JAKARTA, KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 menjadi momok di seluruh dunia. Tak terkecuali di Indonesia yang baru mengumumkan kasus pertamanya pada 2 Maret 2020.
Walau banyak yang sembuh, tetapi tidak sedikit pula yang meninggal dunia akibat terinfeksi virus corona.
Kekhawatiran itu juga menular kepada saya, Nursita Sari—reporter Kompas.com, yang kini tengah mengandung tujuh bulan.
Baca juga: Cerita Ibu Hamil Pilih Periksa di Bidan Selama Pandemi Covid-19
Pertengahan Januari 2020, saya memeriksakan diri ke dokter spesialis kandungan di sebuah klinik khusus ibu dan anak di Jakarta Selatan.
Dokter menyatakan saya hamil dengan usia kandungan sembilan minggu, saat itu.
Kondisi saya baik-baik saja, tidak merasa lemas, mual, ataupun muntah-muntah, seperti ibu hamil kebanyakan.
Saya pun menjalani kehamilan kedua saya seperti hari-hari biasanya, bekerja seperti biasa, mengurus pekerjaan rumah, dan kegiatan lainnya.
Kala itu, wabah Covid-19 yang masih bernama pneumonia Wuhan memang sudah menyebar ke beberapa negara di dunia.
Namun, saya masih merasa tenang karena virus corona tipe 2 (SARS-CoV-2) itu tidak masuk ke Indonesia, setidaknya begitu kata pemerintah.
Saya pun kembali memeriksakan kehamilan saya pada bulan berikutnya, tepatnya 29 Februari 2020.
Kali ini saya mencoba kontrol kehamilan ke salah satu rumah sakit, masih di Jakarta Selatan. Saya masih merasa aman saat berkunjung ke rumah sakit.
Kemudian, Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus pertama Covid-19.
Setelah itu, kasus Covid-19 di Indonesia terus bertambah. Jakarta bahkan menjadi episentrum penyebaran Covid-19 di Tanah Air.
Rumah sakit yang menjadi tempat saya kontrol kehamilan ditetapkan sebagai salah satu RS rujukan penanganan Covid-19.
Sejak saat itu, saya merasa khawatir untuk memeriksakan kehamilan saya, apalagi ke rumah sakit tersebut.
Maraknya penyebaran Covid-19 dan kebijakan kerja dari rumah membuat saya tak ingin pergi ke mana pun, termasuk ke rumah sakit atau klinik untuk kontrol kehamilan.
Apalagi, saya punya anak pertama yang masih kecil. Saya khawatir menjadi perantara Covid-19 untuk anak saya.
Pandemi Covid-19 membuat saya tidak berani memeriksakan kehamilan kedua ini selama 2,5 bulan lamanya.
Padahal, seharusnya saya kontrol kehamilan tiap bulan.
Baca juga: Curhat Ibu Hamil di Tengah Pandemi Covid-19, Panik hingga Berencana Melahirkan di Rumah