TANGERANG, KOMPAS.com - Kepala Seksi wilayah II Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jakarta Banjar Agung mengatakan, kerugian ekologis akibat perdagangan ilegal 153 reptil asal Indonesia Timur sangat besar.
Menurut dia, kerugian ekologis jauh lebih besar dibandingan nilai jual reptil liar asal Papua dan Maluku tersebut.
"Saya rasa lebih besar daripada reptilnya ini, itu ada perhitungannya," ujar dia saat konferensi pers di Polres Bandara Soekarno-Hatta, Jumat (5/6/2020).
Banjar menjelaskan, bila dihitung nilai rupiah dari setiap reptil yang ditemukan di Kargo Bandara Soekarno-Hatta tersebut sampai Rp 300.000.
Baca juga: 153 Reptil Ilegal yang Ditemukan di Kargo Bandara Soekarno-Hatta Terdiri dari 4 Spesies
Nilai tersebut tidak sebanding dengan biaya konservasi dan pengembalian ke habitat mereka.
Assesmen untuk kesesuaian habitat saja sudah memiliki biaya sendiri. Namun, Banjar enggan menyebut jumlah uang untuk proses asesmen tersebut.
Banjar mengatakan, selain asesmen, ada banyak lagi proses yang harus dijalani saat hewan liar ditangkap dan dikirim tanpa perizinan yang jelas.
"Karena sudah berpindah maka prosedur karantina sudah berlaku juga. Kalau proses kesehatan kita akan kirim ke Ambon. Kita juga perlu tes DNA, satu kali tes DNA bisa Rp 3-5 juta per sample. Itu yang paling murah," kata dia.
Sebelumnya, Polres Metro Bandara Soekarno-Hatta mengungkap kasus perdagangan hewan ilegal di Bandara Soekarno-Hatta.
Yessi Kurniati mengatakan, pengungkapan kasus tersebut diawali dari petugas Polres Bandara Soekarno-Hatta melakukan pengamanan dan pengamatan di area Kargo Bandara pada 3 Juni lalu.
Setelah dilakukan pengumpulan barang bukti, terdapat 153 ekor reptil dengan rincian 85 ekor soa layar, 45 ekor panana atau kadal lidah biru, 20 ular monopohon dan 3 ekor patola halmahera.
Kedua tersangka dengan inisial TL sebagai sopir pengantar dan TD yang mengaku sebagai pemilik sudah diamankan oleh Polres Bandara Soekarno-Hatta.
Kedua tersangka mengaku mendapatkan reptil khas wilayah Indonesia timur tersebut dari kepulauan Maluku, Ambon.
"Pelaku menjalankan bisnis jual-beli satwa liar secara online," kata dia.
Kedua tersangka dikenakan pasal 36 Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan ekosistemnya, juncto Pasal 57 dan atau Pasal 63 PP Nomor 8 Tahun 1999 tentang pemanfaatan satwa dan tumbuhan liar ancaman denda minimal Rp 250 juta.
"Dan juga Pasal 87 dan 88 UU RI No. 21 Tahun 2019 tentang karantina hewan, ikan dan tumbuhan ancaman dua tahun penjata dan denda maksimal Rp 2 miliar," ujar Yessi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.