JAKARTA, KOMPAS.com - Ratusan perawat di Indonesia mengadukan masalah soal hak Tunjangan Hari Raya (THR) Lebaran.
Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah mengatakan, setidaknya pihaknya sudah menerima sekitar 300 pengaduan terkait THR.
"Sekarang sudah lebih dari 300 pengaduan khusus THR," kata dia saat dihubungi Kompas.com, Jumat (29/5/2020).
Harif mengatakan, PPNI memuka hotline dalam bentuk Google Form untuk anggota PPNI yang mengalami kesulitan mendapatkan THR seminggu sebelum Hari Raya Idul Fitri 1441 H.
Baca juga: Politisi PSI Sayangkan THR TGUPP Tak Dipangkas seperti Tunjangan PNS Pemprov DKI
Laporan yang masuk, yakni tidak menerima THR, pembayaran THR secara dicicil, hingga pemotongan THR.
"Itu ada bentuknya tidak dapat THR atau belum dapat THR. Kedua adalah THR-nya dicicil. Ketiga THR-nya separuh (dipotong) tapi ada juga data (aduan) yang masuk gaji dipotong," tutur Harif.
Data tersebut, kata dia, nantinya akan digunakan untuk memberikan advokasi.
Untuk perawat yang bekerja di RS swasta, data akan diteruskan ke Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta kamar dagang industri.
Baca juga: THR TGUPP Tidak Disunat, Ini Penjelasan BKD DKI Jakarta
Sedangkan untuk perawat yang bekerja di RS pemerintah, data akan diteruskan ke Kemenkes, Kemendagri, atau Pemda.
"Jadi itu kita upayakan sebagai upaya untuk membela anggota," kata dia.
Harif menekankan, THR adalah hak pekerja yang wajib diterima.
"Itu suatu yang normatif dan harus dibayarkan dan tidak mengenal status pegawainya apakah dia honor, kontrak atau tidak," kata dia.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah sebelumnya menerbitkan Surat Edaran (SE) tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Menaker mengingatkan kepada para pengusaha untuk membayarkan THR Idul Fitri paling lambat 7 hari sebelum Lebaran.
Melalui SE tersebut, Ida juga menjabarkan opsi-opsi yang dapat ditempuh perusahaan jika tidak mampu membayarkan THR kepada pekerjanya secara tepat waktu.
Perusahaan yang tidak mampu membayarkan THR secara tepat waktu maka perlu melakukan dialog terlebih dahulu agar mencapai kesepakatan dengan pekerjanya.
"Proses dialog tersebut dilakukan secara kekeluargaan, dilandasi dengan laporan keuangan internal perusahaan yang transparan dan itikad baik untuk mencapai kesepakatan," bunyi poin ke-2 SE, dikutip Kompas.com di Jakarta, Kamis (7/5/2020).
Baca juga: Masalah THR Pegawai Swasta: Belum Jelas, Dicicil, hingga Ditunda Desember 2020
Menaker memberikan dua opsi bagi perusahaan yang tidak mampu membayarkan THR kepada pekerjanya.
Pertama, pembayaran THR secara bertahap bagi perusahaan yang tidak mampu membayar penuh.
Kedua, bagi perusahaan yang tidak mampu membayarkan THR sama sekali diperkenankan untuk menunda pembayaran hingga waktu yang disepakati.
Lebih lanjut, SE ini menegaskan, kesepakatan mengenai waktu dan cara pembayaran THR keagamaan dan denda tidak menghilangkan kewajiban pengusaha membayar THR dan denda kepada pekerja atau buruh, dengan besaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, serta dibayarkan pada tahun 2020.
Menaker juga meminta kepada gubernur untuk memastikan perusahaan agar membayar THR keagamaan kepada pekerja sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.