Namun, siapa sangka, toko-toko yang ditukangi oleh warga Jepang itu rupanya berperan sebagai mata-mata. Toko dan strategi banting harganya cuma selubung bagi penyamaran mereka, yang terbukti berhasil.
“Mereka rupanya telah menyiapkan diri untuk menaklukkan Hindia Belanda,” ujar Alwi.
Bukan cuma Nippon alias Jepang yang memanfaatkan Pasar Senen untuk bersiasat menundukkan Belanda. Para intelektual dan aktivis muda pribumi, kata Windoro Adi, juga kerap berkumpul di sini.
“Di antara mereka adalah Adam Malik … serta pasangan Presiden dan Wakil Presiden pertama RI: Soekarno-Hatta,” ujar Windoro dalam bukunya.
Pasar Senen tetap digdaya hingga Kemeredekaan Indonesia diproklamirkan.
Baca juga: Pandemi Covid-19 Belum Berakhir, HUT Ke-493 DKI Tanpa Jakarta Fair
Setelah Jepang dan Belanda angkat kaki dari Batavia, pamor Pasar Senen yang diarsiteki oleh seorang Belanda bernama Justinus Vinck itu tak ikut pudar.
Memasuki awal masa Kemerdekaan, Pasar Senen masih gelimang. Alwi mengisahkan, pada dekade 1950-an, rumah makan padang Ismail Merapi di wilayah ini kerap jadi tempat nongkrong para seniman Senen, sebut saja Sukarno M. Noor, Wahyu Sihombing, Sumandjaya, Menzano, Wahid Chan, hingga HB Jassin dan Djamaluddin Malik.
Windoro Adi juga bilang hal yang sama. Para begawan dunia seni asal Jakarta banyak menjadikan Pasar Senen sebagai pusat pertemuan, tak terkecuali Bing Slamet hingga Benyamin Sueb.
Kemunculan toko-toko pun masih terus berlanjut. Alwi mengingat, ada dua toko yang begitu tersohor di wilayah Pasar Senen, namanya Baba Gemuk dan Baba Jenggot.
Kata dia, kasir-kasir di dua toko kondang itu menghitung duit belanjaan dengan sempoa yang “tidak kalah cepat dengan komputer”.
Baca juga: Kusni Kasdut, Penjahat Fenomenal: Perampokan Museum Nasional (1)
Lalu, bagaimana dengan toko sepeda?
Tjong & Co tak lagi jadi satu-satunya toko sepeda paling tenar sekawasan, sejak munculnya toko sepeda milik H Ma’ruf tak jauh dari situ. Putra Ma’ruf kemudian berekspansi ke kawasan Taman Ismail Marzuki dengan mendirikan bioskop Garden Hall.
Kisah-kisah seputar Pasar Senen kini ibarat legenda belaka di tengah Ibu Kota yang terus berderap berbalapan dengan zaman.
Artikel Harian Kompas berjudul "Asam Garam Pasar Berusia 285 Tahun" yang terbit pada 20 Januari 2020 mencatat, Pasar Senen yang dulu sudah digilas oleh pembangunan besar-besaran di wilayah itu pada 1964 silam.
Pembangunan besar-besaran sebagai upaya modernisasi kota itu terjadi ketika Jakarta ada di bawah kekuasaan Gubernur Ali Sadikin.
Kawasan itu dinilai kumuh, dengan lalu lintas, tempat parkir kendaraan, jalan yang sempit serta pasar yang tidak tertata, sedangkan lokasinya sangat dekat dengan Istana.
Proyek ini kemudian dikenal dengan “Proyek Senen” yang digawangi oleh mendiang Ciputra. Pasar Senen digadang-gadang menjadi daerah hunian baru sekaligus daerah industri lengkap, sebagai pusat perdagangan “yang sesuai dengan kebesaran bangsa Indonesia”.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.