Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aulia Kesuma Kirim Surat untuk Presiden Jokowi, Ini Isi Suratnya

Kompas.com - 23/06/2020, 20:57 WIB
Walda Marison,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus pembunuhan berencana yakni Aulia Kesuma dan putranya, Geovanni Kelvin menempuh beragam cara untuk lolos dari vonis hukuman mati yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Firman Candra selaku kuasa hukum pun mengirimkan surat resmi ke beberapa lembaga negara untuk meminta keadilan demi membebaskan klienya dari jerat hukum.

Salah satu surat itu ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.

"Hari Jumat kemarin kita  kirim permohonan keadilan ke delapan lembaga negara, ada presiden, ada wapres , ada komisi 3 (DPR) ada Menkumham, ada ketua Pengadilan Tinggi, ada ketua MA dan Komnas HAM dan lain lain," kata Candra saat dihubungi Selasa (23/6/2020).

Baca juga: Usai Divonis Mati, Aulia Kesuma Tulis Surat untuk Keluarga Korban

 

Kompas.com pun mendapatkan salinan surat yang ditujukan kepada presiden tersebut. 

Di dalam suratnya, terdapat delapan poin utama yang ingin disampaikan Aulia Kesuma ke presiden Joko Widodo.

Berikut delapan poin tersebut:

1. Hukuman mati atau yang sering disebut dengan pidana mati bertentangan dengan ketentuan internasional hak asasi manusia terutama Pasal 3 Direktorat Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yaitu hak untuk hidup dan Pasal 4 Undang-Undang No.29 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

2. Terdakwa AULIA KESUMA memiliki putri yang masih balita dari perkawinannya dengan almarhum EDI CANDRA PURNAMA.

3. Beberapa Yurisprudensi kasus pembunuhan yang menyita perhatian publik, sudah divonis majelis hakim dan inkracht tidak ada vonis pidana mati seperti: Afriani Susanti dengan korban 9 orang meninggal dengan vonis 15 tahun; Magriet Christina Megawa dengan satu korban meninggal dengan vonis seumur hidup; dan Jessica Kumala Wongso dengan satu korban meninggal dengan Vonis 20 tahun

Baca juga: Aulia Kesuma Divonis Hukuman Mati, Kuasa Hukum: Sangat Depresi, Ingin Bunuh Diri

4. Selama hukuman mati masih menjadi sanksi dalam hukum pidana, maka Indonesia disebut masih jauh dari cita-cita luhur pendiri bangsa yang terkandung dalam pancasila. Hukuman mati yang diturunkan penjajah juga dianggap tidak mengambarkan kemajuan secara nasional atau[uj internasional.

5 . Berdasarkan Ditjen Permasyarakatan 2019 dan database ICJR mengenai hukuman mati di Indonesia (2020) menunjukan ada sekitar 274 terpidana mati dalam lapas. Sementara itu 60 orang yang sudah duduk menunggu eksekusi mati selama lebih dari 10 tahun, tanpa kejelasan hidup, jauh dari kemanusiaan yang adil dan beradab.

6 . Hukuman mati di berbagai belahan dunia memang masih menuai pro dan kontra. Albert Camos dalam esai panjang Reflection on the Guillotine menentang hukuman mati. 

Menurut dia, hukuman ini tak memberikan keadilan juga tidak tak memberikan dampak apapun kterhadap kejahatan.

Ia hanya sebuah tindakan brutal. Hukuman mati hanya memberikan kepuasan sesaat, tak ada efek jera dan tak menghentikan agar kejahatan serupa tak terjadi lagi dan dalam argumenya itu, Camuo menyebut negara tak punya hak untuk merebut hidup orang lain.

Baca juga: Aulia Kesuma Divonis Hukuman Mati, Tinggalkan Anak Usia Empat Tahun

 

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mau Maju Jadi Cawalkot Bogor, Wakil Ketua DPRD Singgung Program Usulannya Tak Pernah Terealisasi

Mau Maju Jadi Cawalkot Bogor, Wakil Ketua DPRD Singgung Program Usulannya Tak Pernah Terealisasi

Megapolitan
Seorang Anggota TNI Meninggal Tersambar Petir di Cilangkap, Telinga Korban Pendarahan

Seorang Anggota TNI Meninggal Tersambar Petir di Cilangkap, Telinga Korban Pendarahan

Megapolitan
Harga Bawang Merah di Pasar Senen Blok III Naik Dua Kali Lipat sejak Lebaran

Harga Bawang Merah di Pasar Senen Blok III Naik Dua Kali Lipat sejak Lebaran

Megapolitan
Dua Anggota TNI yang Tersambar Petir di Cilangkap Sedang Berteduh di Bawah Pohon

Dua Anggota TNI yang Tersambar Petir di Cilangkap Sedang Berteduh di Bawah Pohon

Megapolitan
Imam Budi Hartono dan Partai Golkar Jalin Komunikasi Intens untuk Pilkada Depok 2024

Imam Budi Hartono dan Partai Golkar Jalin Komunikasi Intens untuk Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Baru 2 Bulan Indekos di Bekasi

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Baru 2 Bulan Indekos di Bekasi

Megapolitan
Dua Anggota TNI Tersambar Petir di Cilangkap, Satu Orang Meninggal Dunia

Dua Anggota TNI Tersambar Petir di Cilangkap, Satu Orang Meninggal Dunia

Megapolitan
Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Megapolitan
Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Megapolitan
Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Megapolitan
Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Megapolitan
Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Megapolitan
Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Megapolitan
Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Megapolitan
Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com