Kondisi masjid yang kala itu masih menjadi mushala hanya berukuran 12 x 8 meter persegi. Itu sebabnya sejumlah tokoh agama setempat berniat untuk memperluas area masjid.
"Pada 1915 diperluas oleh Habib Abu Bakar Alhabsy salah seorang pendiri rumah yatim piatu Daarul Aitam di jalan yang sama. Luas masjid menjadi 1,142 meter persegi ketika habib Abu Bakar memberikan tanah sebagai wakaf," kata Alwi dalam bukunya.
Perluasan masjid tidak berhenti di situ, selain Habib Abu Bakar Alhabsy luas masjid diperluas lagi oleh tanah wakaf Salim bin Muhammad bin Thalib pada tahun 1932.
Selang 21 tahun kemudian, yakni pada 1953, area masjid diperluas hingga menjadi 2,175 meter persegi.
Masih dalam buku yang sama disebutkan, jika ada keturunan Arab yang meninggal maka akan di shalatkan di Masjid Al Makmur dan dikubur di lahan wakaf.
Namun, lahan wakaf kini sudah menjadi rumah susun Tanah Abang.
"Ketika masih ada kuburan wakaf, yang kini menjadi rumah susun Tanah Abang, warga keturunan Arab yang meninggal dunia sebelum dimakamkan terlebih dulu jenazahnya dishalatkan di Masjid Al-Makmur," kata Alwi.
Tanah Abang yang menjadi pusat perdagangan kain terbesar di Jakarta lokasinya tidak jauh dari Masjid Al Makmur.
Pesatnya perkembangan, membuat permukiman penduduk yang dulunya berada di sekeliling Masjid Al-Makmur mulai hilang, perlahan tapi pasti.
"Di kiri dan kanan Masjid Jami ini sudah tidak ditemukan lagi perumahan penduduk, karena hampir seluruh daerah sekitarnya menjadi pusat kegiatan bisnis," tulis Alwi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.