus Tugas Covid-19 tentang “Pengasuhan anak tanpa gejala, anak dalam pemantauan, anak dalam pengawasan, kasus konfirmasi” Nomor: B-2 yang dikeluarkan tanggal 30 April 2020, anak diperbolehkan untuk isolasi mandiri.

Saat dikarantina di Asrama Haji, Soraya mengaku khawatir anaknya terpapar Covid-19.

Pasalnya, anaknya dikarantina bersama dengan ratusan orang dalam pemantauan (ODP).

Menurut ceritanya, banyak masyarakat yang dikarantina tak menggunakan masker. Bahkan para pekerja migran Indonesia (PMI) dilihatnya tidak jaga jarak.

“Saya khawatir saat di asrama, kebanyakan teman-teman PMI ini tidak melakukan social distancing. Mereka setiap hari berkumpul untuk ngopi pagi atau sekedar ngobrol di ruang tamu lantai atau di lobi bawah. Ada yang pakai masker, ada yang enggak. Ini sangat berisiko,” kata dia.

Oleh karena itu, menurut dia, anak sebaiknya diberikan fasilitas karantina sendiri yang layak atau diperbolehkan isolasi mandiri di rumah.

Adapun saat karantina, ia membawa anaknya yang berusia sembilan bulan dan 6 tahun.

“Saya khawatir kesehatan anak-anak saya. Dari awal kedatangan saya mempertanyakan soal kewajiban karantina untuk anak dan bayi. Bagaimana mungkin saya bisa tenang ketika anak saya harus karantina di gedung yang sama dengan 200 ODP dewasa lainnya yang jelas-jelas berisiko,”  ujarnya.

“Bukankah lebih baik anak-anak saya karantina mandiri di rumah bersama keluarga? Saya sampai ajukan opsi ke petugas di asrama biar saya dan suami saja yang dikarantina, anak-anak bisa dijemput keluarga, tapi enggak bisa,” tambah dia.

Namun, kekhawatirannya lega setelah melihat hasil tes swab PCR (polymerase chain reaction) ia dan keluarganya negatif Covid-19.

Menurut dia, seluruh yang dikarantina di Asrama Haji saat itu hasil tes swabnya negatif.

Setelah hasil swab PCR dinyatakan negatif, mereka diperbolehkan pulang.

“Pas melihat hasil swabnya negatif, saya cukup lega hingga sampai rumah,” kata dia.

Ia berharap Pemerintah bisa mempersiapkan lebih matang fasilitas karantina layak untuk para WNI saat kembali ke tanah air, khususnya buat anak-anak.

“Semoga ini bisa menjadi evaluasi dari Pemerintah untuk meningkatkan fasilitas. Apalagi untuk anak dan bayi. Jika ternyata anak dan bayi harus ikut dikarantina bersama ODP dewasa lainnya, buatlah semua proses itu ramah bayi,” tutur dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com