Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jenazah PDP yang Dibawa Paksa dari RS Ternyata Negatif Covid-19, Dilema Keluarga dan Kekhawatiran Publik

Kompas.com - 11/06/2020, 07:39 WIB
Cynthia Lova,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

Kasus pengambilan jenazah secara paksa dari rumah sakit terjadi karena lamanya waktu tunggu untuk memastikan apakah seseorang positif atau tidak Covid-19.

Saat ini Pemerintah Kota Bekasi hanya memiliki dua alat PCR, yakni di Labkesda Kota Bekasi dan RSUD Kota Bekasi.

Rahmat mengatakan, pemeriksaan laboratorium Covid-19 memang hanya membutuhkan waktu sekitar tiga hingga empat jam.

Namun, masalahnya, sampel yang harus diperiksa banyak. Kondisi itu yang membuat orang harus menunggu berhari-hari untuk memastikan apakah positif Covid-19 atau tidak.

Bahkan, saat ini ada 177 pasien suspect (PDP) meninggal di Kota Bekasi yang hingga kini belum dipastikan hasil labnya.

Sementara 33 orang lainnya sudah dinyatakan positif Covid-19.

"Ya emang harus antre, ke Litbangkes dulu aja bisa sampai delapan hari, satu minggu belum keluar hasilnya. Di sini tiga empat jam keluar hasilnya (jika tak ada antrean)," kata Rahmat.

Kekhawatiran lonjakan kasus

Kondisi ini bisa semakin pelik jika terjadi kembali lonjakan kasus Covid-19 di Kota Bekasi.

Terlebih lagi, pada masa penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) proporsional saat ini, Pemkot Bekasi mulai membuka berbagai aktivitas warga.

Mulai dari mal, bioskop, tempat karaoke, spa, salon kecantikan, klub malam, hingga fasilitas umum lainnya.

Ahli epidemiologi asal Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengingatkan, lonjakan kasus bisa kembali terjadi jika warga tidak patuh menerapkan protokol kesehatan.

"Jika masyarakat tidak disiplin maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi kembali lonjakan kasus atau yang disebut gelombang kedua," kata dia.

Ia mengatakan, Pemerintah harus terus mengevaluasi kasus Covid-19 saat pelonggaran PSBB Kota Bekasi.

Jika lonjakan kasus Covid-19 makin tinggi, maka Pemerintah harus kembali memperketat PSBB.

"Jadi nanti ada kenaikan kasus itu, harus dievaluasi kebijakan pelonggarannya. Bisa saja dihentikan jika pelonggaran itu menimbulkan lonjakan," tutur dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kena Batunya, Pengemudi Fortuner Arogan Mengaku Keluarga TNI Kini Berbaju Oranye dan Tertunduk

Kena Batunya, Pengemudi Fortuner Arogan Mengaku Keluarga TNI Kini Berbaju Oranye dan Tertunduk

Megapolitan
Toko Pigura di Mampang Prapatan Kebakaran

Toko Pigura di Mampang Prapatan Kebakaran

Megapolitan
Puspom TNI: Purnawirawan Asep Adang Tak Kenal Pengemudi Fortuner Arogan yang Pakai Pelat Mobil Dinasnya

Puspom TNI: Purnawirawan Asep Adang Tak Kenal Pengemudi Fortuner Arogan yang Pakai Pelat Mobil Dinasnya

Megapolitan
Pemilik Khayangan Outdoor: Istri Saya Langsung Nangis Saat Tahu Toko Dibobol Maling

Pemilik Khayangan Outdoor: Istri Saya Langsung Nangis Saat Tahu Toko Dibobol Maling

Megapolitan
Puluhan Barang Pendakian Digondol Maling, Toko 'Outdoor' di Pesanggrahan Rugi Hingga Rp 10 Juta

Puluhan Barang Pendakian Digondol Maling, Toko "Outdoor" di Pesanggrahan Rugi Hingga Rp 10 Juta

Megapolitan
Ratusan Orang Jadi Korban Penipuan Program Beasiswa Doktoral di Filipina

Ratusan Orang Jadi Korban Penipuan Program Beasiswa Doktoral di Filipina

Megapolitan
Sejumlah Tokoh Bakal Berebut Tiket Pencalonan Wali Kota Bogor Lewat Gerindra

Sejumlah Tokoh Bakal Berebut Tiket Pencalonan Wali Kota Bogor Lewat Gerindra

Megapolitan
Alasan Warga Masih 'Numpang' KTP DKI: Saya Lebih Pilih Pendidikan Anak di Jakarta

Alasan Warga Masih "Numpang" KTP DKI: Saya Lebih Pilih Pendidikan Anak di Jakarta

Megapolitan
Usai Videonya Viral, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Buang Pelat Palsu TNI ke Sungai di Lembang

Usai Videonya Viral, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Buang Pelat Palsu TNI ke Sungai di Lembang

Megapolitan
NIK-nya Dinonaktifkan karena Tak Lagi Berdomisili di Ibu Kota, Warga: Saya Enggak Tahu Ada Informasi Ini

NIK-nya Dinonaktifkan karena Tak Lagi Berdomisili di Ibu Kota, Warga: Saya Enggak Tahu Ada Informasi Ini

Megapolitan
Remaja yang Dianiaya Mantan Sang Pacar di Koja Alami Memar dan Luka-luka

Remaja yang Dianiaya Mantan Sang Pacar di Koja Alami Memar dan Luka-luka

Megapolitan
Toko 'Outdoor' di Pesanggrahan Dibobol Maling, Total Kerugian Rp 10 Juta

Toko "Outdoor" di Pesanggrahan Dibobol Maling, Total Kerugian Rp 10 Juta

Megapolitan
Dua Begal Motor di Bekasi Terancam Pidana 9 Tahun Penjara

Dua Begal Motor di Bekasi Terancam Pidana 9 Tahun Penjara

Megapolitan
Pakai Pelat Palsu TNI, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Terancam 6 Tahun Penjara

Pakai Pelat Palsu TNI, Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal Terancam 6 Tahun Penjara

Megapolitan
Cerita Warga 'Numpang' KTP DKI, Bandingkan Layanan Kesehatan di Jakarta dan Pinggiran Ibu Kota

Cerita Warga "Numpang" KTP DKI, Bandingkan Layanan Kesehatan di Jakarta dan Pinggiran Ibu Kota

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com