Saya baru bersedia kontrol kehamilan kembali pada pertengahan Mei lalu, setelah berulang kali dibujuk, bahkan dipaksa suami saya.
Saat itu, saya, ditemani suami, memeriksakan kehamilan di klinik tempat pertama kali saya kontrol.
Setelah bersedia kontrol kehamilan lagi, kekhawatiran saya berikutnya adalah soal tempat bersalin.
Hingga kini, saya masih bingung mencari tempat bersalin. Klinik khusus ibu dan anak bisa menjadi pilihan.
Masalahnya, klinik tersebut tidak melayani persalinan secara caesar. Pihak klinik akan merujuk pasien yang harus melahirkan caesar ke rumah sakit.
Saya tentunya berharap bisa melahirkan dengan persalinan normal, seperti saat melahirkan anak pertama.
Namun, bila keadaan tak sesuai harapan, saya harus melahirkan secara caesar, saya tidak pernah tahu kondisi rumah sakit rujukan klinik tersebut, apakah steril dari Covid-19 atau tidak.
Kondisi itulah yang membuat saya masih bingung mencari tempat bersalin yang saya rasa aman.
Saat ini, saya hanya berharap pandemi Covid-19 sudah berakhir saat hari perkiraan lahir (HPL) anak kedua saya tiba, yakni akhir Agustus 2020 nanti.
Baca juga: Video Viral Sosialisasi Tunda Kehamilan, Kawin Boleh Hamil Jangan, Ini Klarifikasinya
Juni 2020 menjadi bulan yang paling saya tunggu. Ya, saat itu, saya—sebut saja Nadia—bisa menimang anak yang telah didamba setelah setahun menikah.
Angan mengajaknya berjemur sambil keliling kompleks, cuci mata di mal, hingga mengajaknya melihat keramaian di alun-alun Depok yang baru diresmikan awal tahun ini sudah terbayang di benak.
Namun, di awal Maret 2020, saya tahu bahwa angan itu harus saya pendam.
Sesaat setelah pemerintah mengumumkan ada kasus Covid-19 pertama di Indonesia, apalagi domisilinya sama dengan saya di Depok, rasa cemas pun mendera.
Bagaimana saya menjalani hari-hari dihantui virus corona dengan kondisi hamil begini?
Apalagi, virus menyerang tubuh yang imunnya lemah. Ibu hamil umumnya punya imunitas yang lebih rendah ketimbang manusia yang tidak hamil.
Enggak bisa jalan-jalan dong? Enggak bisa jalan pagi muterin danau UI lagi dong? Enggak bisa nonton di bioskop dong?
Mau enggak mau, selama tiga bulan terakhir, saya benar-benar di rumah saja. Beli kebutuhan pokok pun kebanyakan via online.
Perjalanan terjauh hanya ke klinik tempat kontrol kehamilan yang jaraknya lebih kurang dua kilometer dari rumah.
Urusan cek kehamilan pun sempat membuat saya khawatir. Amankah kalau saya tetap rutin kontrol kandungan setiap bulan?