JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvobis mati ibu dan anak, Aulia Kesuma dan Geovanni Kelvin atas pembunuhan berencana.
Mereka terbukti bersalah membunuh Edi Chandra Purnama alias Pupung dan anaknya, Muhammad Ari Pradana alias Dana.
Vonis yang dijatuhkan pada 15 Juni 2020 itu menjadi baru cerita perjalanan kasus pembunuhan yang berawal dari temuan mobil terbakar di Purwakarta tersebut.
Baca juga: Aulia Kesuma Banding atas Vonis Mati
Belakangan diketahui, bahwa mobil itu sengaja dibakar untuk menghilangkan jejak jenazah Pupug dan Dana yang dibunuh oleh Aulia dan anak kandungnya.
Berita soal perjalanan kasus Aulia Kesuma ini menjadi berita terpopuler di Megapolitan Kompas.com pada Selasa (16/6/2020).
Baca empat berita terpopuler Megapolitan Kompas.com:
Aulia Kesuma dan putranya Geovanni Kelvin memasuki babak akhir sidang kasus pembunuhan yang melibatkan mereka sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (15/6/2020).
Pembacaan putusan terhadap Aulia dan Geovanni dibacakan sangat hati-hati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Vonis hukuman mati pun diputuskan, lantaran Aulia terbukti melakukan pembunuhan terhadap Edi Chandra Purnama alias Pupung dan Muhammad Ari Pradana alias Dana.
Baca juga: 3 Pengakuan Aulia Kesuma, Otak Pembunuhan dan Pembakaran Suami dan Anak Tiri
Padahal, jauh sebelum duduk di kursi pesakitan hingga akhirnya mendengar ketukan palu sidang tiga kali tanda vonis mati dijatuhkan, Aulia Kesuma dikenal sebagai istri dari Pupung.
Sebelum menikah dengan Pupung, Aulia diketahui sudah memiliki anak bernama Geovanni. Sedangkan Pupung juga sudah mempunyai anak bernama Dana.
Petaka terjadi ketika Aulia geram lantaran Pupung tidak mau menjual rumahnya yang berada di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Baca juga: Aulia Kesuma Sempat Survei ke Tangerang Sebelum Bakar Jenazah Pupung dan Dana di Sukabumi
Padahal, Aulia tengah terlilit utang bank yang nilainya mencapai miliaran rupiah.
Singkat cerita, Aulia dan Kelvin lantas menyuruh dua eksekutor orang untuk menghabisi Pupung dan Dana pada Agustus 2019 lalu. Dengan kematian Pupung, Aulia merasa yakin bank akan menghapus utangnya.
Baca selengkapnya rencana jahat Aulia dan Kelvin untuk mengakhiri hidup Pupung dan Dana di sebuah rumah mewah di Jakarta Selatan, di sini.
Sidang tuntutan dua terdakwa penyerang air keras berjenis asam sulfat kepada penyidik senior KPK Novel Baswedan pekan lalu menjadi sorotan.
Tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang hanya satu tahun terhadap terdakwa Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis memunculkan banyak reaksi publik.
Salah satunya soal faktor ketidaksengajaan yang dilakukan Rahmat selaku eksekutor penyerangan terhadap Novel Baswedan.
Alasan jaksa menuntut rendah hukuman terhadap Rahmat ini menjadi bulan-bulanan warga karena dinilai tidak masuk akal.
Baca juga: Kuasa Hukum Terdakwa Salahkan Penanganan Medis sehingga Mata Novel Baswedan Rusak
Pada Senin (15/6/2020), giliran terdakwa yang membacakan pembelaan (pleidoi) di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut).
Pembelaan terdakwa Rahmat Kadir dibacakan seluruhnya oleh kuasa hukum. Di dalam materi pembelaan, kuasa hukum meminta majelis hakim untuk membebaskan Rahmat dari semua dakwaan.
Baca juga: Kuasa Hukum Penyerang Novel Baswedan Sebut Penyiraman Air Keras Tidak Terencana, Ini Alasannya...
Bahkan, meski terdakwa telah mengakui perbuatannya, kuasa hukum meminta Rahmat untuk dibebaskan dari tahanan dan mendapat pembersihan nama baik.
Kuasa hukum berpendapat, ada beberapa unsur yang tak terbukti berdasarkan fakta persidangan.
Baca selengkapnya di sini.
Foto sejumlah makam terletak di pinggir jalan sebuah gang viral di media sosial.
Dalam foto yang diunggah akun Twitter @ardibhironx pada 13 Juni 2020, terlihat dua makam berada di sisi jalan kecil pada gang yang dipadati rumah penduduk.
Makam yang dibuat berbahan dasar semen dan bata itu berada tepat di depan rumah warga.
Berdasarkan hasil penelusuran Kompas.com, sejumlah makam tersebut berada di kawasan padat penduduk wilayah Kelurahan Pisangan Timur, Pulogadung, Jakarta Timur.
Baca juga: Cerita Makam di Gang Sempit Pisangan Timur Jaktim Dulu dan Kini, hingga Rencana Dipindahkan
Lurah Pisangan Timur M Iqbal membenarkan bahwa makam yang berada di badan jalan gang itu berada di wilayahnya. Iqbal mengatakan bahwa makam-makam tersebut terletak di Jalan Mugeni I, RW 04.
"Iya betul lokasinya di Kelurahan Pisangan Timur, RT 03, RW 04, Jalan Mugeni 1," kata Iqbal saat dihubungi Kompas.com, Selasa (16/6/2020).
Baca selengkapnya di sini.
SPM (42), seorang pengurus Gereja Paroki Santo Herkulanus di Depok, Jawa Barat, ditangkap polisi Minggu (14/6/2020).
Ia diduga mencabuli sejumlah anak yang aktif berpartisipasi di bawah dirinya sebagai pembina salah satu kegiatan gereja sejak awal tahun 2000-an.
Sejauh penelusuran internal gereja, kasus pencabulan oleh SPM sudah paling lama terjadi pada 2006. Namun, kasus ini baru tercium 14 tahun kemudian, yakni pada Maret 2020.
Pendamping hukum para korban, Azas Tigor Nainggolan, mengungkapkan awal mula kasus ini terkuak.
Baca juga: Kasus Pencabulan Anak oleh Pengurus Gereja di Depok: Korban Diancam jika Tak Nurut
"Sekitar bulan Maret, pengurus-pengurus pada curiga, alumni-alumni misdinar (subseksi kegiatan yang dibina SPM) juga curiga karena perilakunya pelaku," kata Tigor kepada Kompas.com, Senin (15/6/2020).
"Dia suka pangku-pangku, suka peluk-peluk. Ini cerita dari teman-teman. Akhirnya mereka mencoba mendalami apa yang mereka lihat, melalui orangtua para misdinar dan teman-teman alumni misdinar," ujar dia.
Pihak gereja akhirnya membentuk tim investigasi internal yang terdiri dari pengurus-pengurus lain.
Baca juga: Pria yang Cabuli Anak-anak di Lingkungan Gereja di Depok Diduga Beraksi Sejak 2006
Mereka mendatangi Pastor Paroki Gereja Yosep Sirilus Natet untuk meminta pandangan, karena bagaimanapun kasus pencabulan ini menjerat seorang pengurus senior gereja.
Natet menyampaikan bahwa gereja harus berbesar hati mengakui ada borok dalam internal mereka yang harus diselesaikan secara hukum.
Terlebih lagi, kasus ini menyangkut anak-anak yang akhirnya menderita trauma akibat pencabulan oleh SPM.
"Maret itu sudah adalah gelagat, omongan-omongan dari umat. Akhirnya ada umat yang mau mengadukan kejadian itu bertemu dengan saya," kata Natet kepada Kompas.com, Senin.
Baca selengkapnya di sini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.